Jumat, 26 Februari 2016

TEORI SIKLUS,TEORI KONFLIK & TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL BESERTA TOKOHNYA



 TEORI SIKLUS
            Secara umum Teori Siklus adalah teori perubahan sosial yang merupakan proses seperti gelombang naik turun. Perubahan sosial dengan model siklus memandang perkembangan secara pesimis. Perubahan bersifat siklus yang selalu berulang seperti perkembangan makhluk hidup, mulai dari lahir, anak-anak, remaja, dewasa, hingga kematian. Berikut adalah asumsi-asumsi dari beberapa tokoh yang membahas mengenai teori siklus
TOKOHnya..
Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun lahir di Tunisia, afrika Utara 27 Mei 1332 (Faghirzadeh, 1982), lahir dari keluarga terpelajar, Ibnu Kahldun di masukkan ke sekolah al-Qur’an, kemudian mempelajari matematika dan sejarah. Semasa hidupnya ia membantu berbagai Sultan di Tunisia, Maroko, Spayol dan Aljazair sebagai duta besar, bendaharawan dan anggota dewan penasihat Sultan. Ia pun pernah di penjarakan selama 2 tahun di Maroko karena keyakinannya bahwa penguasa negara bukanlah pemimpin yang mendapatkan kekuasaan dari Tuhan. Setelah kurang lebih dua dekade aktif di bidang politik. Ibnu Khaldun kembali ke Afrika Utara. Di situ ia melakukan studi dan menulis secara intensif selama 5 tahun itu meningkat kemasyhurannya dan menyebabkan ia diangkat menjadi guru di pusat studi Islam Universitas Al-Azhar di Kairo
Menurut Ibnu Khaldun perubahan sosial selalu dialami oleh setiap masyarakat. pada dasarnya masyarakat tidak dapat dipisahkan dengan perubahan sosial dan kebudayaan. Perubahan sosial meliputi semua segi kehidupan masyarakat, yaitu perubahan cara berpikir dan interaksi sesama warga menjadi semakin rasional; perubahan dalam sikap dan orientasi kehidupan ekonomi menjadi makin komersial; perubahan tata cara kerja sehari-hari yang makin ditandai dengan pembagian kerja pada spesialisasi kegiatan yang makin tajam; Perubahan dalam kelembagaan dan kepemimpinan masyarakat yang makin demokratis; perubahan dalam tata cara dan alat-alat kegiatan yang makin modern dan efisien, dan lain-lainnya. Dengan begitu banyak ahli yang memaparkan tentang perubahan social dan kebudayaan, kami akan menerangkan teori berfikir Ibn khaldun mengenai perubahan sosial dan budaya. Dalam mengajar tentang masyarakat dan sosiologi, Ibnu Khaldun menekankan pentingnya menghubungkan pemikiran sosiologi dan observasi sejarah. Ibnu Khaldun telah menghasilkan sekumulan karya yang mengandung berbagai pemikiran yang mirip  dengan sosiologi zaman sekarang. Ia melakukan studi ilmiah tentang masyarakat, riset empiris, dan meneliti sebab-sebab fenomena sosial. Ia memusatkan perhatian pada berbagai lembaga sosial (misalnya lembaga politik dan ekonomi ) dan hubungan antara lembaga sosial itu.
Ia juga tertarik untuk melakukan studi perbandingan antara masyarakat primitif dan masyarakat modern. Ibnu Khaldun tak berpengaruh secara dramatis terhadap sosiologi klasik, tetapi setelah sarjana pada umumnya dan sarjana Muslim khususnya meneliti ulang karyanya, ia mulai diakui sebagai sejarawan yang mempunyai signifikasi histori
Ibnu Khaldun merupakan sejarawan dan filosuf sosial islam tunisia, Ibnu Khaldun (1332-1406) sudah merumuskan sebuah model tentang suku bangsa nomaden yang keras dan masyarakat-masyarakat halus bertipe menetap dalam suatu hubungan yang kontras Karya Ibnu Khaldun tersebut dituangkan dalam bukunya yang berjudul Al-Muqaddimah tentang sejarah dunia dan sosial budaya yang di pandang sebagai karya besar di bidang tersebut. Dari kajian tentang watak  masyarakat manusia , Khaldun menyimpulkan bahwa kehidupan nomaden lebih dahulu ada dibanding kehidupan kota dan masing-masing kehidupan ini memiliki karakteristik tersendiri. Menurut pengamatannya, politik tidak akan timbul terkecuali dengan penaklukan, dan penaklukan tidak akan terealisasi kecuali dengan solidaritas.
Lebih jauh lagi, ia mengemukakan bahwa kelompok yang terkalahkan selalu senang mengekor ke kelompok yng menang , baik dalam slogan, pakaian, kendaraan dan tradisinya. Selain itu, salah satu watak seorang raja adalah sikapnya yang semuanya mewarnai sebuah negara maka negara itu akan masuk dalam masa senja. Dengan demikian, kebudayaan itu adalah tujuan masyarakat manusi dan akhir usia senja.
Pendapat Khaldun tentang watak-watak masyarakat manusia dijadikannya sebagai landasan konsepsinya bahwa kebudayaan dalam berbagai bangsa berkembng melalui empat fase, yaitu fase primitif atau nomaden fase urbanisasi, fase kemewahan, dan fase kemunduran yang mengatarkan kehancuran. Kemudian keempat perkembangan ini oleh Khaldun sering disebut dengan fase pembangunan, pemberi gambar gebira, penurut, dan penghancur.
Oswald Spengler
 lahir di Blankenburg-am-Harz pada 29 Mei 1880; meninggal di Munich pada 8 Mei 1936 adalah filsuf sejarah dan politik Jerman. Dalam dua jilid karya utama Splenger, Der Untergang des Abendlandes (pada tahun 1918 dan 1922) (Diterjemahkan dalam bahasa Inggris pada tahun 1926-1928: The Decline of the West), Splenger berpendapat bahwa kunci sejarah ialah hukum masyarakat dan peradaban yang timbul dan tenggelam dalam siklus berulang. Ia memakai pendekatan lebih spekulatif dan kecerdasan wawasan daripada metode sejarah. Menurutnya, pada eranya, peradaban Barat sedang mengalami kemunduran (surut). Atas dasar teori tersebut, ia menyimpulkan bahwa akan ada perjuangan manusia di seluruh dunia. Sebagai sistem usulan, Splenger menolak sistem pemerintahan demokrasi dan liberalisme, dan menyetujui sistem pemerintahan dan politik kekuatan. Ia berpengaruh luas pada massa rakyat Jerman, tetapi tidak di kalangan sejarawan dan ahli filsafat, dan dalam batas waktu tertentu telah membuka jalan bagi kebangkitan Hilter.
Awalnya menurut Oswald Spengler untuk menjadi Konservatif dan Liberal, itu direncanakan sebagai sebuah eksposisi dan penjelasan tentang tren saat itu di Eropa – yang mempercepat perlombaan senjata, Entente "pengepungan" di Jerman, sebuah suksesi krisis internasional, meningkatkan polaritas dari bangsa-bangsa – danmana mereka memimpin. Namun pada akhir 1911 ia tiba-tiba tersentak oleh gagasan bahwa peristiwa hari hanya dapat ditafsirkan dalam "global" dan "total-budaya" istilah. Dia melihat Eropa sebagai berbaris pergi untuk bunuh diri, langkah pertama menuju kematian terakhir budaya Eropa di dunia dan dalam sejarah.
Perang Besar 1914-1918 hanya membenarkan dalam pikirannya keabsahan tesis yang sudah dikembangkan. Pekerjaan yang direncanakannya terus meningkat dalam lingkup yang jauh melampaui batas aslinya. Pada tahun 1922 Spengler mengeluarkan edisi revisi jilid pertama yang berisi koreksi kecil dan revisi, dan tahun setelah melihat penampilan jilid kedua, dia kemudian puas dengan pekerjaan, dan semua tulisan-tulisan dan pernyataan-pernyataan. Dengan memnanfaatkan pendekatan physiogmatic, Spengler yakin akan kemampuannya untuk memecahkan teka-teki sejarah.
Oswald Spengler berpandangan bahwa setiap peradaban besar mengalami proses kelahiran, pertumbuhan dan keruntuhan. Proses perputaran itu memakan waktu sekitar seribu tahun.Karya Oswald Spengler yang berpengaruh adalah Der Untergang des Abendlandes (Decline of the West) atau Keruntuhan Dunia Barat/Eropa. Spengler meramalkan keruntuhan Eropa. Ramalan itu didasarkan atas keyakinan bahwa gerak sejarah ditentukan oleh hukum alam. Dalil Spengler ialah bahwa kehidupan sebuah kebudayaan dalam segalanya sama dengan kehidupan tumbuhan, hewan, manusia dan alam semesta. Persamaan itu berdasarkan kehidupan yang dikuasai oleh hukum siklus sebagai wujud dari fatum. Fatum adalah hukum alam yang menjadi dasar segala hukum cosmos, setiap kejadian, setiap peristiwa akan terjadi lagi, terulang lagi.
Setiap Budaya rentang kehidupan-dapat dilihat dari 100 SM hingga 900 M. Namun, jarak ini adalah ideal, dalam arti bahwa seorang laki-laki masa hidup yang ideal adalah 70 tahun, meskipun ia mungkin tidak pernah mencapai usia itu, atau mungkin hidup dengan baik di baliknya. Kematian seorang Budaya mungkin pada kenyataannya akan dimainkan selama ratusan tahun, atau mungkin terjadi seketika karena kekuatan luar – yang tiba-tiba berakhir seperti Budaya Meksiko.
Walaupun setiap kebudayaan memiliki Jiwa yang unik dan pada dasarnya khusus dan terpisah, perkembangan siklus kehidupan ini paralel dengan semua dari mereka: Untuk setiap fase dari siklus dalam suatu Budaya, dan untuk semua peristiwa-peristiwa besar yang mempengaruhi para Tentu saja, ada rekan dalam sejarah setiap budaya lain. Dengan demikian, Napoleon, yang mengantar dalam fase peradaban Barat, menemukan rekannya di Alexander dari Makedonia, yang melakukan hal yang sama untuk klasik. Oleh karena itu "contemporaneousness" dari semua budaya tinggi.
Teori Konflik
            Secara umum teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosiak tidak terjadi memlalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula.
TOKOHnya..
Ralf Dahrendolf
            Ralf Dahrendorf Lahir di Hamburg Jerman, pada tanggal 1 Mei 1929, Ralf Dahrendorf dibesarkan di Berlin. Ayahnya adalah politisi Demokrat Sosial, Gustav Dahrendorf. Seperti ayahnya, Ralf Dahrendorf adalah penentang aktif rezim Nazi dan meskipun masih anak sekolah, dia ditangkap dan ditahan di sebuah kamp di Frankfurt-an-der-Oder selama tahun terakhir Perang Dunia II. Dahrendorf kemudian berkomentar bahwa ia telah mengalami perasaan pembebasan dua kali dalam hidupnya: sekali ketika Tentara Merah membebaskan Berlin dan lagi ketika ia dan ayahnya diselundupkan keluar dari kota itu oleh Inggris.
Setelah perang mulai Dahrendorf terkenal sebagai seorang filsuf dan sosiolog. Dia membaca klasik dan filsafat di Universitas Hamburg, memperoleh gelar doktor pada tahun 1952, sebelum melakukan studi pascasarjana di bidang sosiologi di London School of Economics antara 1952 dan 1954, memperoleh gelar doktor kedua pada tahun 1956. Kembali ke Jerman, ia menjadi Profesor Sosiologi di Universitas Hamburg pada tahun 1958, dan kursi kemudian diadakan di Universitas Tbingen (1960-1965) dan di University of Konstanz (1966-1969), yang telah Wakil Ketua pendiri Komite (1964-1966).

Karir politik Dahrendorf dimulai di Jerman pada tahun 1968, ketika ia terpilih sebagai anggota Demokrat Bebas dari Baden-Wrttemberg Landtag (gedung parlemen negara bagian). Tahun selanjutnya dia dipilih untuk Bundestag, dan menjadi anggota dari Partai Demokrat Bebas pemerintah Willy Brandt koalisi Sosial Demokrat sebagai menteri kantor junior asing yang bergerak dalam urusan Eropa di bawah Menteri Luar Negeri Walter Scheel. Pada tahun 1970, Dahrendorf meninggalkan politik dalam negeri untuk menjadi anggota dari Komisi Eropa. Awalnya bertanggung jawab untuk perdagangan luar negeri dan hubungan eksternal, ia mengambil penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan portofolio pada tahun 1973.
Setelah periode sebagai Komisaris Eropa, karir Dahrendorf adalah terutama akademis dan intelektual, dan bergeser dari Jerman ke Inggris. Dia adalah Direktur London School of Economics antara tahun 1974 dan 1984 (dan memang menulis sejarah Sekolah untuk menandai seratus di tahun 1995). Setelah periode singkat di Jerman, ia kembali ke Inggris pada tahun 1987, kali ini sebagai Warden College St Antonius, Oxford, posisi yang dipegangnya sampai pensiun pada tahun 1997.
Meskipun komitmen akademis, Dahrendorf sangat aktif dalam kehidupan publik di Inggris , melayani antara lain pada Komisi Masyarakat Hansard tentang Reformasi Pemilu (1975-76), Komisi Royal Pelayanan Hukum (1976-79) dan Komite untuk Meninjau Fungsi Lembaga Keuangan (1977-1980). Diberikan gelar kebangsawanan pada tahun 1982, Dahrendorf mengambil kewarganegaraan Inggris pada tahun 1988, dan pada tahun 1993 diciptakan rekan hidup, gaya Baron Dahrendorf Pasar Clare di Kota Westminster. Meskipun ia sebelumnya tidak pernah aktif dalam partai politik Inggris baru Lord Dahrendorf memilih untuk mengambil cambuk Demokrat Liberal di House of Lords.
Setelah anggota DPR, Dahrendorf segera memainkan peran aktif dalam politik Liberal Inggris. Pada tahun 1995 ia memimpin Komisi Penciptaan Kekayaan dan Kohesi Sosial, badan independen yang dibentuk oleh pemimpin Demokrat Liberal Paddy Ashdown (qv). Memang, salah satu hal yang ia berharap untuk melakukan pensiun dari St Antony adalah untuk menjadi lebih aktif dalam House of Lords, di mana ia menjadi anggota Komite Pilih pada Kekuasaan didelegasikan dan Deregulasi dan di tahun yang sama terkooptasi ke Select Committee on Masyarakat Eropa, Sub-Komisi A (bidang ekonomi dan keuangan, perdagangan dan hubungan eksternal), serta menjadi anggota dari Grup London All-Party.Dahrendorf berhasil Baroness Seear (qv) sebagai Presiden Summer School Liberal dan peserta aktif dalam, Sekolah tahun 1998 pertama di bawah kepresidenannya. Ia menjadi Pelindung Liberal International (World Union Liberal) pada tahun 1987. Di samping direktur sekian banyak lainnya dan kegiatan amal – ia adalah Trustee dari Yayasan Bantuan Amal – pada tahun 1997 ia menjadi Direktur Bank Gesellschaft Berlin (Inggris) plc, sementara minatnya dalam hal Eropa berlimpah ditunjukkan oleh tempatnya di Dewan Pengawas Central European University di Budapest.
Sebuah Fellow dari Akademi Inggris, Fellow Kehormatan dari LSE, Anggota Luar Negeri (Amerika) National Academy of Sciences, American Philosophical Society, Royal Irlandia Academy, Akademi Rusia ilmu, dan Polandia Academy of Sciences, Dahrendorf juga punya tahun 1998 dianugerahi dua puluh lima gelar doktor kehormatan dan telah dihiasi oleh tujuh negara, termasuk Grosses Bundesverdienstkreuz mit Stern und Schulterband Republik Federal Jerman pada tahun 1974. Dari tulisan-tulisan banyak nya, banyak diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa, mungkin yang paling abadi adalah volume sosiologinya, Kelas dan Konflik Kelas , diterbitkan pada tahun 1959 (yang asli diterbitkan pada tahun 1957).
Dahrendorf memiliki tiga anak perempuan dari istri pertamanya. Istri keduanya, Ellen, yang dinikahinya pada tahun 1980, adalah seorang sarjana sejarah Rusia.
            Teori konflik Ralf Dahrendorf sering kali disebut teori konflik dialektik. Bagi Dahrendorf masyarakat memiliki dua wajah yakni konflik dan konsensus. Kita tidak akan mengalami konflik kalau sebelumnya tidak ada konsensus. Misalnya, si A dan si B dalam kelas tidak akan terlibat alam konflik karena mereka tidak pernah mengenal satu sama yang lain dan hidup bersama. Demikian sebaliknya konflik bisa menghantar orang terhadap konsensus. Kerjasama yang sangat erat antara jepan dan amerika pada saat ini terjadi sesudah mereka terlibat dalam konflik yang sangat hebatpada waktu perang dunia dua.
Meskipun ada hubungan yang sangat erat antara keduanya Dahrendorf tidak optimis bisa membangun satu teori tunggal yang bisa mencakupi konflik dan konsensus karena itu dia berusaha membangu suatu teori konflik yang kritis tentang masyarakat. Dia berkata bahwa didalam funsionalisme struktural dibutuhka keseimbangan atau kestabilan bisa bertahan karena kerjasama yang suka rela atau karena konsensus yang bersifat umum. Sedangkan dalam teori-teori konflik keseimbangan atau kestabilan terjadi karena paksaan, hal itu berarti bhwa dalam masyarakat ada beberapa posisi yang mendapat kekuasaan dan otoritas untuk menguasai orang lain sehingga kestabilan bisa tercapai.
Asumsi Ralf tentang masyarakat ialah bahwa setiap masyarakat setiap saat tunduk pada proses perubahan, dan pertikaian serta konflik ada dalam sistem sosial juga berbagai elemen kemasyarakatan memberikan kontribusi bagi disintegrasi dan perubahan. Suatu bentuk keteraturan dalam masyarakat berasal dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang memiliki kekuasaan, sehingga ia menekankan tentang peran kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban dalam masyarakat.
Fakta kehidupan sosial ini yang mengarahkan Dahrendorf kepada tesis sentralnya bahwa perbedaan distribusi ‘otoritas” selalu menjadi faktor yang menentukan konflik sosial sistematis. Hubungan Otoritas dan Konflik Sosial Ralf Dahrendorf berpendapat bahwa posisi yang ada dalam masyarakat memiliki otoritas atau kekuasaan dengan intensitas yang berbeda-beda. Otoritas tidak terletak dalam diri individu, tetapi dalam posisi, sehingga tidak bersifat statis. Jadi, seseorang bisa saja berkuasa atau memiliki otoritas dalam lingkungan tertentu dan tidak mempunyai kuasa atau otoritas tertentu pada lingkungan lainnya. Sehingga seseorang yang berada dalam posisi subordinat dalam kelompok tertentu, mungkin saja menempati posisi superordinat pada kelompok yang lain.
Kekuasaan atau otoritas mengandung dua unsur yaitu penguasa (orang yang berkuasa) dan orang yang dikuasai atau dengan kata lain atasan dan bawahan. Kelompok dibedakan atas tiga tipe antara lain :
1. Kelompok Semu (quasi group).
2. Kelompok Kepentingan (manifes).
3. Kelompok Konflik
Kelompok semu adalah sejumlah pemegang posisi dengan kepentingan yang sama tetapi belum menyadari keberadaannya, dan kelompok ini juga termasuk dalam tipe kelompok kedua, yakni kelompok kepentingan dan karena kepentingan inilah melahirkan kelompok ketiga yakni kelompok konflik sosial. Sehingga dalam kelompok akan terdapat dalam dua perkumpulan yakni kelompok yang berkuasa (atasan) dan kelompok yang dibawahi (bawahan). Kedua kelompok ini mempunyai kepentingan berbeda. Bahkan, menurut Ralf, mereka dipersatukan oleh kepentingan yang sama.
Mereka yang berada pada kelompok atas (penguasa) ingin tetap mempertahankan status quo sedangkan mereka berada di bawah (yang dikuasai atau bawahan ingin supaya ada perubahan. Konflik ini pasti selalau ada dalam setiap kehidupan bersama atau perkumpulan atau negara walaupun mungkin secara tersembunyi, ini berarti bahwa legitimasi itu tidak bersifat tetap.
Karl Marx
Karl Marx lahir di Trier, Prusia, 5 Mei 1818. Ayahnya, seorang pengacara, menafkahi keluarganya dengan relatif baik, khas kehidupan kelas menengah. Orang tuannya adalah dari keluarga pendeta Yahudi (rabbi). Tetapi, karena alasan bisnis ayahnya menjadi penganut Luther ketika Karl Marx masih sangat muda. Tahun 1841 Marx menerima gelar doktor filsafat di Universitas Berlin, universitas yang sangat dipengaruhi oleh Hegel, tetapi berpikiran kritis. Gelar doktor Marx didapat dari kajian filasafat yang membosankan, tetapi kajian itu mendahului berbagai gagasannya yang muncul kemudian. Setelah tamat ia menjadi penulis untuk sebuah koran liberal radikal dan dalam tempo 10 bulan ia menjadi editor kepala koran itu. Tetapi karena pendirian politiknya, koran itu kemudian ditutup oleh pemerintah. Esai-esai awal yang diterbitkan dalam periode ini mulai mencerminkan sejumlah pendirian yang membimbing Marx sepanjang hidupnya. Esai-esai tulisan Marx itu secara bebas ditaburi prinsip-prinsip demokrasi, kemanusiaan dan idealisme awal. Ia menolak keabstrakan filsafat Hegelian, mimpi naif komunis utopian dan gagasan aktifis yang mendesakkan apa yang ia anggap sebagai tindakan politik prematur. Dalam menolak gagasan aktifis ini, Marx meletakkan landasan bagi gagasan hidupnya sendiri :
“Upaya praktis, bahkan dengan mengerahkan massa sekalipun, akan dijawab dengan meriam saat upaya itu dianggap berbahaya. Tetpai, gagasan yang dapat mengalahkan intelektula kita, merupakan belenggu-belenggu di mana seseorang hanya bisa lepas darinya dengan mengorbankan nyawanya; gagasan itu sepertinya setan sehingga oraang hanya dapat mengatasinya dengan menyerah kepadanya”. (Marx, 1842/1977:20)
Marx  menikah pada 1843 dan tak lama kemudian ia terpaksa meniggalkan Jerman untuk mendapatkan suasana yang lebih liberal di Paris. Di Paris ia terus bergulat dengan gagasan Hegel dan pendukungnya, tetapi ia juga menghadapi dua kumpulanm gagasan baru – sosialisme Perancis dan ekonomi politik Inggris. Dengan cara yang unik ia menggabungkan Hegenialisme, sosialisme dan ekonomi politik yang kemudian menentukan orientasi intelektualnya. Hal yang sangat penting pulaadalah pertemuannya dengan orang yang kemudian menjadi teman seumur hidupnya, donatur, dan kolaboratornya – yakni Fredrich Engels (Cerver, 1983). Engels anak penguasa pabrik tekstil menjadi orang sosialis yang mengkritik kondisi kehidupan yang dihadapi kelas buruh.  Banyak di antara rasa kasihan Marx  terhadap kesengsaraan kelas buruh berasal dari paparannya kepada Engels dan gagasannya sendiri. Tahun 1844 Marx dan Engles mengadakan diskusi panjang di sebuah cafe terkenal di Paris dan meletakkan landasan kerja untuk bersahabat seumur hidup. Mengenai diskusi itu Engels berkata, “Kesepakatan lengkap kami dalam semua bidang teori menjadi nyata.. dan perjanjian kerja sama kami mulai sejak itu” (McLellan, 1993:131). Di tahun berikutnya Engels menerbitkan karya The Condotion of The Working Class in England. Selama periode itu Marx menerbitkan sejumlah karya yang sukar dipahami (kebanyakan belum diterbitkan semasa hidupnya) termasuk The Holly Family dan The GermanIdeology (ditulis bersama Engels) an ia pun menulis The economic and Philosophic Manuscripts of 1844 yang menandakan perhatiaanya bidang ekonomi makin meningkat.
Meski Marx dan Engels memiliki orientasi teoritis yang sama, namun ada juga perbedaan di antara mereka. Marx cenderung menjadi seorang intelektual teoritis yang kurang teratur dan sangat berorientasi kepada keluarganya. Engels adalah pemikir praktis, rapi dan pengusaha teratur dan orang yang tak percaya pada lembaga keluarga. Meski mereka berbeda, Marx dan Engels menempa kerja sama yang akrab sehingga mereka berkolaborasi dalam menulis buku dan artikel dan bekerja sama dalam organisasi radikal, dan bahkan Engels membantu membiayai Marx selama sisa hidupnya sehingga memungkinkan Marx mencurahkan perhatian pada kegiatan intelektual dan politiknya.
Meski ada asosiasi erat antara nama  Marx dan Engels, namun Engels menjelaskan bahwa ia adalah teman junior. Banyak yang percaya bahwa Engels gagal memahami berbagai seluk beluk karya Marx. Setelah Marx meninggal, Engels menjadi juru bicara utama teori Marxian dan dalam berbagai cara penyimpangan dan terlalu menyederhanakannya, meski ia tetap setia terhadap perspektif politik yang ia tempa bersama Marx.
Karena beberapa tulisannya telah mengganggu pemerintahan Prusia, pemerintah Perancis (atas permohonan Prusia) mengusir Marx tahun 1845 dan karenanya Marx pindah ke Brussel. Radikalismenya meningkat dan ia menjadi anggota aktif gerakan revolusioner internasional. Ia pun bergabung dengan Liga Komunis dan bersama Engels diminta menulisn anggaran dasar liga itu. Hasilnya adalah Manifesto Komunis 1848, sebuah karya besar yang ditandai oleh slogan-slogan politik yang termasyhur (misalnya,”Kaum buruh seluruh dunia, bersatulah!”).
Tahun 1849 ia pindah ke London dan, mengingat kegagalan revolusi politik tahun 1848, ia mulai menarik diri dari aktifitas revolusioner dan beralih ke kegiatan riset yang lebih rinci tentang peran sistem kapitalis. Studi ini akhirnya menghasilkan tiga jilid buku das kapital. Jilid pertama diterbitkan tahun 1867; kedua jilid lainnya diterbitkan sesudah ia meninggal. Selama riset dan menulis itu ia dalam kemiskinan, membiayai hidupnya secara sederhana dari honorarium tulisannya dan bantuan dana dari Engels. Tahun 1864 Marx terlibat kembali dalam kegiatan politik, bergabung dengan “The Internasional”, sebuah gerakan buruh internasional. Ia segera menonjol dalam gerakan itu dan mencurahkan perhatian selama beberapa tahun untuk gerakan itu. Ia mulai mendapat popularitas, baik sebagai pemimpin Internasional maupun sebagai penulis das Kapital. Perpecahan gerakan Internasional tahun 1876, kegagalan berbagai gerakan revolusioner dan penyakit-penyakit, akhirnya membuat Marx ambruk. Istrinya wafat tahun 1881, anak perempuannya tahun 1882, dan Marx sendiri wafat di tahun 1883.
Karl Marx dan generasinya menganggap Hegel sebagai orang terakhir dalam tradisi besar pemikiran filosofis yang mampu ”mengamankan” pengetahuan tentang manusia dan sejarah. Namun, karena beberapa hal, pemikiran Marx mampu menggantikan filsafat teoritis Hegel. Menurut Marx, hal ini terjadi karena Marx menjadikan filsafat sebagai sesuatu yang praktis; yakni menjadikannya sebagai cara berpikir (kerangka pikir) masyarakat dalam mewujudkan idealitasnya. Dengan menjadikan nalar sebagai sesuatu yang ’sosial’ dan menyejarah, skeptisisme historis akan muncul untuk merelatifkan klaim-klaim filosofis tentang norma dan nalar menjadi ragam sejarah dan budaya forma-forma kehidupan.
Dan dapat diartikan sebagai teori yang menggunakan metode reflektif dengan melakukan kritik secara terus-menerus terhadap tatanan atau institusi sosial, politik atau ekonomiyang ada. Teori kritis menolak skeptisisme dengan tetap mengaitkan antara nalar dan kehidupan sosial. Dengan demikian, teori kritis menghubungkan ilmu-ilmu sosial yang bersifat empiris dan interpretatif dengan klaim-klaim normatif tentang kebenaran, moralitas, dan keadilan yang secara tradisional merupakan bahasan filsafat. Dengan tetap memertahankan penekanan terhadap normativitas dalam tradisi filsafat, teori kritis mendasarkan cara bacanya dalam konteks jenis penelitian sosial empiris tertentu, yang digunakan untuk memahami klaim normatif itu dalam konteks kekinian.
Tujuan teori kritis adalah menghilangkan berbagai bentuk dominasi dan mendorong kebebasan, keadilan dan persamaan. Teori ini menggunakan metode reflektif dengan cara mengkritik secara terus menerus terhadap tatanan atau institusi sosial, politik atau ekonomi yang ada, yang cenderung tidak kondusif bagi pencapaian kebebasan, keadilan, dan persamaan.
Ciri khas Teori Kritis tidak lain ialah bahwa teori ini tidak sama dengan pemikiran filsafat dan sosiologi tradisional. Singkatnya, pendekatan teori ini tidak bersifat kontemplatif atau spektulatif murni. Pada titik tertentu, ia memandang dirinya sebagai pewaris ajaran Karl Marx, sebagai teori yang menjadi emansipatoris. Selain itu, tidak hanya mau menjelaskan, mempertimbangkan, merefleksikan dan menata realitas sosial tapi juga bahwa teori tersebut mau mengubah.
Pada dasarnya, esensi Teori Kritis adalah konstruktivisme, yaitu memahami keberadaan struktur-stuktur sosial dan politik sebagai bagian atau produk dari intersubyektivitas dan pengetahuan secara alamiah memiliki karakter politis, terkait dengan kehidupan sosial dan politik.
`Marxisme dianggap sebagai dasar pemikiran dari semua teori-teori yang ada dalam tradisi kritis. Marxiesme berasal dari pemikiran Karl Marx, seorang ahli filsafat, sosiologi dan ekonomi dan Friedrich Engels, sahabatna. Marxisme beranggapan bahwa sarana produksi dalam masyarakat bersifat terbatas. Ekonomi adalah basis seuruh kehidupan sosial. Saat ini, kehidupan sosial dikuasai oleh kelompok kapitalis, atau sistem ekonomi yang ada saat ini adalah sistem ekonomi kapitalis.
Dalam masyarakat yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis, profit merupakan faktor yang mendorong proses produksi, dan menekan buruh atau kelas pekerja. Hanya dengan perlawanan terhadap kelas dominan (pemilik kapital) dan menguasai alat-alat produksi, kaum pekerja dapat memperoleh kebebasan. Teori Marxist klasik ini dinamakan ’The Critique of Political Economy’ (kritik terhadap Ekonomi Politik).
Marx ingin membangun suatu filsafat praxis yang benar-benar dapat menghasilkan kesadran untuk merubah realitas, pada saat Marx hidup, yakni masyarakat kapitalis berkelas dan bercirikan penghisapan. Teori Marx meletakkan filsafat dalam konteks yang historis, sosiologis dan ekonomis. Teori Marx bukan sekedar analisa terhadap masyarakat. Teori Marx tidak bicara eonomi semata tetapi ”usahanya untuk membuka pembebasan manusia dari penindasan kekuatan-kekutan ekonomis”.
Menurut Marx, dalam sistem ekonomi kapitalis yang mengutamakan profit, masing-masing kapitalis beruang mati-matian untuk mengeruk untuk sebanyak mungkin. Jalan paling langsung untuk mencapai sasaran itu adalah dengan penghisapan kerja kaum pekerja. Namun kaum pekerja lama-lama memiliki kesadaran kelas dan melawan kaum kapitalis.
Yang akan terjadi menurut ramalan Marx adalah penghisapan ekonomi dengan cara penciptaan kebutuhan-kebutuhan artifisial (palsu) lewat kepandaian teknologi kaum kapitalis. Oleh karena itu kaum kapitalis monopolis ditandai dengan kemajuan teknologi yang luar biasa. Dengan difasilitasi teknologi, tidak lagi terjadi penghisapan pekerja oleh majikan di sebuah perusahaan, tetapi penghisapan ekonomi ”si miskin” oleh ”si kaya” di luar jam kerja, di luar institusi ekonomi. Kapitalisme dapat menimbun untung karena nilai yang diberikan oleh tenaga kerja secara gratis, di luar waktu yang sebenarnya diperlukan untuk memproduksi suatu pekerjaan, Inilah salah satu kritik ekonomi politik kapitalisme Marx.

TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL
Teori Strukturan Fungsional adalah sebuah sudut pandang luas dalam sosiologi dan antropologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian-bagian yang saling berhubungan. Fungsionalisme menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari elemen-elemen konstituennya, terutama norma, adat, tradisi, dan institusi. Saebuah analogi umum yang di populerkan Herbert Spencer menampilkan bagian-bagian masyarakat ini sebagai “organ” yang bekerja demi berfungsinya seluruh “badan” secara wajar. Dalam arti paling mendasar, istilah ini menekankan “upaya untuk menghubungkan, sebisa mungkin, dengan setiap fitur, adat, atau praktik, dampaknya terhadap berfungsinya suatu sistem yang stabil kohesif.”
            TOKOHnya..
Talcott Parsons
Talcott Parsons  dilahirkan di Colorado Springs pada tahun 1902. Ia  berasal dari latar belakang religius dan intelektual. Ayahnya seorang pendeta, Profesor dan akhirnya menjadi rektor sebuah perguruan tinggi kecil. Pada 1920 Ia masuk ke Amherst College. Setelah itu, ia  melanjutkan  studi pascasarjana di London School of Economics tahun 1924. Pada tahun 1925, Parsons pindah ke Heidelberg, Jerman. Max Weber lama berkarier di Heidelberg dan meski ia telah meninggal 5 tahun sebelum kedatangan Parsons, pengaruh Weber tetap bertahan dan jandanya meneruskan pertemuan-pertemuan di rumahnya, yang juga diikuti oleh Parsons. Parsons sangat dipengaruhi oleh karya Weber dan akhirnya menulis disertasinya di Heidelberg, yang sebagian menjelaskan karya Weber.Pada tahun 1927, ia menjadi instruktur dalam ekonomi di Amherst. Sejak tahun 1927 hingga wafat pada tahun 1979 ia berprofesi sebagai pengajar di Harvard, Amerika Serikat. Pada 1937, ia mempublikasikan sebuah buku yang menjadi dasar bagi teori-teorinya, yaitu buku “The Structure of  Social Action”. Pada tahun 1951, ia menjadi tokoh dominant sosiologi Amerika seiring dengan terbitnya buku karyanya “The Social System”. Pada akhir 1960-an, Parsons mendapat serangan oleh sayap radikal sosiologi Amerika karena ia dipandang konservatif (dalam sikap politiknya maupun teori-teorinya). Selain itu teori-teorinya juga dipandang hanya sebagai skema kategorisasi panjang-lebar.
Sebagai seorang sosiolog kontemporer dari Amerika yang menggunakan pendekatan fungsional dalam melihat masyarakat, baik yang menyangkut fungsi dan prosesnya. Pendekatannya selain diwarnai oleh adanya keteraturan masyarakat yang ada di Amerika juga dipengaruhi oleh pemikiran Auguste Comte, Emile Durkheim, Vilfredo Pareto dan Max Weber. Hal tersebut di ataslah yang menyebabkan Teori Fungsionalisme Talcott Parsons bersifat kompleks.  
Teori Fungsionalisme Struktural yang mempunyai latar belakang kelahiran dengan mengasumsikan adanya kesamaan antara kehidupan organisme biologis dengan struktur sosial dan berpandangan tentang adanya keteraturan dan keseimbangan dalam masyarakat tersebut dikembangkan dan dipopulerkan oleh Talcott Parsons. Tindakan Sosial dan Orientasi Subjektif Teori Fungsionalisme Struktural yang dibangun Talcott Parsons dan dipengaruhi oleh para sosiolog Eropa menyebabkan teorinya itu bersifat empiris, positivistis dan ideal. Pandangannya tentang tindakan manusia itu bersifat voluntaristik, artinya karena tindakan itu didasarkan pada dorongan kemauan, dengan mengindahkan nilai, ide dan norma yang disepakati.  Tindakan individu manusia memiliki kebebasan untuk memilih sarana (alat) dan tujuan yang akan dicapai itu dipengaruhi oleh lingkungan atau kondisi-kondisi, dan apa yang dipilih tersebut dikendalikan oleh nilai dan norma.
Prinsip-prinsip pemikiran Talcott Parsons, yaitu bahwa tindakan individu manusia itu diarahkan pada tujuan.  Di samping itu, tindakan itu terjadi pada suatu kondisi yang unsurnya sudah pasti, sedang unsur-unsur lainnya digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Selain itu, secara normatif tindakan tersebut diatur berkenaan dengan penentuan alat dan tujuan.  Atau dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa tindakan itu dipandang sebagai kenyataan sosial yang terkecil dan mendasar, yang unsur-unsurnya berupa alat, tujuan, situasi, dan norma.
Dengan demikian, dalam tindakan tersebut dapat digambarkan yaitu individu sebagai pelaku dengan alat yang ada akan mencapai tujuan dengan berbagai macam cara, yang juga individu itu dipengaruhi oleh kondisi yang dapat membantu dalam memilih tujuan yang akan dicapai, dengan bimbingan nilai dan ide serta norma. Perlu diketahui bahwa selain hal-hal tersebut di atas, tindakan individu manusia itu juga ditentukan oleh orientasi subjektifnya, yaitu berupa orientasi motivasional dan orientasi nilai. Perlu diketahui pula bahwa tindakan individu tersebut dalam realisasinya dapat berbagai macam karena adanya unsur-unsur sebagaimana dikemukakan di atas. Analisis Teori Fungsionalisme Struktural beranggapan bahwa masyarakat itu merupakan sistem yang secara fungsional terintegrasi ke dalam bentuk keseimbangan. Menurut Talcott Parsons dinyatakan bahwa yang menjadi persyaratan fungsional dalam sistem di masyarakat dapat dianalisis, baik yang menyangkut struktur maupun tindakan sosial, adalah berupa perwujudan nilai dan penyesuaian dengan lingkungan yang menuntut suatu konsekuensi adanya persyaratan fungsional.
Talcott Parsons melahirkan teori fungsional tentang perubahan. Dalam teorinya, Parsons menganalogikan perubahan sosial pada masyarakat seperti halnya pertumbuhan pada mahkluk hidup.  Komponen utama pemikiran Parsons adalah adanya proses diferensiasi. Parsons berpendapat bahwa setiap masyarakat tersusun dari sekumpulan subsistem yang berbeda berdasarkan strukturnya maupun berdasarkan makna fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas. Ketika masyarakat berubah, umumnya masyarakat tersebut akan tumbuh dengan kemampuan yang lebih baik untuk menanggulangi permasalahan hidupnya. Dapat dikatakan Parsons termasuk dalam golongan yang memandang optimis sebuah proses perubahan.
Asumsi dasar dari Teori Fungsionalisme Struktural, yaitu bahwa masyarakat menjadi suatu kesatuan atas dasar kesepakatan dari para anggotanya terhadap nilai-nilai tertentu yang mampu mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Dengan demikian masyarakat adalah merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan dan saling memiliki ketergantungan.
Teori Fungsionalisme Struktural Parsons mengungkapkan suatu keyakinan yang optimis terhadap perubahan dan kelangsungan suatu sistem. Akan tetapi optimisme Parson itu dipengaruhi oleh keberhasilan Amerika dalam Perang Dunia II dan kembalinya masa kejayaan setelah depresi yang parah itu. Bagi mereka yang hidup dalam sistem yang kelihatannya mencemaskan dan kemudian diikuti oleh pergantian dan perkembangan lebih lanjut maka optimisme teori Parsons dianggap benar. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Gouldner (1970: 142): ”untuk melihat masyarakat sebagai sebuah firma, yang dengan jelas memiliki batas-batas srukturalnya, seperti yang dilakukan oleh teori baru Parsons, adalah tidak bertentangan dengan pengalaman kolektif, dengan realitas personal kehidupan sehari-hari yang sama-sama kita miliki”.
Teori struktural fungsional mengansumsikan bahwa masyarakat merupakan sebuah sistem yang terdiri dari berbagai bagian atau subsistem yang saling berhubungan. Bagian-bagian tersebut berfungsi dalam segala kegiatan yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup dari sistem. Fokus utama dari berbagai pemikir teori fungsionalisme adalah untuk mendefinisikan kegiatan yang dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup sistem sosial. Terdapat beberapa bagian dari sistem sosial yang perlu dijadikan fokus perhatian, antara lain ; faktor individu, proses sosialisasi, sistem ekonomi, pembagian kerja dan nilai atau norma yang berlaku.
Pemikir fungsionalis menegaskan bahwa perubahan diawali oleh tekanan-tekanan kemudian terjadi integrasi dan berakhir pada titik keseimbangan yang selalu berlangsung tidak sempurna. Artinya teori ini melihat adanya ketidakseimbangan yang abadi yang akan berlangsung seperti sebuah siklus untuk mewujudkan keseimbangan baru.
 Variabel yang menjadi perhatian teori ini adalah struktur sosial serta berbagai dinamikanya. Penyebab perubahan dapat berasal dari dalam maupun dari luar sistem sosial.
Gagasan-gagasan inti dari fungsionalisme ialah perspektif holistis (bersifat menyeluruh), yaitu sumbangan-sumbangan yang diberikan oleh bagian-bagian demi tercapainya tujuan-tujuan dari keseluruhan, kontinuitas dan keselarasan dan tata berlandaskan konsensus mengenai nilai-nilai  fundamental.
Teori fungsional ini menganut faham positivisme, yaitu suatu ajaran yang menyatakan bahwa spesialisasi harus diganti dengan pengujian pengalaman secara sistematis, sehingga dalam melakukan  kajian haruslah mengikuti aturan ilmu pengetahuan alam. Dengan demikian, fenomena tidak didekati secara kategoris, berdasarkan tujuan membangun ilmu dan bukan untuk tujuan praktis. Analisis teori fungsional bertujuan menemukan hukum-hukum universal (generalisasi) dan bukan mencari keunikan-keunikan (partikularitas). Dengan demikian, teori fungsional berhadapan dengan cakupan populasi yang amat luas, sehingga tidak mungkin mengambilnya secara keseluruhan  sebagai sumber data. Sebagai jalan keluarnya, agar dapat mengkaji realitas universal tersebut maka diperlukan representasi dengan cara melakukan penarikan sejumlah sampel yang mewakili. Dengan kata lain, keterwakilan (representatifitas) menjadi sangat penting.Walaupun fungsionalisme struktural memiliki banyak pemuka yang tidak selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan tetapi paham ini benar-benar berpendapat bahwa sosiologi adalah merupakan suatu kajian  tentang struktur-struktur sosial sebagai suatu unit-unit yang terbentuk atas bagian-bagian yang saling terkait.
Dalam teori struktural fungsional Parsons ini, terdapat empat fungsi untuk semua sistem tindakan. Suatu fungsi adalah kumpulan hal yang ditujukan pada pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Secara sederhana, fungsionalisme struktural adalah sebuah teori yang pemahamannya tentang masyarakat didasarkan pada model sistem organik dalam ilmu biologi. Artinya, fungsionalisme melihat masyarakat sebagai sebuah sistem dari beberapa bagian yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Satu bagian tidak bisa dipahami terpisah dari keseluruhan. Dengan demikian, dalam perspektif fungsionalisme ada beberapa persyaratan atau kebutuhan fungsional yang harus dipenuhi agar sebuah sistem sosial bisa bertahan. Parsons kemudian mengembangkan apa yang dikenal sebagai imperatif-imperatif fungsional agar sebuah sistem bisa bertahan. Imperatif-imperatif tersebut adalah Adaptasi, Pencapaian Tujuan, Integrasi, dan Latensi atau yang biasa disingkat AGIL (Adaptation, Goal attainment, Integration, Latency).
David Emile Durkheim 
Emile Durkheim lahir di Epinal, Perancis 15 April 1858. Ia keturunan pendeta Yahudi dan ia sendiri belajar untuk menjadi pendeta (rabbi). Tetapi, ketika berumur 10 tahun ia menolak menjadi pendeta. Sejak itu perhatiannya terhadap agama lebih bersifat akademis ketimbang teologis (Mestrovic, 1988). Ia bukan hanya kecewa terhadap pendidikan agama, tetapi juga pendidikan masalah kesusastraan dan estetika. Ia juga mendalami metodologi ilmiah dan prinsip moral yang diperlukan untuk menuntun kehidupan sosial. Ia menolak karir tradisional dalam filsafat dan berupaya mendapatkan pendidikan ilmiah yang dapat disumbangkan untuk pedoman moral masyarakat. Meski kita tertarik pada sosiologi ilmiah tetapi waktu itu belum ada bidang studi sosiologi sehingga antara 1882-1887 ia mengajar filsafat di sejumlah sekolah di Paris.
Hasratnya terhadap ilmu makin besar ketika dalam perjalanannya ke Jerman ia berkenalan dengan psikologi ilmiah yang dirintis oleh Wilhelm Wundt (Durkheim, 1887/1993). Beberapa tahun sesudah kunjungannya ke Jerman, Durkheim menerbitkan sejumlah buku diantaranya adalah tentang pengalamannya selama di Jerman (R. Jones, 1994). Penerbitan buku itu membantu Durkheim mendapatkan jabatan di Jurusan Filsafat Universitas Bordeaux tahun 1887. DI sinilah Durkheim pertama kali memberikan kuliah ilmu sosial di Universitas Perancis. Ini adalah sebuah prestasi istimewa karena hanya berjarak satu dekade sebelumnya kehebohan meledak di Universitas Perancis karena nama Auguste Comte muncul dalam disertasi seorang mahasiswa. Tanggung jawab utama Durkheim adalah mengajarkan pedagogik di sekolah pengajar dan kuliahnya yang terpenting adalah di bidang pendidikan moral. Tujuan instruksional umum mata kuliahnya adalah akan diteruskan kepada anak-anak muda dalam rangka membantu menanggulangi kemerosotan moral yang dilihatnya terjadi di tengah masyarakat Perancis.
Tahun-tahun berikutnya ditandai oleh serentetan kesuksesan pribadi. Tahun 1893 ia menerbitkan tesis doktornya, The Devision of Labor in Society dalam bahasa Perancis dan tesisnya tentang Montesquieu dalam bahasa Latin (W. Miller, 1993). Buku metodologi utamanya, The Rules of Sociological Method, terbit tahun 1895 diikuti (tahun 1897) oleh hasil penelitian empiris bukunya itu dalam studi tentang bunuh diri. Sekitar tahun 1896 ia menjadi profesor penuh di Universitas Bordeaux. Tahun 1902 ia mendapat kehormatan mengajar di Universitas di Perancis yang terkenal, Sorbonne, dan tahun 1906 ia menjadi profesor ilmu sangat terkenal lainnya, The Elementary Forins of Religious Life, diterbitkan pada tahun 1912.
Kini Durkheim sering dianggap menganut pemikiran politik konservatif dan pengaruhnya dalam kajian sosiologi jelas bersifat konservatif pula. Tetapi dimasa hidupnya ia dianggap berpikiran liberal dan ini ditunjukkan oleh peran publik aktif yang dimainkannya dalam membela Alfred Drewfus, seorang kapten tentara Yahudi yang dijatuhi hukuman mati karena penghianatan yang oleh banyak orang dirasakan bermotif anti-yahudi (Farrel, 1997).
Durkheim merasa sangat terluka oleh kasus Dreyfus itu, terutama oleh pandangan anti-Yahudi yang melatarbelakangi pengadilannya. Namun Durkheim tidak mengaitkan pandangan anti-Yahudi ini dengan rasialisme di kalangan rakyat Perancis. Secara luas ia melihatnya sebagai gejala penyakit moral yang dihadapi masyarakat Perancis sebagai keseluruhan (Bimbaum dan Todd, 1995). Ia berkata :
Bila masyarakat mengalami penderitaan maka perlu menemukan seorang yang dapat dianggap bertanggung jawab atas penderitaannya itu. Orang yang dapat dijadikan sebagai sasaran pembalasan dendam atas kemalangannya itu, dan orang yang menentang pendapat umum yang diskriminatif, biasanya ditunjuk sebagai kambing hitam yang akan dijadikan korban. Yang meyakinkan saya dalam penafsiran ini adalah cara-cara masyarakat menyambut hasil pengadilan Dreyfus 1894. keriangan meluap di jalan raya.  Rakyat merayakan kemenangan atas apa yang telah dianggap sebagai penyebab penderitaan umum. Sekurang-kurangnya mereka tahu siapa yang harus disalahkan atas kesulitan ekonomi dan kebejatan moral yang terjadi dalam masyarakat mereka; kesusahan itu berasal dari Yahudi. Melalui fakta ini juga segala sesuatu telah dilihat menjadi bertambah baik dan rakyat merasa terhibur (Lukes, 1972:345).
Perhatian Durkheim terhadap perkara Dreyfus berasal dari perhatiannya yang mendalam seumur hidupnya terhadap moralitas modern. Menurut Durkheim, jawaban atas perkara Dreyfus dan krisis moral seperti itu terletak di akhir kekacauan moral dalam masyarakat. Karena perbaikan moral itu tak dapat dilakukan secara cepat dan mudah, Durkheim menyarankan tindakan yang lebih khusus, seperti menindak tegas orang yang mengorbankan rasa benci terhadap orang lain dan pemerintah harus berupaya menunjukkan kepada publik bahwa menyebarkan rasa kebendaan itu adalah perbuatan menyesatkan dan terkutuk. Ia mendesak rakyat agar “mempunyai keberanian untuk secara lantang menyatakan apa yang mereka pikirkan dan bersatu untuk mencapai kemenangan dalam perjuangan menentang kegilaan publik (Lukas, 1972:347).
Tetapi minat Durkheim terhadap sosialisme juga dijadikan bukti bahwa ia menentang pemikiran yang menganggapnya seorang konservatif, meski jenis pemikiran sosialismenya sangat berbeda dengan pemikiran Marx dan pengikutnya. Durkheim sebenarnya menamakan Marxisme sebagai “seperangkat hipotesis yang dapat dibantah dan ketinggalan zaman” (Lukes, 1972:323). Menurut Durkheim, sosialisme mencerminkan gerakan yang diarahkan pada pembaharuan moral masyarakat melalui moralitas ilmiah dan ia tak tertarik pada metode politik jangka pendek atau pada aspek ekonomi dari sosialisme. Ia tak melihat proletariat sebagai penyelamat masyarakat dan ia sangat menentang agitasi atau tindak kekerasan. Menurut Durkheim, sosialisme mencerminkan sebuah sistem dimana didalamnya prinsip moral ditemukan melalui studi sosiologi ilmiah di tempat prinsip moral itu diterapkan.Durkheim berpengaruh besar dalam pembangunan sosiologi, tetapi pengaruhnya tak hanya terbatas di bidang sosiologi saja. Sebagian besar pengaruhnya terhadap bidang lain tersalur melalui jurnal L’annee Sociologique yang didirikannya tahun 1898. Sebuah lingkaran intelektual muncul sekeliling jurnal itu dan Durkheim berada dipusatnya. Melalui jurnal itu, Durkheim dan gagasannya mempengaruhi berbagai bidang seperti antropologi, sejarah, bahasa dan psikologi yang agak ironis, mengingat serangannya terhadap bidang psikologi.
Durkheim meninggal pada 15 November 1917 sebagai seorang tokoh intelektual Perancis tersohor. Tetapi, karya Durkheim mulai memengaruhi sosiologi Amerika dua puluh tahun sesudah kematiannya, yakni setelah terbitnya The Structure of Social Action (1973) karya Talcott Parsons.
Lahirnya fungsionalisme struktural sebagai suatu perspektif yang ”berbeda” ‎dalam sosiologi memperoleh dorongan yang sangat besar lewat karya-karya klasik ‎seorang ahli sosiologi Perancis, yaitu Emile Durkheim. Masyarakat modern dilihat ‎oleh Durkheim sebagai keseluruhan organis yang memiliki realitas tersendiri. ‎Keseluruhan tersebut memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu ‎yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam ‎keadaan normal, tetap langgeng. Bila mana kebutuhan tertentu tadi tidak dipenuhi ‎maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat ”patologis”. Sebagai contoh ‎dalam masyarakat modern fungsi ekonomi merupakan kebutuhan yang harus ‎dipenuhi. Bilamana kehidupan ekonomi mengalami suatu fluktuasi yang keras, maka ‎bagian ini akan mempengaruhi bagian yang lain dari sistem itu dan akhirnya sistem ‎sebagai keseluruhan. Suatu depresi yang parah dapat menghancurkan sistem politik, ‎mengubah sistem keluarga dan menyebabkan perubahan dalam struktur keagamaan. ‎Pukulan yang demikian terhadap sistem dilihat sebagai suatu keadaan patologis, yang ‎pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya sehingga keadaan normal kembali ‎dapat dipertahankan. Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan normal ‎sebagai equilibrium, atau sebagai suatu sistem yang seimbang, sedang keadaan ‎patologis menunjuk pada ketidakseimbangan atau perubahan sosial.‎
Menurut Emile Durkheim Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup.  Sama halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan structural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar