TEORI
SIKLUS
Secara umum Teori Siklus
adalah teori perubahan sosial yang merupakan proses seperti gelombang naik
turun. Perubahan sosial dengan model siklus memandang perkembangan secara
pesimis. Perubahan bersifat siklus yang selalu berulang seperti perkembangan
makhluk hidup, mulai dari lahir, anak-anak, remaja, dewasa, hingga kematian.
Berikut adalah asumsi-asumsi dari beberapa tokoh yang membahas mengenai teori
siklus
TOKOHnya..
Ibnu Khaldun
Ibnu
Khaldun lahir di Tunisia, afrika Utara 27 Mei 1332 (Faghirzadeh, 1982), lahir
dari keluarga terpelajar, Ibnu Kahldun di masukkan ke sekolah al-Qur’an,
kemudian mempelajari matematika dan sejarah. Semasa hidupnya ia membantu
berbagai Sultan di Tunisia, Maroko, Spayol dan Aljazair sebagai duta besar, bendaharawan dan anggota dewan penasihat
Sultan. Ia pun pernah di penjarakan selama 2 tahun di Maroko karena
keyakinannya bahwa penguasa negara bukanlah pemimpin yang mendapatkan kekuasaan
dari Tuhan. Setelah kurang lebih dua dekade aktif di bidang politik. Ibnu Khaldun
kembali ke Afrika Utara. Di situ ia melakukan studi dan menulis secara intensif
selama 5 tahun itu meningkat kemasyhurannya dan menyebabkan ia diangkat menjadi
guru di pusat studi Islam Universitas Al-Azhar di Kairo
Menurut Ibnu Khaldun perubahan sosial selalu dialami oleh
setiap masyarakat. pada dasarnya masyarakat tidak dapat dipisahkan dengan
perubahan sosial dan kebudayaan. Perubahan sosial meliputi semua segi kehidupan
masyarakat, yaitu perubahan cara berpikir dan interaksi sesama warga menjadi semakin
rasional; perubahan dalam sikap dan orientasi kehidupan ekonomi menjadi makin
komersial; perubahan tata cara kerja sehari-hari yang makin ditandai dengan
pembagian kerja pada spesialisasi kegiatan yang makin tajam; Perubahan dalam
kelembagaan dan kepemimpinan masyarakat yang makin demokratis; perubahan dalam
tata cara dan alat-alat kegiatan yang makin modern dan efisien, dan
lain-lainnya. Dengan begitu banyak ahli yang memaparkan tentang perubahan
social dan kebudayaan, kami akan menerangkan teori berfikir Ibn khaldun
mengenai perubahan sosial dan budaya. Dalam mengajar tentang masyarakat dan
sosiologi, Ibnu Khaldun menekankan pentingnya menghubungkan pemikiran sosiologi
dan observasi sejarah. Ibnu Khaldun telah menghasilkan sekumulan karya yang mengandung
berbagai pemikiran yang mirip dengan
sosiologi zaman sekarang. Ia melakukan studi ilmiah tentang masyarakat, riset
empiris, dan meneliti sebab-sebab fenomena sosial. Ia memusatkan perhatian pada
berbagai lembaga sosial (misalnya lembaga politik dan ekonomi ) dan hubungan
antara lembaga sosial itu.
Ia
juga tertarik untuk melakukan studi perbandingan antara masyarakat primitif dan
masyarakat modern. Ibnu Khaldun tak berpengaruh secara dramatis terhadap
sosiologi klasik, tetapi setelah sarjana pada umumnya dan sarjana Muslim
khususnya meneliti ulang karyanya, ia mulai diakui sebagai sejarawan yang
mempunyai signifikasi histori
Ibnu
Khaldun merupakan sejarawan dan filosuf sosial islam tunisia, Ibnu Khaldun
(1332-1406) sudah merumuskan sebuah model tentang suku bangsa nomaden yang
keras dan masyarakat-masyarakat halus bertipe menetap dalam suatu hubungan yang
kontras Karya Ibnu Khaldun tersebut dituangkan dalam bukunya yang berjudul
Al-Muqaddimah tentang sejarah dunia dan sosial budaya yang di pandang sebagai
karya besar di bidang tersebut. Dari kajian tentang watak masyarakat manusia , Khaldun menyimpulkan
bahwa kehidupan nomaden lebih dahulu ada dibanding kehidupan kota dan
masing-masing kehidupan ini memiliki karakteristik tersendiri. Menurut
pengamatannya, politik tidak akan timbul terkecuali dengan penaklukan, dan
penaklukan tidak akan terealisasi kecuali dengan solidaritas.
Lebih
jauh lagi, ia mengemukakan bahwa kelompok yang terkalahkan selalu senang
mengekor ke kelompok yng menang , baik dalam slogan, pakaian, kendaraan dan
tradisinya. Selain itu, salah satu watak seorang raja adalah sikapnya yang
semuanya mewarnai sebuah negara maka negara itu akan masuk dalam masa senja.
Dengan demikian, kebudayaan itu adalah tujuan masyarakat manusi dan akhir usia
senja.
Pendapat
Khaldun tentang watak-watak masyarakat manusia dijadikannya sebagai landasan
konsepsinya bahwa kebudayaan dalam berbagai bangsa berkembng melalui empat
fase, yaitu fase primitif atau nomaden fase urbanisasi, fase kemewahan, dan
fase kemunduran yang mengatarkan kehancuran. Kemudian keempat perkembangan ini
oleh Khaldun sering disebut dengan fase pembangunan, pemberi gambar gebira,
penurut, dan penghancur.
Oswald Spengler
lahir di
Blankenburg-am-Harz pada 29 Mei 1880; meninggal di Munich pada 8 Mei 1936
adalah filsuf sejarah dan politik Jerman.
Dalam dua jilid karya utama Splenger, Der Untergang des Abendlandes
(pada tahun 1918 dan 1922) (Diterjemahkan dalam bahasa Inggris pada tahun
1926-1928: The Decline of the West), Splenger berpendapat bahwa kunci sejarah ialah hukum masyarakat dan peradaban yang
timbul dan tenggelam dalam siklus berulang. Ia memakai pendekatan lebih
spekulatif dan kecerdasan wawasan daripada metode sejarah. Menurutnya, pada
eranya, peradaban ‘Barat
sedang mengalami kemunduran (surut). Atas dasar teori tersebut, ia menyimpulkan
bahwa akan ada perjuangan manusia di seluruh dunia. Sebagai sistem usulan,
Splenger menolak sistem pemerintahan demokrasi dan liberalisme, dan menyetujui sistem pemerintahan dan politik kekuatan. Ia berpengaruh luas pada massa
rakyat Jerman,
tetapi tidak di kalangan sejarawan dan ahli filsafat, dan dalam batas waktu
tertentu telah membuka jalan bagi kebangkitan Hilter.
Awalnya
menurut Oswald Spengler untuk menjadi Konservatif dan Liberal, itu direncanakan
sebagai sebuah eksposisi dan penjelasan tentang tren saat itu di Eropa – yang
mempercepat perlombaan senjata, Entente "pengepungan" di Jerman,
sebuah suksesi krisis internasional, meningkatkan polaritas dari bangsa-bangsa
– danmana mereka memimpin. Namun pada akhir 1911 ia tiba-tiba tersentak oleh
gagasan bahwa peristiwa hari hanya dapat ditafsirkan dalam "global"
dan "total-budaya" istilah. Dia melihat Eropa sebagai berbaris pergi untuk
bunuh diri, langkah pertama menuju kematian terakhir budaya Eropa di dunia dan
dalam sejarah.
Perang
Besar 1914-1918 hanya membenarkan dalam pikirannya keabsahan tesis yang sudah
dikembangkan. Pekerjaan yang direncanakannya terus meningkat dalam lingkup yang
jauh melampaui batas aslinya. Pada tahun 1922 Spengler mengeluarkan edisi
revisi jilid pertama yang berisi koreksi kecil dan revisi, dan tahun setelah
melihat penampilan jilid kedua, dia kemudian puas dengan pekerjaan, dan semua
tulisan-tulisan dan pernyataan-pernyataan. Dengan memnanfaatkan pendekatan
physiogmatic, Spengler yakin akan kemampuannya untuk memecahkan teka-teki
sejarah.
Oswald Spengler berpandangan bahwa setiap
peradaban besar mengalami proses kelahiran, pertumbuhan dan keruntuhan. Proses
perputaran itu memakan waktu sekitar seribu tahun.Karya Oswald Spengler yang
berpengaruh adalah Der Untergang des Abendlandes (Decline of the West) atau
Keruntuhan Dunia Barat/Eropa. Spengler meramalkan keruntuhan Eropa. Ramalan itu
didasarkan atas keyakinan bahwa gerak sejarah ditentukan oleh hukum alam. Dalil
Spengler ialah bahwa kehidupan sebuah kebudayaan dalam segalanya sama dengan
kehidupan tumbuhan, hewan, manusia dan alam semesta. Persamaan itu berdasarkan
kehidupan yang dikuasai oleh hukum siklus sebagai wujud dari fatum. Fatum
adalah hukum alam yang menjadi dasar segala hukum cosmos, setiap kejadian,
setiap peristiwa akan terjadi lagi, terulang lagi.
Setiap Budaya rentang kehidupan-dapat dilihat
dari 100 SM hingga 900 M. Namun, jarak ini adalah ideal, dalam arti bahwa
seorang laki-laki masa hidup yang ideal adalah 70 tahun, meskipun ia mungkin
tidak pernah mencapai usia itu, atau mungkin hidup dengan baik di baliknya.
Kematian seorang Budaya mungkin pada kenyataannya akan dimainkan selama ratusan
tahun, atau mungkin terjadi seketika karena kekuatan luar – yang tiba-tiba
berakhir seperti Budaya Meksiko.
Walaupun
setiap kebudayaan memiliki Jiwa yang unik dan pada dasarnya khusus dan
terpisah, perkembangan siklus kehidupan ini paralel dengan semua dari mereka:
Untuk setiap fase dari siklus dalam suatu Budaya, dan untuk semua
peristiwa-peristiwa besar yang mempengaruhi para Tentu saja, ada rekan dalam
sejarah setiap budaya lain. Dengan demikian, Napoleon, yang mengantar dalam
fase peradaban Barat, menemukan rekannya di Alexander dari Makedonia, yang
melakukan hal yang sama untuk klasik. Oleh karena itu
"contemporaneousness" dari semua budaya tinggi.
Teori Konflik
Secara umum teori
konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosiak tidak terjadi
memlalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi
akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan
kondisi semula.
TOKOHnya..
Ralf Dahrendolf
Ralf Dahrendorf Lahir di Hamburg
Jerman, pada tanggal 1 Mei 1929, Ralf Dahrendorf dibesarkan di Berlin. Ayahnya
adalah politisi Demokrat Sosial, Gustav Dahrendorf. Seperti ayahnya, Ralf
Dahrendorf adalah penentang aktif rezim Nazi dan meskipun masih anak sekolah,
dia ditangkap dan ditahan di sebuah kamp di Frankfurt-an-der-Oder selama tahun
terakhir Perang Dunia II. Dahrendorf kemudian berkomentar bahwa ia telah
mengalami perasaan pembebasan dua kali dalam hidupnya: sekali ketika Tentara
Merah membebaskan Berlin dan lagi ketika ia dan ayahnya diselundupkan keluar
dari kota itu oleh Inggris.
Setelah perang mulai Dahrendorf terkenal sebagai seorang
filsuf dan sosiolog. Dia membaca klasik dan filsafat di Universitas Hamburg,
memperoleh gelar doktor pada tahun 1952, sebelum melakukan studi pascasarjana
di bidang sosiologi di London School of Economics antara 1952 dan 1954,
memperoleh gelar doktor kedua pada tahun 1956. Kembali ke Jerman, ia menjadi
Profesor Sosiologi di Universitas Hamburg pada tahun 1958, dan kursi kemudian
diadakan di Universitas Tbingen (1960-1965) dan di University of Konstanz
(1966-1969), yang telah Wakil Ketua pendiri Komite (1964-1966).
Karir politik Dahrendorf dimulai di Jerman pada tahun
1968, ketika ia terpilih sebagai anggota Demokrat Bebas dari Baden-Wrttemberg
Landtag (gedung parlemen negara bagian). Tahun selanjutnya dia dipilih untuk
Bundestag, dan menjadi anggota dari Partai Demokrat Bebas pemerintah Willy
Brandt koalisi Sosial Demokrat sebagai menteri kantor junior asing yang bergerak
dalam urusan Eropa di bawah Menteri Luar Negeri Walter Scheel. Pada tahun 1970,
Dahrendorf meninggalkan politik dalam negeri untuk menjadi anggota dari Komisi
Eropa. Awalnya bertanggung jawab untuk perdagangan luar negeri dan hubungan
eksternal, ia mengambil penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan portofolio
pada tahun 1973.
Setelah periode sebagai Komisaris Eropa, karir Dahrendorf
adalah terutama akademis dan intelektual, dan bergeser dari Jerman ke Inggris.
Dia adalah Direktur London School of Economics antara tahun 1974 dan 1984 (dan
memang menulis sejarah Sekolah untuk menandai seratus di tahun 1995). Setelah
periode singkat di Jerman, ia kembali ke Inggris pada tahun 1987, kali ini
sebagai Warden College St Antonius, Oxford, posisi yang dipegangnya sampai
pensiun pada tahun 1997.
Meskipun komitmen akademis, Dahrendorf sangat aktif dalam
kehidupan publik di Inggris , melayani antara lain pada Komisi Masyarakat
Hansard tentang Reformasi Pemilu (1975-76), Komisi Royal Pelayanan Hukum
(1976-79) dan Komite untuk Meninjau Fungsi Lembaga Keuangan (1977-1980).
Diberikan gelar kebangsawanan pada tahun 1982, Dahrendorf mengambil
kewarganegaraan Inggris pada tahun 1988, dan pada tahun 1993 diciptakan rekan
hidup, gaya Baron Dahrendorf Pasar Clare di Kota Westminster. Meskipun ia
sebelumnya tidak pernah aktif dalam partai politik Inggris baru Lord Dahrendorf
memilih untuk mengambil cambuk Demokrat Liberal di House of Lords.
Setelah anggota DPR, Dahrendorf segera memainkan peran
aktif dalam politik Liberal Inggris. Pada tahun 1995 ia memimpin Komisi
Penciptaan Kekayaan dan Kohesi Sosial, badan independen yang dibentuk oleh
pemimpin Demokrat Liberal Paddy Ashdown (qv). Memang, salah satu hal yang ia
berharap untuk melakukan pensiun dari St Antony adalah untuk menjadi lebih
aktif dalam House of Lords, di mana ia menjadi anggota Komite Pilih pada
Kekuasaan didelegasikan dan Deregulasi dan di tahun yang sama terkooptasi ke
Select Committee on Masyarakat Eropa, Sub-Komisi A (bidang ekonomi dan
keuangan, perdagangan dan hubungan eksternal), serta menjadi anggota dari Grup
London All-Party.Dahrendorf berhasil Baroness Seear (qv) sebagai Presiden
Summer School Liberal dan peserta aktif dalam, Sekolah tahun 1998 pertama di
bawah kepresidenannya. Ia menjadi Pelindung Liberal International (World Union
Liberal) pada tahun 1987. Di samping direktur sekian banyak lainnya dan
kegiatan amal – ia adalah Trustee dari Yayasan Bantuan Amal – pada tahun 1997
ia menjadi Direktur Bank Gesellschaft Berlin (Inggris) plc, sementara minatnya
dalam hal Eropa berlimpah ditunjukkan oleh tempatnya di Dewan Pengawas Central
European University di Budapest.
Sebuah Fellow dari Akademi Inggris, Fellow Kehormatan
dari LSE, Anggota Luar Negeri (Amerika) National Academy of Sciences, American
Philosophical Society, Royal Irlandia Academy, Akademi Rusia ilmu, dan Polandia
Academy of Sciences, Dahrendorf juga punya tahun 1998 dianugerahi dua puluh
lima gelar doktor kehormatan dan telah dihiasi oleh tujuh negara, termasuk
Grosses Bundesverdienstkreuz mit Stern und Schulterband Republik Federal Jerman
pada tahun 1974. Dari tulisan-tulisan banyak nya, banyak diterjemahkan ke dalam
beberapa bahasa, mungkin yang paling abadi adalah volume sosiologinya, Kelas
dan Konflik Kelas , diterbitkan pada tahun 1959 (yang asli diterbitkan pada
tahun 1957).
Dahrendorf memiliki tiga anak perempuan dari istri
pertamanya. Istri keduanya, Ellen, yang dinikahinya pada tahun 1980, adalah
seorang sarjana sejarah Rusia.
Teori konflik Ralf Dahrendorf sering
kali disebut teori konflik dialektik. Bagi Dahrendorf masyarakat memiliki dua
wajah yakni konflik dan konsensus. Kita tidak akan mengalami konflik kalau
sebelumnya tidak ada konsensus. Misalnya, si A dan si B dalam kelas tidak akan
terlibat alam konflik karena mereka tidak pernah mengenal satu sama yang lain
dan hidup bersama. Demikian sebaliknya konflik bisa menghantar orang terhadap
konsensus. Kerjasama yang sangat erat antara jepan dan amerika pada saat ini
terjadi sesudah mereka terlibat dalam konflik yang sangat hebatpada waktu
perang dunia dua.
Meskipun ada hubungan yang sangat erat antara keduanya
Dahrendorf tidak optimis bisa membangun satu teori tunggal yang bisa mencakupi
konflik dan konsensus karena itu dia berusaha membangu suatu teori konflik yang
kritis tentang masyarakat. Dia berkata bahwa didalam funsionalisme struktural
dibutuhka keseimbangan atau kestabilan bisa bertahan karena kerjasama yang suka
rela atau karena konsensus yang bersifat umum. Sedangkan dalam teori-teori
konflik keseimbangan atau kestabilan terjadi karena paksaan, hal itu berarti
bhwa dalam masyarakat ada beberapa posisi yang mendapat kekuasaan dan otoritas
untuk menguasai orang lain sehingga kestabilan bisa tercapai.
Asumsi Ralf tentang masyarakat ialah bahwa setiap
masyarakat setiap saat tunduk pada proses perubahan, dan pertikaian serta
konflik ada dalam sistem sosial juga berbagai elemen kemasyarakatan memberikan
kontribusi bagi disintegrasi dan perubahan. Suatu bentuk keteraturan dalam
masyarakat berasal dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang memiliki
kekuasaan, sehingga ia menekankan tentang peran kekuasaan dalam mempertahankan
ketertiban dalam masyarakat.
Fakta kehidupan sosial ini yang mengarahkan Dahrendorf
kepada tesis sentralnya bahwa perbedaan distribusi ‘otoritas” selalu menjadi
faktor yang menentukan konflik sosial sistematis. Hubungan Otoritas dan Konflik
Sosial Ralf Dahrendorf berpendapat bahwa posisi yang ada dalam masyarakat
memiliki otoritas atau kekuasaan dengan intensitas yang berbeda-beda. Otoritas
tidak terletak dalam diri individu, tetapi dalam posisi, sehingga tidak
bersifat statis. Jadi, seseorang bisa saja berkuasa atau memiliki otoritas
dalam lingkungan tertentu dan tidak mempunyai kuasa atau otoritas tertentu pada
lingkungan lainnya. Sehingga seseorang yang berada dalam posisi subordinat
dalam kelompok tertentu, mungkin saja menempati posisi superordinat pada
kelompok yang lain.
Kekuasaan atau otoritas mengandung dua unsur yaitu
penguasa (orang yang berkuasa) dan orang yang dikuasai atau dengan kata lain
atasan dan bawahan. Kelompok dibedakan atas tiga tipe antara lain :
1. Kelompok Semu (quasi group).
2. Kelompok Kepentingan (manifes).
3. Kelompok
Konflik
Kelompok
semu adalah sejumlah pemegang posisi dengan kepentingan yang sama tetapi belum
menyadari keberadaannya, dan kelompok ini juga termasuk dalam tipe kelompok
kedua, yakni kelompok kepentingan dan karena kepentingan inilah melahirkan
kelompok ketiga yakni kelompok konflik sosial. Sehingga dalam kelompok akan
terdapat dalam dua perkumpulan yakni kelompok yang berkuasa (atasan) dan
kelompok yang dibawahi (bawahan). Kedua kelompok ini mempunyai kepentingan
berbeda. Bahkan, menurut Ralf, mereka dipersatukan oleh kepentingan yang sama.
Mereka yang berada pada kelompok atas (penguasa) ingin
tetap mempertahankan status quo sedangkan mereka berada di bawah (yang dikuasai
atau bawahan ingin supaya ada perubahan. Konflik ini pasti selalau ada dalam
setiap kehidupan bersama atau perkumpulan atau negara walaupun mungkin secara
tersembunyi, ini berarti bahwa legitimasi itu tidak bersifat tetap.
Karl Marx
Karl Marx lahir di Trier,
Prusia, 5 Mei 1818. Ayahnya, seorang pengacara, menafkahi keluarganya dengan
relatif baik, khas kehidupan kelas menengah. Orang tuannya adalah dari keluarga
pendeta Yahudi (rabbi). Tetapi, karena alasan bisnis ayahnya menjadi penganut
Luther ketika Karl Marx masih sangat muda. Tahun 1841 Marx menerima gelar
doktor filsafat di Universitas Berlin, universitas yang sangat dipengaruhi oleh
Hegel, tetapi berpikiran kritis. Gelar doktor Marx didapat dari kajian
filasafat yang membosankan, tetapi kajian itu mendahului berbagai gagasannya
yang muncul kemudian. Setelah tamat ia menjadi penulis untuk sebuah koran
liberal radikal dan dalam tempo 10 bulan ia menjadi editor kepala koran itu.
Tetapi karena pendirian politiknya, koran itu kemudian ditutup oleh pemerintah.
Esai-esai awal yang diterbitkan dalam periode ini mulai mencerminkan sejumlah
pendirian yang membimbing Marx sepanjang hidupnya. Esai-esai tulisan Marx itu
secara bebas ditaburi prinsip-prinsip demokrasi, kemanusiaan dan idealisme
awal. Ia menolak keabstrakan filsafat Hegelian, mimpi naif komunis utopian dan
gagasan aktifis yang mendesakkan apa yang ia anggap sebagai tindakan politik
prematur. Dalam menolak gagasan aktifis ini, Marx meletakkan landasan bagi
gagasan hidupnya sendiri :
“Upaya praktis,
bahkan dengan mengerahkan massa sekalipun, akan dijawab dengan meriam saat
upaya itu dianggap berbahaya. Tetpai, gagasan yang dapat mengalahkan
intelektula kita, merupakan belenggu-belenggu di mana seseorang hanya bisa
lepas darinya dengan mengorbankan nyawanya; gagasan itu sepertinya setan
sehingga oraang hanya dapat mengatasinya dengan menyerah kepadanya”. (Marx,
1842/1977:20)
Marx menikah pada
1843 dan tak lama kemudian ia terpaksa meniggalkan Jerman untuk mendapatkan
suasana yang lebih liberal di Paris. Di Paris ia terus bergulat dengan gagasan
Hegel dan pendukungnya, tetapi ia juga menghadapi dua kumpulanm gagasan baru –
sosialisme Perancis dan ekonomi politik Inggris. Dengan cara yang unik ia menggabungkan
Hegenialisme, sosialisme dan ekonomi politik yang kemudian menentukan orientasi
intelektualnya. Hal yang sangat penting pulaadalah pertemuannya dengan orang
yang kemudian menjadi teman seumur hidupnya, donatur, dan kolaboratornya –
yakni Fredrich Engels (Cerver, 1983). Engels anak penguasa pabrik tekstil
menjadi orang sosialis yang mengkritik kondisi kehidupan yang dihadapi kelas
buruh. Banyak di antara rasa kasihan
Marx terhadap kesengsaraan kelas buruh
berasal dari paparannya kepada Engels dan gagasannya sendiri. Tahun 1844 Marx
dan Engles mengadakan diskusi panjang di sebuah cafe terkenal di Paris dan
meletakkan landasan kerja untuk bersahabat seumur hidup. Mengenai diskusi itu
Engels berkata, “Kesepakatan lengkap kami dalam semua bidang teori menjadi
nyata.. dan perjanjian kerja sama kami mulai sejak itu” (McLellan, 1993:131).
Di tahun berikutnya Engels menerbitkan karya The Condotion of The Working Class in England. Selama periode itu
Marx menerbitkan sejumlah karya yang sukar dipahami (kebanyakan belum
diterbitkan semasa hidupnya) termasuk The
Holly Family dan The GermanIdeology (ditulis
bersama Engels) an ia pun menulis The
economic and Philosophic Manuscripts of 1844 yang menandakan perhatiaanya
bidang ekonomi makin meningkat.
Meski
Marx dan Engels memiliki orientasi teoritis yang sama, namun ada juga perbedaan
di antara mereka. Marx cenderung menjadi seorang intelektual teoritis yang
kurang teratur dan sangat berorientasi kepada keluarganya. Engels adalah
pemikir praktis, rapi dan pengusaha teratur dan orang yang tak percaya pada
lembaga keluarga. Meski mereka berbeda, Marx dan Engels menempa kerja sama yang
akrab sehingga mereka berkolaborasi dalam menulis buku dan artikel dan bekerja
sama dalam organisasi radikal, dan bahkan Engels membantu membiayai Marx selama
sisa hidupnya sehingga memungkinkan Marx mencurahkan perhatian pada kegiatan
intelektual dan politiknya.
Meski
ada asosiasi erat antara nama Marx dan
Engels, namun Engels menjelaskan bahwa ia adalah teman junior. Banyak yang
percaya bahwa Engels gagal memahami berbagai seluk beluk karya Marx. Setelah
Marx meninggal, Engels menjadi juru bicara utama teori Marxian dan dalam
berbagai cara penyimpangan dan terlalu menyederhanakannya, meski ia tetap setia
terhadap perspektif politik yang ia tempa bersama Marx.
Karena
beberapa tulisannya telah mengganggu pemerintahan Prusia, pemerintah Perancis
(atas permohonan Prusia) mengusir Marx tahun 1845 dan karenanya Marx pindah ke
Brussel. Radikalismenya meningkat dan ia menjadi anggota aktif gerakan
revolusioner internasional. Ia pun bergabung dengan Liga Komunis dan bersama
Engels diminta menulisn anggaran dasar liga itu. Hasilnya adalah Manifesto Komunis 1848, sebuah karya
besar yang ditandai oleh slogan-slogan politik yang termasyhur (misalnya,”Kaum
buruh seluruh dunia, bersatulah!”).
Tahun
1849 ia pindah ke London dan, mengingat kegagalan revolusi politik tahun 1848,
ia mulai menarik diri dari aktifitas revolusioner dan beralih ke kegiatan riset
yang lebih rinci tentang peran sistem kapitalis. Studi ini akhirnya
menghasilkan tiga jilid buku das kapital.
Jilid pertama diterbitkan tahun 1867; kedua jilid lainnya diterbitkan sesudah
ia meninggal. Selama riset dan menulis itu ia dalam kemiskinan, membiayai
hidupnya secara sederhana dari honorarium tulisannya dan bantuan dana dari
Engels. Tahun 1864 Marx terlibat kembali dalam kegiatan politik, bergabung
dengan “The Internasional”, sebuah gerakan buruh internasional. Ia segera
menonjol dalam gerakan itu dan mencurahkan perhatian selama beberapa tahun untuk
gerakan itu. Ia mulai mendapat popularitas, baik sebagai pemimpin Internasional
maupun sebagai penulis das Kapital.
Perpecahan gerakan Internasional tahun 1876, kegagalan berbagai gerakan
revolusioner dan penyakit-penyakit, akhirnya membuat Marx ambruk. Istrinya
wafat tahun 1881, anak perempuannya tahun 1882, dan Marx sendiri wafat di tahun
1883.
Karl Marx dan generasinya menganggap Hegel
sebagai orang terakhir dalam tradisi besar pemikiran filosofis yang mampu
”mengamankan” pengetahuan tentang manusia dan sejarah. Namun, karena beberapa
hal, pemikiran Marx mampu menggantikan filsafat teoritis Hegel. Menurut Marx,
hal ini terjadi karena Marx menjadikan filsafat sebagai sesuatu yang praktis;
yakni menjadikannya sebagai cara berpikir (kerangka pikir) masyarakat dalam
mewujudkan idealitasnya. Dengan menjadikan nalar sebagai sesuatu yang ’sosial’
dan menyejarah, skeptisisme historis akan muncul untuk merelatifkan klaim-klaim
filosofis tentang norma dan nalar menjadi ragam sejarah dan budaya forma-forma
kehidupan.
Dan dapat diartikan sebagai teori yang
menggunakan metode reflektif dengan melakukan kritik secara terus-menerus
terhadap tatanan atau institusi sosial, politik atau ekonomiyang ada. Teori
kritis menolak skeptisisme dengan tetap mengaitkan antara nalar dan kehidupan
sosial. Dengan demikian, teori kritis menghubungkan ilmu-ilmu sosial yang
bersifat empiris dan interpretatif dengan klaim-klaim normatif tentang
kebenaran, moralitas, dan keadilan yang secara tradisional merupakan bahasan
filsafat. Dengan tetap memertahankan penekanan terhadap normativitas dalam
tradisi filsafat, teori kritis mendasarkan cara bacanya dalam konteks jenis
penelitian sosial empiris tertentu, yang digunakan untuk memahami klaim
normatif itu dalam konteks kekinian.
Tujuan teori kritis adalah menghilangkan
berbagai bentuk dominasi dan mendorong kebebasan, keadilan dan persamaan. Teori
ini menggunakan metode reflektif dengan cara mengkritik secara terus menerus
terhadap tatanan atau institusi sosial, politik atau ekonomi yang ada, yang
cenderung tidak kondusif bagi pencapaian kebebasan, keadilan, dan persamaan.
Ciri khas Teori Kritis tidak lain ialah bahwa
teori ini tidak sama dengan pemikiran filsafat dan sosiologi tradisional.
Singkatnya, pendekatan teori ini tidak bersifat kontemplatif atau spektulatif
murni. Pada titik tertentu, ia memandang dirinya sebagai pewaris ajaran Karl
Marx, sebagai teori yang menjadi emansipatoris. Selain itu, tidak hanya mau
menjelaskan, mempertimbangkan, merefleksikan dan menata realitas sosial tapi juga
bahwa teori tersebut mau mengubah.
Pada dasarnya, esensi Teori Kritis adalah
konstruktivisme, yaitu memahami keberadaan struktur-stuktur sosial dan politik
sebagai bagian atau produk dari intersubyektivitas dan pengetahuan secara
alamiah memiliki karakter politis, terkait dengan kehidupan sosial dan politik.
`Marxisme dianggap sebagai dasar pemikiran
dari semua teori-teori yang ada dalam tradisi kritis. Marxiesme berasal dari
pemikiran Karl Marx, seorang ahli filsafat, sosiologi dan ekonomi dan Friedrich
Engels, sahabatna. Marxisme beranggapan bahwa sarana produksi dalam masyarakat
bersifat terbatas. Ekonomi adalah basis seuruh kehidupan sosial. Saat ini,
kehidupan sosial dikuasai oleh kelompok kapitalis, atau sistem ekonomi yang ada
saat ini adalah sistem ekonomi kapitalis.
Dalam masyarakat yang menerapkan sistem
ekonomi kapitalis, profit merupakan faktor yang mendorong proses produksi, dan
menekan buruh atau kelas pekerja. Hanya dengan perlawanan terhadap kelas
dominan (pemilik kapital) dan menguasai alat-alat produksi, kaum pekerja dapat
memperoleh kebebasan. Teori Marxist klasik ini dinamakan ’The Critique of
Political Economy’ (kritik terhadap Ekonomi Politik).
Marx ingin membangun suatu filsafat praxis
yang benar-benar dapat menghasilkan kesadran untuk merubah realitas, pada saat
Marx hidup, yakni masyarakat kapitalis berkelas dan bercirikan penghisapan.
Teori Marx meletakkan filsafat dalam konteks yang historis, sosiologis dan
ekonomis. Teori Marx bukan sekedar analisa terhadap masyarakat. Teori Marx
tidak bicara eonomi semata tetapi ”usahanya untuk membuka pembebasan manusia
dari penindasan kekuatan-kekutan ekonomis”.
Menurut Marx, dalam sistem ekonomi kapitalis
yang mengutamakan profit, masing-masing kapitalis beruang mati-matian untuk
mengeruk untuk sebanyak mungkin. Jalan paling langsung untuk mencapai sasaran
itu adalah dengan penghisapan kerja kaum pekerja. Namun kaum pekerja lama-lama
memiliki kesadaran kelas dan melawan kaum kapitalis.
Yang akan terjadi menurut ramalan Marx adalah
penghisapan ekonomi dengan cara penciptaan kebutuhan-kebutuhan artifisial
(palsu) lewat kepandaian teknologi kaum kapitalis. Oleh karena itu kaum
kapitalis monopolis ditandai dengan kemajuan teknologi yang luar biasa. Dengan
difasilitasi teknologi, tidak lagi terjadi penghisapan pekerja oleh majikan di
sebuah perusahaan, tetapi penghisapan ekonomi ”si miskin” oleh ”si kaya” di
luar jam kerja, di luar institusi ekonomi. Kapitalisme dapat menimbun untung
karena nilai yang diberikan oleh tenaga kerja secara gratis, di luar waktu yang
sebenarnya diperlukan untuk memproduksi suatu pekerjaan, Inilah salah satu
kritik ekonomi politik kapitalisme Marx.
TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL
Teori
Strukturan Fungsional adalah sebuah sudut pandang luas dalam sosiologi dan
antropologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur dengan
bagian-bagian yang saling berhubungan. Fungsionalisme menafsirkan masyarakat
secara keseluruhan dalam hal fungsi dari elemen-elemen konstituennya, terutama
norma, adat, tradisi, dan institusi. Saebuah analogi umum yang di populerkan
Herbert Spencer menampilkan bagian-bagian masyarakat ini sebagai “organ” yang
bekerja demi berfungsinya seluruh “badan” secara wajar. Dalam arti paling
mendasar, istilah ini menekankan “upaya untuk menghubungkan, sebisa mungkin,
dengan setiap fitur, adat, atau praktik, dampaknya terhadap berfungsinya suatu
sistem yang stabil kohesif.”
TOKOHnya..
Talcott
Parsons
Talcott Parsons dilahirkan di
Colorado Springs pada tahun 1902. Ia berasal dari latar belakang religius
dan intelektual. Ayahnya seorang pendeta, Profesor dan akhirnya menjadi rektor
sebuah perguruan tinggi kecil. Pada 1920 Ia masuk ke Amherst College. Setelah
itu, ia melanjutkan studi pascasarjana di London School of
Economics tahun 1924. Pada tahun 1925, Parsons pindah ke Heidelberg, Jerman.
Max Weber lama berkarier di Heidelberg dan meski ia telah meninggal 5 tahun
sebelum kedatangan Parsons, pengaruh Weber tetap bertahan dan jandanya
meneruskan pertemuan-pertemuan di rumahnya, yang juga diikuti oleh Parsons.
Parsons sangat dipengaruhi oleh karya Weber dan akhirnya menulis disertasinya
di Heidelberg, yang sebagian menjelaskan karya Weber.Pada tahun 1927, ia
menjadi instruktur dalam ekonomi di Amherst. Sejak tahun 1927 hingga wafat pada
tahun 1979 ia berprofesi sebagai pengajar di Harvard, Amerika Serikat. Pada
1937, ia mempublikasikan sebuah buku yang menjadi dasar bagi teori-teorinya,
yaitu buku “The Structure of Social Action”. Pada tahun 1951, ia menjadi
tokoh dominant sosiologi Amerika seiring dengan terbitnya buku karyanya “The
Social System”. Pada akhir 1960-an, Parsons mendapat serangan oleh sayap
radikal sosiologi Amerika karena ia dipandang konservatif (dalam sikap
politiknya maupun teori-teorinya). Selain itu teori-teorinya juga dipandang
hanya sebagai skema kategorisasi panjang-lebar.
Sebagai seorang sosiolog kontemporer
dari Amerika yang menggunakan pendekatan fungsional dalam melihat masyarakat,
baik yang menyangkut fungsi dan prosesnya. Pendekatannya selain diwarnai oleh
adanya keteraturan masyarakat yang ada di Amerika juga dipengaruhi oleh
pemikiran Auguste Comte, Emile Durkheim, Vilfredo Pareto dan Max Weber. Hal
tersebut di ataslah yang menyebabkan Teori Fungsionalisme Talcott Parsons
bersifat kompleks.
Teori Fungsionalisme Struktural yang
mempunyai latar belakang kelahiran dengan mengasumsikan adanya kesamaan antara
kehidupan organisme biologis dengan struktur sosial dan berpandangan tentang
adanya keteraturan dan keseimbangan dalam masyarakat tersebut dikembangkan dan
dipopulerkan oleh Talcott Parsons. Tindakan Sosial dan Orientasi Subjektif
Teori Fungsionalisme Struktural yang dibangun Talcott Parsons dan dipengaruhi
oleh para sosiolog Eropa menyebabkan teorinya itu bersifat empiris,
positivistis dan ideal. Pandangannya tentang tindakan manusia itu bersifat
voluntaristik, artinya karena tindakan itu didasarkan pada dorongan kemauan,
dengan mengindahkan nilai, ide dan norma yang disepakati. Tindakan
individu manusia memiliki kebebasan untuk memilih sarana (alat) dan tujuan yang
akan dicapai itu dipengaruhi oleh lingkungan atau kondisi-kondisi, dan apa yang
dipilih tersebut dikendalikan oleh nilai dan norma.
Prinsip-prinsip pemikiran Talcott
Parsons, yaitu bahwa tindakan individu manusia itu diarahkan pada tujuan.
Di samping itu, tindakan itu terjadi pada suatu kondisi yang unsurnya
sudah pasti, sedang unsur-unsur lainnya digunakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Selain itu, secara normatif tindakan tersebut diatur berkenaan dengan
penentuan alat dan tujuan. Atau dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa
tindakan itu dipandang sebagai kenyataan sosial yang terkecil dan mendasar,
yang unsur-unsurnya berupa alat, tujuan, situasi, dan norma.
Dengan demikian, dalam tindakan
tersebut dapat digambarkan yaitu individu sebagai pelaku dengan alat yang ada
akan mencapai tujuan dengan berbagai macam cara, yang juga individu itu
dipengaruhi oleh kondisi yang dapat membantu dalam memilih tujuan yang akan
dicapai, dengan bimbingan nilai dan ide serta norma. Perlu diketahui bahwa
selain hal-hal tersebut di atas, tindakan individu manusia itu juga ditentukan
oleh orientasi subjektifnya, yaitu berupa orientasi motivasional dan orientasi
nilai. Perlu diketahui pula bahwa tindakan individu tersebut dalam realisasinya
dapat berbagai macam karena adanya unsur-unsur sebagaimana dikemukakan di atas.
Analisis Teori Fungsionalisme Struktural beranggapan bahwa masyarakat itu
merupakan sistem yang secara fungsional terintegrasi ke dalam bentuk
keseimbangan. Menurut Talcott Parsons dinyatakan bahwa yang menjadi persyaratan
fungsional dalam sistem di masyarakat dapat dianalisis, baik yang menyangkut
struktur maupun tindakan sosial, adalah berupa perwujudan nilai dan penyesuaian
dengan lingkungan yang menuntut suatu konsekuensi adanya persyaratan
fungsional.
Talcott Parsons melahirkan teori
fungsional tentang perubahan. Dalam teorinya, Parsons menganalogikan perubahan
sosial pada masyarakat seperti halnya pertumbuhan pada mahkluk hidup.
Komponen utama pemikiran Parsons adalah adanya proses diferensiasi.
Parsons berpendapat bahwa setiap masyarakat tersusun dari sekumpulan subsistem
yang berbeda berdasarkan strukturnya maupun berdasarkan makna fungsionalnya
bagi masyarakat yang lebih luas. Ketika masyarakat berubah, umumnya masyarakat
tersebut akan tumbuh dengan kemampuan yang lebih baik untuk menanggulangi
permasalahan hidupnya. Dapat dikatakan Parsons termasuk dalam golongan yang
memandang optimis sebuah proses perubahan.
Asumsi dasar dari Teori Fungsionalisme
Struktural, yaitu bahwa masyarakat menjadi suatu kesatuan atas dasar
kesepakatan dari para anggotanya terhadap nilai-nilai tertentu yang mampu
mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut dipandang sebagai
suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan.
Dengan demikian masyarakat adalah merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang
satu sama lain berhubungan dan saling memiliki ketergantungan.
Teori Fungsionalisme Struktural
Parsons mengungkapkan suatu keyakinan yang optimis terhadap perubahan dan
kelangsungan suatu sistem. Akan tetapi optimisme Parson itu dipengaruhi oleh
keberhasilan Amerika dalam Perang Dunia II dan kembalinya masa kejayaan setelah
depresi yang parah itu. Bagi mereka yang hidup dalam sistem yang kelihatannya
mencemaskan dan kemudian diikuti oleh pergantian dan perkembangan lebih lanjut
maka optimisme teori Parsons dianggap benar. Sebagaimana yang dinyatakan oleh
Gouldner (1970: 142): ”untuk melihat masyarakat sebagai sebuah firma, yang
dengan jelas memiliki batas-batas srukturalnya, seperti yang dilakukan oleh
teori baru Parsons, adalah tidak bertentangan dengan pengalaman kolektif,
dengan realitas personal kehidupan sehari-hari yang sama-sama kita miliki”.
Teori struktural fungsional
mengansumsikan bahwa masyarakat merupakan sebuah sistem yang terdiri dari
berbagai bagian atau subsistem yang saling berhubungan. Bagian-bagian tersebut
berfungsi dalam segala kegiatan yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup dari
sistem. Fokus utama dari berbagai pemikir teori fungsionalisme adalah untuk
mendefinisikan kegiatan yang dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup sistem
sosial. Terdapat beberapa bagian dari sistem sosial yang perlu dijadikan fokus
perhatian, antara lain ; faktor individu, proses sosialisasi, sistem ekonomi,
pembagian kerja dan nilai atau norma yang berlaku.
Pemikir fungsionalis menegaskan bahwa
perubahan diawali oleh tekanan-tekanan kemudian terjadi integrasi dan berakhir
pada titik keseimbangan yang selalu berlangsung tidak sempurna. Artinya teori
ini melihat adanya ketidakseimbangan yang abadi yang akan berlangsung seperti
sebuah siklus untuk mewujudkan keseimbangan baru.
Variabel yang menjadi perhatian teori ini
adalah struktur sosial serta berbagai dinamikanya. Penyebab perubahan dapat
berasal dari dalam maupun dari luar sistem sosial.
Gagasan-gagasan inti dari
fungsionalisme ialah perspektif holistis (bersifat menyeluruh), yaitu
sumbangan-sumbangan yang diberikan oleh bagian-bagian demi tercapainya
tujuan-tujuan dari keseluruhan, kontinuitas dan keselarasan dan tata
berlandaskan konsensus mengenai nilai-nilai fundamental.
Teori fungsional ini menganut faham
positivisme, yaitu suatu ajaran yang menyatakan bahwa spesialisasi harus
diganti dengan pengujian pengalaman secara sistematis, sehingga dalam
melakukan kajian haruslah mengikuti aturan ilmu pengetahuan alam. Dengan
demikian, fenomena tidak didekati secara kategoris, berdasarkan tujuan
membangun ilmu dan bukan untuk tujuan praktis. Analisis teori fungsional
bertujuan menemukan hukum-hukum universal (generalisasi) dan bukan mencari
keunikan-keunikan (partikularitas). Dengan demikian, teori fungsional
berhadapan dengan cakupan populasi yang amat luas, sehingga tidak mungkin
mengambilnya secara keseluruhan sebagai sumber data. Sebagai jalan
keluarnya, agar dapat mengkaji realitas universal tersebut maka diperlukan
representasi dengan cara melakukan penarikan sejumlah sampel yang mewakili.
Dengan kata lain, keterwakilan (representatifitas) menjadi sangat
penting.Walaupun fungsionalisme struktural memiliki banyak pemuka yang tidak
selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan tetapi paham ini
benar-benar berpendapat bahwa sosiologi adalah merupakan suatu kajian tentang
struktur-struktur sosial sebagai suatu unit-unit yang terbentuk atas
bagian-bagian yang saling terkait.
Dalam teori struktural
fungsional Parsons ini, terdapat empat fungsi untuk semua sistem tindakan.
Suatu fungsi adalah kumpulan hal yang ditujukan pada pemenuhan kebutuhan
tertentu atau kebutuhan sistem. Secara sederhana, fungsionalisme struktural
adalah sebuah teori yang pemahamannya tentang masyarakat didasarkan pada model
sistem organik dalam ilmu biologi. Artinya, fungsionalisme melihat masyarakat
sebagai sebuah sistem dari beberapa bagian yang saling berhubungan satu dengan
lainnya. Satu bagian tidak bisa dipahami terpisah dari keseluruhan. Dengan
demikian, dalam perspektif fungsionalisme ada beberapa persyaratan atau
kebutuhan fungsional yang harus dipenuhi agar sebuah sistem sosial bisa
bertahan. Parsons kemudian mengembangkan apa yang dikenal sebagai
imperatif-imperatif fungsional agar sebuah sistem bisa bertahan.
Imperatif-imperatif tersebut adalah Adaptasi, Pencapaian Tujuan, Integrasi, dan
Latensi atau yang biasa disingkat AGIL (Adaptation, Goal attainment,
Integration, Latency).
David
Emile Durkheim
Emile Durkheim lahir di
Epinal, Perancis 15 April 1858. Ia keturunan pendeta Yahudi dan ia sendiri
belajar untuk menjadi pendeta (rabbi). Tetapi, ketika berumur 10 tahun ia
menolak menjadi pendeta. Sejak itu perhatiannya terhadap agama lebih bersifat
akademis ketimbang teologis (Mestrovic, 1988). Ia bukan hanya kecewa terhadap
pendidikan agama, tetapi juga pendidikan masalah kesusastraan dan estetika. Ia
juga mendalami metodologi ilmiah dan prinsip moral yang diperlukan untuk
menuntun kehidupan sosial. Ia menolak karir tradisional dalam filsafat dan
berupaya mendapatkan pendidikan ilmiah yang dapat disumbangkan untuk pedoman
moral masyarakat. Meski kita tertarik pada sosiologi ilmiah tetapi waktu itu
belum ada bidang studi sosiologi sehingga antara 1882-1887 ia mengajar filsafat
di sejumlah sekolah di Paris.
Hasratnya terhadap ilmu makin besar ketika dalam
perjalanannya ke Jerman ia berkenalan dengan psikologi ilmiah yang dirintis
oleh Wilhelm Wundt (Durkheim, 1887/1993). Beberapa tahun sesudah kunjungannya
ke Jerman, Durkheim menerbitkan sejumlah buku diantaranya adalah tentang
pengalamannya selama di Jerman (R. Jones, 1994). Penerbitan buku itu membantu
Durkheim mendapatkan jabatan di Jurusan Filsafat Universitas Bordeaux tahun
1887. DI sinilah Durkheim pertama kali memberikan kuliah ilmu sosial di
Universitas Perancis. Ini adalah sebuah prestasi istimewa karena hanya berjarak
satu dekade sebelumnya kehebohan meledak di Universitas Perancis karena nama
Auguste Comte muncul dalam disertasi seorang mahasiswa. Tanggung jawab utama
Durkheim adalah mengajarkan pedagogik di sekolah pengajar dan kuliahnya yang
terpenting adalah di bidang pendidikan moral. Tujuan instruksional umum mata
kuliahnya adalah akan diteruskan kepada anak-anak muda dalam rangka membantu
menanggulangi kemerosotan moral yang dilihatnya terjadi di tengah masyarakat
Perancis.
Tahun-tahun berikutnya ditandai oleh serentetan
kesuksesan pribadi. Tahun 1893 ia menerbitkan tesis doktornya, The Devision of Labor in Society
dalam bahasa Perancis dan tesisnya tentang Montesquieu dalam bahasa Latin (W.
Miller, 1993). Buku metodologi utamanya, The Rules of Sociological Method, terbit tahun 1895
diikuti (tahun 1897) oleh hasil penelitian empiris bukunya itu dalam studi
tentang bunuh diri. Sekitar tahun 1896 ia menjadi profesor penuh di Universitas
Bordeaux. Tahun 1902 ia mendapat kehormatan mengajar di Universitas di Perancis
yang terkenal, Sorbonne, dan tahun 1906 ia menjadi profesor ilmu sangat
terkenal lainnya, The Elementary Forins of Religious Life, diterbitkan pada
tahun 1912.
Kini Durkheim sering dianggap menganut pemikiran politik
konservatif dan pengaruhnya dalam kajian sosiologi jelas bersifat konservatif
pula. Tetapi dimasa hidupnya ia dianggap berpikiran liberal dan ini ditunjukkan
oleh peran publik aktif yang dimainkannya dalam membela Alfred Drewfus, seorang
kapten tentara Yahudi yang dijatuhi hukuman mati karena penghianatan yang oleh
banyak orang dirasakan bermotif anti-yahudi (Farrel, 1997).
Durkheim merasa sangat terluka oleh kasus Dreyfus itu,
terutama oleh pandangan anti-Yahudi yang melatarbelakangi pengadilannya. Namun
Durkheim tidak mengaitkan pandangan anti-Yahudi ini dengan rasialisme di
kalangan rakyat Perancis. Secara luas ia melihatnya sebagai gejala penyakit
moral yang dihadapi masyarakat Perancis sebagai keseluruhan (Bimbaum dan Todd,
1995). Ia berkata :
Bila masyarakat mengalami penderitaan maka perlu
menemukan seorang yang dapat dianggap bertanggung jawab atas penderitaannya
itu. Orang yang dapat dijadikan sebagai sasaran pembalasan dendam atas
kemalangannya itu, dan orang yang menentang pendapat umum yang diskriminatif,
biasanya ditunjuk sebagai kambing hitam yang akan dijadikan korban. Yang
meyakinkan saya dalam penafsiran ini adalah cara-cara masyarakat menyambut
hasil pengadilan Dreyfus 1894. keriangan meluap di jalan raya. Rakyat
merayakan kemenangan atas apa yang telah dianggap sebagai penyebab penderitaan
umum. Sekurang-kurangnya mereka tahu siapa yang harus disalahkan atas kesulitan
ekonomi dan kebejatan moral yang terjadi dalam masyarakat mereka; kesusahan itu
berasal dari Yahudi. Melalui fakta ini juga segala sesuatu telah dilihat
menjadi bertambah baik dan rakyat merasa terhibur (Lukes, 1972:345).
Perhatian Durkheim terhadap perkara Dreyfus berasal dari
perhatiannya yang mendalam seumur hidupnya terhadap moralitas modern. Menurut Durkheim,
jawaban atas perkara Dreyfus dan krisis moral seperti itu terletak di akhir
kekacauan moral dalam masyarakat. Karena perbaikan moral itu tak dapat
dilakukan secara cepat dan mudah, Durkheim menyarankan tindakan yang lebih
khusus, seperti menindak tegas orang yang mengorbankan rasa benci terhadap
orang lain dan pemerintah harus berupaya menunjukkan kepada publik bahwa
menyebarkan rasa kebendaan itu adalah perbuatan menyesatkan dan terkutuk. Ia
mendesak rakyat agar “mempunyai keberanian untuk secara lantang menyatakan apa
yang mereka pikirkan dan bersatu untuk mencapai kemenangan dalam perjuangan
menentang kegilaan publik (Lukas, 1972:347).
Tetapi minat Durkheim terhadap sosialisme juga dijadikan
bukti bahwa ia menentang pemikiran yang menganggapnya seorang konservatif,
meski jenis pemikiran sosialismenya sangat berbeda dengan pemikiran Marx dan
pengikutnya. Durkheim sebenarnya menamakan Marxisme sebagai “seperangkat
hipotesis yang dapat dibantah dan ketinggalan zaman” (Lukes, 1972:323). Menurut
Durkheim, sosialisme mencerminkan gerakan yang diarahkan pada pembaharuan moral
masyarakat melalui moralitas ilmiah dan ia tak tertarik pada metode politik
jangka pendek atau pada aspek ekonomi dari sosialisme. Ia tak melihat
proletariat sebagai penyelamat masyarakat dan ia sangat menentang agitasi atau
tindak kekerasan. Menurut Durkheim, sosialisme mencerminkan sebuah sistem
dimana didalamnya prinsip moral ditemukan melalui studi sosiologi ilmiah di
tempat prinsip moral itu diterapkan.Durkheim berpengaruh besar dalam
pembangunan sosiologi, tetapi pengaruhnya tak hanya terbatas di bidang
sosiologi saja. Sebagian besar pengaruhnya terhadap bidang lain tersalur
melalui jurnal L’annee
Sociologique yang didirikannya tahun 1898. Sebuah
lingkaran intelektual muncul sekeliling jurnal itu dan Durkheim berada
dipusatnya. Melalui jurnal itu, Durkheim dan gagasannya mempengaruhi berbagai
bidang seperti antropologi, sejarah, bahasa dan psikologi yang agak ironis,
mengingat serangannya terhadap bidang psikologi.
Durkheim meninggal pada 15 November 1917 sebagai seorang
tokoh intelektual Perancis tersohor. Tetapi, karya Durkheim mulai memengaruhi
sosiologi Amerika dua puluh tahun sesudah kematiannya, yakni setelah terbitnya The Structure of Social Action
(1973) karya Talcott Parsons.
Lahirnya fungsionalisme struktural sebagai
suatu perspektif yang ”berbeda” dalam sosiologi memperoleh dorongan yang
sangat besar lewat karya-karya klasik seorang ahli sosiologi Perancis, yaitu
Emile Durkheim. Masyarakat modern dilihat oleh Durkheim sebagai keseluruhan
organis yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut memiliki
seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh
bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal, tetap
langgeng. Bila mana kebutuhan tertentu tadi tidak dipenuhi maka akan
berkembang suatu keadaan yang bersifat ”patologis”. Sebagai contoh dalam
masyarakat modern fungsi ekonomi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi.
Bilamana kehidupan ekonomi mengalami suatu fluktuasi yang keras, maka bagian
ini akan mempengaruhi bagian yang lain dari sistem itu dan akhirnya sistem
sebagai keseluruhan. Suatu depresi yang parah dapat menghancurkan sistem
politik, mengubah sistem keluarga dan menyebabkan perubahan dalam struktur keagamaan.
Pukulan yang demikian terhadap sistem dilihat sebagai suatu keadaan patologis,
yang pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya sehingga keadaan normal
kembali dapat dipertahankan. Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan
normal sebagai equilibrium, atau sebagai suatu sistem yang seimbang, sedang
keadaan patologis menunjuk pada ketidakseimbangan atau perubahan sosial.
Menurut
Emile Durkheim Pemikiran structural fungsional sangat
dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai
organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan,
ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme
tersebut tetap dapat bertahan hidup.
Sama halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan structural
fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar