Minggu, 28 Februari 2016

Makalah Tentang Teori dan menjelaskan teori siklus, teori struktural fungsional, teori konflik, teori kritis, teori feminis, teori modernitas, dan teori evolusi sosial.



BAB I
PENDAHULUAN
1.1     LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk sosial. Hampir semua yang kita lakukan dalam kehidupan kita berkaitan dengan orang lain. Sangat jarang kesempatan kita untuk benar-benar sendirian. Kajian mengenai bagaimana kita dapat berinteraksi satu sama lain, dan apa yang terjadi ketika kita berinteraksi, adalah salah satu hal paling mendasar yang menarik dalam kehidupan manusia. Belum terlalu lama berselang sejak kira-kira permulaan abad ke-19 dan seterusnya, suatu minat khusus dalam bidang sosial keberadaan manusia yang mendalam ini dikerjakan secara serius. Sebelum masa itu, dan bahkan setelah itu, lapangan minat lain mendominasi analisis kehidupan manusia. Dua pendekatan non-sosial mengenai perilaku manusia yang paling bertahan lama adalah eksplanasi “naturalistik” dan “individualistik”.
Eksplanasi naturalistik berpendapat bahwa semua perilaku manusia  termasuk interaksi sosial adalah produk disposisi yang diwariskan yang kita miliki sebagai makhluk binatang. Sebagaimana hewan, manusia diprogram secara biologi oleh alam. Di pihak lain, eksplanasi individualistik mendorong dibangunnya generalisasi besar mengenai perilaku yang pasti. Dari sudut pandang ini kita semua adalah individual dan berbeda. Dengan demikian eksplanasi mengenai perilaku manusia akhirnya harus terletak pada kualitas psikologis yang khusus dan unik dari individu. Teori-teori sosiologi memiliki posisi kontras yang langsung dengan pendekatan-pendekatan non-sosial. Meninjau sedikit lebih dekat, dan menemukan apa yang salah atau tidak lengkap dari pendekatan tersebut , memudahkan kita untuk memahami mengapa teori-teori sosiologi itu ada.



1.2 RUMUSAN MASALAH
1.      Menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan teori dan kegunaan teori sosiologi.
2.      Menjelaskan tentang teori siklus, teori struktural fungsional, teori konflik, teori kritis, teori feminis, teori modernitas, dan teori evolusi sosial.

1.3 TUJUAN
1.         Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan teori dan kegunaan teori sosiologi.
2.         Untuk mengetahui teori siklus, teori struktural fungsional, teori konflik, teori kritis, teori feminis, teori modernitas, dan teori evolusi sosial.

















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN TEORI
            Suatu teori pada hakikatnya merupakan hubungan antara dua fakta atau lebih, atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut merupakan sesuatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris. Oleh sebab itu, dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu teori merupakan hubungan antara dua variabel atau lebih, yang telah diuji kebenarannya. Suatu variabel merupakan karakteristik dari orang-orang, benda-benda, atau keadaan yang mempunyai nilai-nilai berbeda, seperti misalnya, usia, jenis kelamin, dan lain sebagainya.
Richard T. Schaefer menerangkan dalam buku Sociologynya bahwa,
Sociologist are not particularly interested in why any one individual commits suiced, they are more concerned  with identifying the social force that systematically cause some people to take their own lives. In order to undertake this research, sociologist develop a theory that offers a general explanation of suicidal behavior. We can think of theories as attemps to explain events, forces, materials, ideas, or behavior in a comprehensive manner, in sociology  a theory is a set of statements that seeks to explain problems, actions, or behavior. An effective theory may have both explanatory and predictive power. That is, it can help us to see the relationship among seemingly isolated phenomena, as well as to understand how one type of change in an environment leads to other change.

2.2    KEGUNAAN TEORI SOSIOLOGI
Teori sosiologi mempunyai beberapa kegunaan, yaitu :
1.      Suatu teori atau beberapa teori merupakan ikhtisar hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang dipelajari sosiologi.
2.      Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada seseorang yang memperdalam pengetahuannya di bidang sosiologi.
3.      Teori berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang dipelajari oleh sosiologi.
4.      Suatu teori akan sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembang definisi-definisi yang penting untuk penelitian.
5.      Pengetahuan teoritis memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan proyeksi sosial, yaitu usaha untuk dapat mengetahui ke arah mana masyarakat akan berkembang atas dasar fakta yang diketahui pada masa yang lampau dan pada dewasa ini.

2.3    TEORI-TEORI SOSIOLOGI
            Para ahli filsafat, sejarah, ekonomi, dan sosiologi telah mencoba untuk merumuskan orinsip-prinsip atau hukum-hukum perubahan-perubahan sosial. Banyak yang berpendapat bahwa kecenderungan terjadinya perubahan-[erubahan sosial merupakan gejala wajar yang timbul dari pergaulan hidup manusia. Ahli lain berpendapat bahwa perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat. Kemudian, ada pula yang berpendapat bahwa perubahahan-perubahan sosial bersifat periodik dan non-periodik. Pendapat-pendapat tersebut pada umumnya menyatakan bahwa perubahan merupakan lingkaran-lingkaran kejadian. Berikut adalah beberapa teori sosiologi yang masing-masing dibahas oleh tiga tokoh :

2.3.1   TEORI SIKLUS
2.3.1.1  Ibnu Khaldun
            Ibnu khaldun lahir di Tunisia, Afrika Utara, 27 Mei 1332 (Faghrizadeh, 1982). Lahir dari keluarga terpelajar, Ibnu Khaldun dimasukkan ke sekolah Al-Qur’an, kemudian mempelajari matematika dan sejarah. Semasa hidupnya ia membantu berbagai sultan di Tunisia, Maroko, Spanyol dan Aljazair sebagai duta besar, bendaharawan dan anggota dewan penasihat Sultan. Ia pun pernah dipenjarakan selama 2 tahun di Maroko karena keyakinannya bahwa penguasa negara bukanlah pemimpin yang mendapatkan kekuasaan dari Tuhan. Setelah kurang lebih dua dekade aktif di bidang politik, Ibnu Khaldun kembali ke Afrika Utara. Di situ ia melakukan studi dan menulis secara intensif selama 5 tahun. Karya yang dihasilkan selama 5 tahun itu menungkatkan kemasyhurannya dan menyebabkan ia diangkat menjadi guru di pusat studi Islam Universitas Al-Azhar di Kairo. Dalam mengajarkan tentang masyarakat dan sosiologi, Ibnu Khaldun menekankan pentingnya menghubungkan pemikiran sosiologi dan observasi sejarah. Menjelang kematiannya pada tahun 1400, Ibnu Khaldun telah menghasilkan sekumpulan karya yang mengandung berbagai pemikiran yang mirip dengan sosiologi zaman sekarang. Ia melakukan studi ilmiah tentang masyarakat, riset empiris, dan meniliti sebab-sebab fenomena sosial. Ia memusatkan perhatian pada nernagai lembaga sosial (misalnya lembaga politik dan ekonomi) dan hubungan antara lembaga itu. Ia juga tertarik untuk melakukan studi perbandingan antara masyarakat primitif dan masyarakat modern. Ibnu Khaldun tak berpengaruh secara dramatis terhadap sosiologi klasik, tetapi setelah sarjana pada umumnya dan sarjana Muslim khususnya meneliti ulang karyanya, ia mulai diakui sebagai sejarawan yang mempunyai signifikan historis.
Ibnu Khaldun (1332-1406) sudah merumuskan sebuah model tentang suku bangsa nomaden yang keras dan masyarakat-masyarakat halus bertipe menetap dalam suatu hubungan yang kontras Karya Ibnu Khaldun tersebut dituangkan dalam bukunya yang berjudul Al-Muqaddimah tentang sejarah dunia dan sosial budaya yang di pandang sebagai karya besar di bidang tersebut. Dari kajian tentang watak  masyarakat manusia , Khaldun menyimpulkan bahwa kehidupan nomaden lebih dahulu ada dibanding kehidupan kota dan masing-masing kehidupan ini memiliki karakteristik tersendiri. Menurut pengamatannya, politik tidak akan timbul terkecuali dengan penaklukan, dan penaklukan tidak akan terealisasi kecuali dengan solidaritas.
Lebih jauh lagi, ia mengemukakan bahwa kelompok yang terkalahkan selalu senang mengekor ke kelompok yang menang , baik dalam slogan, pakaian, kendaraan dan tradisinya. Selain itu, salah satu watak seorang raja adalah sikapnya yang semuanya mewarnai sebuah negara maka negara itu akan masuk dalam masa senja. Dengan demikian, kebudayaan itu adalah tujuan masyarakat manusi dan akhir usia senja.
Pendapat Khaldun tentang watak-watak masyarakat manusia dijadikannya sebagai landasan konsepsinya bahwa kebudayaan dalam berbagai bangsa berkembang melalui empat fase, yaitu fase primitif atau nomaden fase urbanisasi, fase kemewahan, dan fase kemunduran yang mengatarkan kehancuran. Kemudian keempat perkembangan ini oleh Khaldun sering disebut dengan fase pembangunan, pemberi gambar gembira, penurut, dan penghancur.
Di situ juga beliau menghasilkan beberapa karya terkenal termasuk al Ibar Wa Diwan Al-Mubtad Wa Al-Khabar. Kitab ini mengandungi enam jilid dan paling terkenal, kitab Muqaddimah. Sehingga kini kitab itu menjadi rujukan umat Islam, khususnya dalam ilmu kajian sosial, politik, falsafah dan sejarah.
Istilah sosiologi walaupun dicipta tokoh kelahiran Perancis abad ke-19, Aguste Comte, kajian mengenai kehidupan sosial manusia sudah dihurai oleh Ibnu Khaldun dalam kitabnya Muqaddimah, 500 tahun lebih awal, pada usianya 36 tahun.
Ibnu khaldun, yang agaknya tepat di sebut sebagai Bapak Ilmu Sosial. Berbeda dengan para pendahulunya ini, karena ia mengemukakan suatu karangan teoritis yang di satu segi di maksudkan untuk menjernihkan sejarah, di segi lain kerangka ini memberikan suatu pola deduktif bagi kebiasaan mengumpulkan data para ahli etnografi kala itu.
a.       Asal Mula Negara (daulah)
Menurut Ibnu Khaldun manusia di ciptakan sebagai makhluk politik atau sosial, yaitu Makhluk yang selalu membutuhkan orang lain dalam mempertahankan kehidupannya, sehingga kehidupannya dengan masyarakat dan organisasi sosial merupakan sebuah keharusan (dharury). Pendapat ini agaknya mirip dengan pendapat Al-Mawardi dan Abi Rabi’.
Lebih lanjut, manusia hanya mungkin bertahan untuk hidup dengan bantuan makanan. Sedang untuk memenuhi makanan yang sedikit dalam waktu satu hari saja memerlukan banyak pekerjaan. Sebagai contoh dari butir-butir gandum untuk menjadi potongan roti memerlukan proses yang panjang. Butir-butir gandum tersebut harus di tumbuk dulu, untuk kemudian di bakar sebelum siap untuk dimakan, dan untuk semuanya itu di butuhkan alat-alat yang untuk mengadakannya membutuhkan kerjasama dengan pandai kayu atau besi. Begitu juga gandum-gandum yang ada, tidak serta merta ada, tetapi di butuhkan seorang petani. Artinya, manusia dalam mempertahankan hidupnya dengan makanan membutuhkan manusia yang lain.

b.      Sosiologi Masyarakat Peradaban Badwi, Orang Kota, dan Solidaritas Sosial :
Selain apa yang telah dipaparkan di atas, Ibn Khaldun berpendapat bahwa ada faktor lain pembentuk Negara (daulah), yaitu ‘ashabiyah (العصبـيّØ©). Teorinya tentang ‘ashabiyah inilah yang melambungkan namanya dimata para pemikir modern, teori yang membedakannya dari pemikir Muslim lainnya. ‘Ashabiyah mengandung makna Group feeling, solidaritas kelompok, fanatisme kesukuan, nasionalisme, atau sentimen sosial. Yaitu cinta dan kasih sayang seorang manusia kepada saudara atau tetangganya ketika salah satu darinya diperlakukan tidak adil atau di sakiti. Ibnu Khaldun dalam hal ini memunculkan dua kategori sosial fundamental yaitu Badawah (بداوة)(komunitas pedalaman, masyarakat primitif, atau daerah gurun) dan Hadharah (حضارة)(kehidupan kota, masyarakat beradab). Keduanya merupakan fenomena yang alamiah dan Niscaya (dharury).
Penduduk kota menurutnya banyak berurusan dengan hidup enak. Mereka terbiasa hidup mewah dan banyak mengikuti hawa nafsu. Jiwa mereka telah dikotori oleh berbagai macam akhlak tercela. Sedangkan orang-orang Badwi, meskipun juga berurusan dengan dunia, namun masih dalam batas kebutuhan, dan bukan dalam kemewahan, hawa nafsu dan kesenangan.
Daerah yang subur berpengaruh terhadap persoalan agama. Orang-orang Badwi yang hidup sederhana dibanding orang-orang kota serta hidup berlapar-lapar dan meninggalkan makanan yang mewah lebih baik dalam beragama dibandingkan dengan orang yang hidup mewah dan berlebih. Orang-orang yang taat beragama sedikit sekali yang tinggal di kota-kota karena kota telah dipenuhi kekerasan dan masa bodoh. Oleh karena itu, sebagian orang yang hidup di padang pasir adalah Orang Zuhud. Orang Badwi lebih berani daripada penduduk kota. Karena penduduk kota malas dan suka yang mudah-mudah. Mereka larut dalam kenikmatan dan kemewahan. Mereka mempercayakan urusan keamanan diri dan harta kepada penguasa. Sedangkan Orang Badwi hidup memencilkan diri dari masyarakat. Mereka hidup liar di tempat-tempat jauh di luar kota dan tak pernah mendapatkan pengawasan tentara. Karena itu, mereka sendiri yang mempertahankan diri mereka sendiri dan tidak minta bantuan pada orang lain. Untuk bertahan hidup masyarakat pedalaman harus memiliki sentimen kelompok (‘ashabiyyah) yang merupakan kekuatan pendorong dalam perjalanan sejarah manusia, pembangkit suatu klan. Klan yang memiliki ‘ashabiyyah kuat tersebut dapat berkembang menjadi sebuah negeri. Sifat kepemimpinan selalu di miliki orang yang memiliki solidaritas sosial. Setiap suku biasanya terikat pada keturunan yang bersifat khusus (khas) atau umum (‘aam). Solidaritas pada keturunan yang bersifat khusus ini lebih mendarah-daging daripada solidaritas dari keturunan yang bersifat umum. Oleh karena itu, memimpin hanya dapat dilaksanakan dengan kekuasaan. Maka solidaritas sosial yang dimiliki oleh pemimpin harus lebih kuat daripada solidaritas lain yang ada, sehingga dia memperoleh kekuasaan dan sanggup memimpin rakyatnya dengan sempurna. Solidaritas sosial menjadi syarat kekuasaan.
Di dalam memimpin kaum, harus ada satu solidaritas sosial yang berada di atas solidaritas sosial masing-masing individu. Sebab, apabila solidaritas masing-masing individu mengakui keunggulan solidaritas sosial sang pemimpin, maka akan siap untuk tunduk dan patuh mengikutinya .
Bangsa-bangsa liar lebih mampu memiliki kekuasaan daripada bangsa lainnya. Kehidupan padang pasir merupakan sumber keberanian. Tak ayal lagi, suku liar lebih berani dibanding yang lainnya. Oleh karena itulah, mereka lebih mampu memiliki kekuasaan dan merampas segala sesuatu yang berada dalam genggaman bangsa lain. Sebabnya, adalah karena kekuasaan dimiliki melalui keberanian dan kekerasan. Apabila di antara golongan ini ada yang lebih hebat terbiasa hidup di padang pasir dan lebih liar, dia akan lebih mudah memiliki kekuasaan daripada golongan lain.
Pendapat Ibnu Khaldun dalam hal ini tidak mengherankan, karena beliau melakukan penelitian pada masyarakat ‘Arab dan Barbar khususnya yang memang menjalani kehidupan sukar di padang pasir. Tujuan terakhir solidaritas adalah kedaulatan. Karena solidaritas sosial itulah yang mempersatukan tujuan, mempertahankan diri dan mengalahkan musuh. Begitu solidaritas sosial memperoleh kedaulatan atas golongannya, maka ia akan mencari solidaritas golongan lain yang tak ada hubungan dengannya. Jika solidaritas sosial itu setara, maka orang-orang yang berada di bawahnya akan sebanding. Jika solidaritas sosial dapat menaklukan solidaritas lain, keduanya akan bercampur yang secara bersama-sama menuntun tujuan yang lebih tinggi dari kedaulatan. Akhirnya, apabila suatu Negara sudah tua umurnya dan para pembesarnya yang terdiri dari solidaritas sosial sudah tidak lagi mendukungnya, maka solidaritas sosial yang baru akan merebut kedaulatan negara. Bisa juga ketika negara sudah berumur tua, maka butuh solidaritas lain. Dalam situasi demikian, Negara akan memasukkan para pengikut solidaritas sosial yang kuat ke dalam kedaulatannya dan dijadikan sebagai alat untuk mendukung negara. Inilah yang terjadi pada Orang-orang Turki yang masuk ke kedaulatan Bani Abbas. Akan tetapi hambatan jalan mencapai kedaulatan adalah kemewahan. Semakin besar kemewahan dan kenikmatan mereka semakin dekat mereka dari kehancuran, bukan tambah memperoleh kedaulatan. Kemewahan telah menghancurkan dan melenyapkan solidaritas sosial. Jika suatu negara sudah hancur, maka ia akan di gantikan oleh orang yang memiliki solidaritas yang campur di dalam solidaritas sosial.
Menurut Ibnu Khaldun apabila suatu bangsa itu liar, kedaulatannya akan sangat luas. Karena bangsa yang demikian lebih mampu memperoleh kekuasaan dan mengadakan kontrol secara penuh dalam menaklukan golongan lain tujuan akhir dari solidaritas sosial (‘ashabiyyah) adalah kedaulatan. ‘Ashabiyyah tersebut terdapat pada watak manusia yang dasarnya bisa bermacam-macam, ikatan darah atau persamaan ke-Tuhanan, tempat tinggal berdekatan atau bertetangga, persekutuan atau aliansi, dan hubungan antara pelindung dan yang di lindungi. Khusus Bangsa Arab menurut Ibn Khauldun, persamaan Ke-Tuhananlah yang membuat mereka berhasil mendirikan Dinasti. Sebab menurutnya, Bangsa Arab adalah Bangsa yang paling tidak mau tunduk satu sama lain, kasar, angkuh, ambisius dan masing-masing ingin menjadi pemimpin. ‘Ashabiyyah yang ada hanya ‘Ashabiyyah kesukuan/qabilah yang tidak memungkinkan mendirikan sebuah dinasti karena sifat mereka. Hanya karena Agama yang dibawa oleh Nabi mereka akhirnya bisa dipersatukan dan di kendalikan . Tetapi menurutnya pula, bahwa motivasi Agama saja tidak cukup sehingga tetap dibutuhkan solidaritas kelompok (‘Ashabiyyah). Agama dapat memperkokoh solidaritas kelompok tersebut dan menambah keampuhannya, tetapi tetap ia membutuhkan motivasi-mativasi lain yang bertumpu pada hal-hal diluar Agama .
Homogenitas juga berpengaruh dalam pembentukan sebuah Dinasti yang besar. Adalah jarang sebuah Dinasti dapat berdiri di kawasan yang mempunyai beragam aneka suku, sebab dalam keadaan demikian masing-masing suku mempunyai kepentingan, aspirasi, dan pandangan yang berbeda-beda sehingga kemungkinan untuk membentuk sebuah Dinasti yang besar merupakan hal yang sulit. Hanya dengan hegemonitas akan menimbulkan solidaritas yang kuat sehingga tercipta sebuah Dinasti yang besar .
Dalam kaitannya tentang ‘Ashabiyyah, Ibnu Khaldun menilai bahwa seorang Raja haruslah berasal dari solidaritas kelompok yang paling dominan. Sebab dalam mengendalikan sebuah negara, menjaga ketertiban, serta melindungi negara dari ancaman musuh baik dari luar maupun dalam dia membutuhkan dukungan, loyalitas yang besar dari rakyatnya. Dan hal ini hanya bisa terjadi jika ia berasal dari kelompok yang dominan.

c.       Bentuk-Bentuk Pemerintahan
1. Pemerintahan yang natural (Siyasah Thabi’iyah), yaitu pemerintahan yang membawa masyarakatnya sesuai dengan tujuan nafsu. Artinya, seorang raja dalam memerintah kerajaan (mulk) lebih mengikuti kehendak dan hawa nafsunya sendiri dan tidak memperhatikan kepentingan rakyat yang akibatnya rakyat sukar mentaati akibat timbulnya teror, penindasan, dan anarki. Pemerintahan jenis ini pada zaman sekarang menyerupai Pemerintahan otoriter, individualis, otokrasi, atau inkonstitusional.
2. Pemerintahan yang berdasarkan nalar (Siyasah ‘Aqliyah), yaitu Pemerintahan yang membawa rakyatnya sesuai dengan rasio dalam mencapai kemaslahatan duniawi dan mencegah kemudharatan. Pemerintahan yang berasaskan Undang-undang yang dibuat oleh para cendekiawan dan orang pandai. Bentuk Pemerintahan seperti ini dipuji disatu sisi tetapi dicela disatu sisi. Pemerintahan jenis ini pada zaman sekarang serupa dengan pemerintahan Republik, atau Kerajaan Insitusional yang dapat mewujudkan keadilan sampai batas tertentu
3. Pemerintahan yang berlandaskan Agama (Siyasah Diniyyah), yaitu pemerintahan yang membawa semua rakyatnya sesuai dengan tuntunan agama, baik yang bersifat keduniawian maupun keukhrawian. Menurut Ibnu Khaldun model pemerintahan seperti inilah yang terbaik, karena dengan hukum yang bersumber dari ajaran Agama akan terjamin tidak saja keamanan dan kesejahteraan di dunia tetapi juga di akhirat.
Dan karena yang dipakai sebagai asas kebijaksanaan pemerintahan itu adalah ajaran Agama, khususnya Islam, maka kepala Negara disebut Khalifah dan Imam. Khalifah, oleh karena ia adalah pengganti Nabi dalam memelihara kelestarian Agama dan kesejahteraan duniawi rakyatnya. Imam, karena sebagai pemimpin dia ibarat Imam Salat yang harus diikuti oleh rakyatnya sebagai makmum. Dari pembagian pemerintahan di atas, nampak bahwa Ibn Khaldun menempuh jalur baru dibanding Al-Farabi dan Ibn Abi Rabi’ dalam pengklasifikasian pemerintahan. Ia tidak memandang pada sisi personalnya, juga pada jabatan Imam itu sendiri, melainkan pada makna fungsional keimamahan itu sendiri. Sehingga menurutnya substansi setiap pemerintahan adalah undang-undang yang menjelaskan karakter suatu sistem pemerintahan.


d.       Tahapan Timbul Tenggelamnya Peradaban
Berdasarkan teorinya ‘ashabiyyah, Ibnu Khaldun membuat teori tentang tahapan timbul tenggelamnya suatu Negara atau sebuah peradaban menjadi lima tahap, yaitu:
1.Tahap sukses atau tahap konsolidasi, dimana otoritas negara didukung oleh masyarakat (`ashabiyyah) yang berhasil menggulingkan kedaulatan dari dinasti sebelumnya.
2.Tahap tirani, tahap dimana penguasa berbuat sekehendaknya pada rakyatnya. Pada tahap ini, orang yang memimpin negara senang mengumpulkan dan memperbanyak pengikut. Penguasa menutup pintu bagi mereka yang ingin turut serta dalam pemerintahannya. Maka segala perhatiannya ditujukan untuk kepentingan mempertahankan dan memenangkan keluarganya.
3.Tahap sejahtera, ketika kedaulatan telah dinikmati. Segala perhatian penguasa tercurah pada usaha membangun negara.
4.Tahap kepuasan hati, tentram dan damai. Pada tahap ini, penguasa merasa puas dengan segala sesuatu yang telah dibangun para pendahulunya.
5.Tahap hidup boros dan berlebihan. Pada tahap ini, penguasa menjadi perusak warisan pendahulunya, pemuas hawa nafsu dan kesenangan. Pada tahap ini, negara tinggal menunggu kehancurannya.

Tahap-tahap itu menurut Ibnu Khaldun memunculkan tiga generasi, yaitu:
1. Generasi Pembangun, yang dengan segala kesederhanaan dan solidaritas yang tulus tunduk di bawah otoritas kekuasaan yang didukungnya.
2. Generasi Penikmat, yakni mereka yang karena diuntungkan secara ekonomi dan politik dalam sistem kekuasaan, menjadi tidak peka lagi terhadap kepentingan bangsa dan negara.
3. Generasi yang tidak lagi memiliki hubungan emosionil dengan negara. Mereka dapat melakukan apa saja yang mereka sukai tanpa memedulikan nasib Negara. Jika suatu Bangsa sudah sampai pada generasi ketiga ini, maka keruntuhan Negara sebagai Sunnatullah sudah di ambang pintu, dan menurut Ibnu Khaldun proses ini berlangsung sekitar satu abad. Ibnu Khaldun juga menuturkan bahwa sebuah Peradaban besar dimulai dari masyarakat yang telah ditempa dengan kehidupan keras, kemiskinan dan penuh perjuangan. Keinginan hidup dengan makmur dan terbebas dari kesusahan hidup ditambah dengan ‘Ashabiyyah di antara mereka membuat mereka berusaha keras untuk mewujudkan cita-cita mereka dengan perjuangan yang keras. Impian yang tercapai kemudian memunculkan sebuah peradaban baru. Dan kemunculan peradaban baru ini pula biasanya diikuti dengan kemunduran suatu peradaban lain.
Tahapan-tahapan di atas kemudian terulang lagi, dan begitulah seterusnya hingga teori ini dikenal dengan Teori Siklus.Teori siklus gerak sejarah sebagaimana yang dia pikirkan didasarkan pada adanya kesamaan sebagian masyarakat satu dengan masyarakat satu dengan masyarat yang lain. Teori ini sebearnya merupakan tafsir atas pemikiran Khaldun. Khaldun sendiri sebenarnya tidak menyampaikannya secara eksplisit. Satu hal yang disampaikan Khaldun secara eksplisit adalah pemikirannya tentang sejarah kritis.

2.3.1.2  Oswald Spengler
Oswald Spengler lahir di Blankenburg (Harz) di Jerman Tengah pada tahun 1880, anak tertua dari empat anak, dan satu-satunya anak laki-laki. Ayahnya, yang semula teknisi pertambangan dan berasal dari garis panjang mineworkers, adalah seorang pejabat di pos Jerman birokrasi, dan ia memberikan keluarganya dengan sederhana namun nyaman di rumah kelas menengah.
Ketika ia berusia sepuluh tahun keluarganya pindah ke kota universitas Halle. Spengler menerima pendidikan Gymnasium klasik, mempelajari bahasa Yunani, Latin, matematika dan ilmu alam. Disini juga ia mengembangkan afinitas kuat untuk seni – khususnya puisi, drama, dan musik.
Spengler pada umur 21 tahun. Spengler mempelajari bidang studi budaya klasik, matematika, dan ilmu-ilmu fisik. Pendidikan universitasnya sebagian besar dibiayai oleh sebuah warisan dari almarhum bibi. Ia gagal dalam ujian pertamanya, tetapi ia lulus di ujian kedua pada tahun 1904 dan kemudian ia menulis disertasi sekunder yang diperlukan untuk memenuhi syarat sebagai guru sekolah tinggi. Kemudian ia pindah ke Düsseldorf dan akhirnya Se Hamburg. Dia mengajar matematika, fisika, sejarah dan sastra jerman.
Dia menetap di Munich, di sana untuk menjalani kehidupan sarjana yang independen / filsuf. Dia mulai menulis sebuah buku pengamatan politik.  Awalnya untuk menjadi berjudul Konservatif dan Liberal, itu direncanakan sebagai sebuah eksposisi dan penjelasan tentang tren saat ini di Eropa – yang mempercepat perlombaan senjata, Entente “pengepungan” di Jerman, sebuah suksesi krisis internasional, meningkatkan polaritas dari bangsa-bangsa – dan mana mereka memimpin. Namun pada akhir 1911 ia tiba-tiba tersentak oleh gagasan bahwa peristiwa hari hanya dapat ditafsirkan dalam “global” dan “total-budaya” istilah. Dia melihat Eropa sebagai berbaris pergi untuk bunuh diri, langkah pertama menuju kematian terakhir budaya Eropa di dunia dan dalam sejarah.
Perang Besar 1914-1918 hanya membenarkan dalam pikirannya keabsahan tesis yang sudah dikembangkan. Pekerjaan yang direncanakannya terus meningkat dalam lingkup yang jauh melampaui batas aslinya.
Pada tahun 1922 Spengler mengeluarkan edisi revisi jilid pertama yang berisi koreksi kecil dan revisi, dan tahun setelah melihat penampilan jilid kedua, dia kemudian puas dengan pekerjaan, dan semua tulisan-tulisan dan pernyataan-pernyataan.
Pada awalnya menurut Oswald Spengler untuk menjadi Konservatif dan Liberal, itu direncanakan sebagai sebuah eksposisi dan penjelasan tentang tren saat itu di Eropa – yang mempercepat perlombaan senjata, Entente "pengepungan" di Jerman, sebuah suksesi krisis internasional, meningkatkan polaritas dari bangsa-bangsa – danmana mereka memimpin. Namun pada akhir 1911 ia tiba-tiba tersentak oleh gagasan bahwa peristiwa hari hanya dapat ditafsirkan dalam "global" dan "total-budaya" istilah. Dia melihat Eropa sebagai berbaris pergi untuk bunuh diri, langkah pertama menuju kematian terakhir budaya Eropa di dunia dan dalam sejarah.
Perang Besar 1914-1918 hanya membenarkan dalam pikirannya keabsahan tesis yang sudah dikembangkan. Pekerjaan yang direncanakannya terus meningkat dalam lingkup yang jauh melampaui batas aslinya. Pada tahun 1922 Spengler mengeluarkan edisi revisi jilid pertama yang berisi koreksi kecil dan revisi, dan tahun setelah melihat penampilan jilid kedua, dia kemudian puas dengan pekerjaan, dan semua tulisan-tulisan dan pernyataan-pernyataan. Dengan memnanfaatkan pendekatan physiogmatic, Spengler yakin akan kemampuannya untuk memecahkan teka-teki sejarah.
Oswald Spengler berpandangan bahwa setiap peradaban besar mengalami proses kelahiran, pertumbuhan dan keruntuhan. Proses perputaran itu memakan waktu sekitar seribu tahun.Karya Oswald Spengler yang berpengaruh adalah Der Untergang des Abendlandes (Decline of the West) atau Keruntuhan Dunia Barat atau Eropa. Spengler meramalkan keruntuhan Eropa. Ramalan itu didasarkan atas keyakinan bahwa gerak sejarah ditentukan oleh hukum alam. Dalil Spengler ialah bahwa kehidupan sebuah kebudayaan dalam segalanya sama dengan kehidupan tumbuhan, hewan, manusia dan alam semesta. Persamaan itu berdasarkan kehidupan yang dikuasai oleh hukum siklus sebagai wujud dari fatum. Fatum adalah hukum alam yang menjadi dasar segala hukum cosmos, setiap kejadian, setiap peristiwa akan terjadi lagi, terulang lagi.
Pemikiran sejarah visioner dari filusuf sejarah Oswald Spengler (1880-1836) tertuang dalam karya monumental yaitu Decline of the West (keruntuhan dunia Barat). Karya yang diterbitkan pada 1918.
Dalam karyanya, Spengler meyakini adanya kesamaan dasar dalam sejarah kebudayaan besar dunia, sehingga memungkinkan ia dapat memprediksi secara umum tentang jalannya sejarah masa depan (the course of future history). Predeksi Spengler terutama menyatakan bahwa kebudayaan Barat telah menemui ajalnya (doom), setelah ia melihat awal dan berakhirnya kebudayaan Barat (the beginning of the end). Spengler meramalkan keruntuhan Eropa. Ramalan itu didasarkan atas keyakinan bahwa gerak sejarah ditentukan oleh hukum alam.
Ia percaya bahwa setiap kebudayaan berlangsung melalui sebuah siklus mirip dengan siklus kehidupan organisme. Kebudayaan dilahirkan, tumbuh kuat (grow strong), melemah (weaken), dan akhirnya mati (die).
Oswald Spengler berpandangan bahwa setiap peradaban besar mengalami proses kelahiran, pertumbuhan dan keruntuhan. Proses perputaran itu memakan waktu sekitar seribu tahun.
Dalil Spengler ialah bahwa kehidupan sebuah kebudayaan dalam segalanya sama dengan kehidupan tumbuhan, hewan, manusia dan alam semesta. Persamaan itu berdasarkan kehidupan yang dikuasai oleh hukum siklus sebagai wujud dari fatum. Fatum adalah hukum alam yang menjadi dasar segala hukum cosmos, setiap kejadian, setiap peristiwa akan terjadi lagi, terulang lagi.
Hukum itu tampak pada siklus:
1. Musim semi Masa pemuda Masa pertumbuhan Pagi Pertumbuhan
2. Musim panas Masa dewasa Masa berkembang Siang Perkambangam
3. Musim rontok Masa puncak Masa berbuah Sore Kejayaan
4. Musim dingin Masa tua Masa rontok Malam Keruntuhan

Tiap-tiap masa pasti datang menurut waktunya, itulah keharusan alam yang mesti terjadi. Seperti halnya historical materialism, paham Spengler tentang kebudayaan pasti runtuh apabila sudah melewati puncak kebesarannya. Oleh sebab itu keruntuhan suatu kebudayaan dapat diramalkan terlebih dahulu menurut perhitungan. Suatu kebudayaan mendekati keruntuhan apabila kultur sudah menjadi Civilization (kebudayaan yang sudah tidak dapat tumbuh lagi). Apabila kultur sudah kehilangan jiwanya, maka daya cipta dan gerak sejarah akan membeku

2.3.1.3  Pitirim A. Sorokin
Pitirim A. Sorokin adalah ilmuwan Rusia yang mengungsi ke Amerika Serikat sejak Revolusi Komunis 1917. Ia lahir di Rusia pada tahun 1889 dan memperoleh pendidikan di Universitas St Petersburg. Kemudian Sorokin mengajar disana yang kemudian Ia mendirikan Departemen Sosiologi.
Karir Sorokin terganggu karena adanya Revolusi Komunis, hal ini dikarenakan ia sebagai pejuang anti komunisme. Ia sempat ditahan dan dijatuhi hukuman mati, yang kemudian hukuman tersebut di ganti dengan hukuman pembuangan ke Cekoslovakia. Setelah beberapa tahun Ia hidup dipengasingan, pada tahun 1924, ia kemudian pergi ke Amerika Serikat. Di Amerika Serikat, Sorokin bergabung dengan Universitas Harvard dan kemudian mendirikan Center for Creative Altruism.
Ia yakin bahwa tahap-tahap sejarah cenderung berulang dalam kaitannya dengan mentalitas budaya yang dominan, tanpa membayangkan suatu tahap akhir yang final. Tetapi siklus-siklus ini tidak sekedar pelipat gandaan saja; sebaliknya ada banyak variasi dalam bentuk-bentuknya yang khusus, dimana tema-tema budaya yang luas dinyatakan
Setiap tahap sejarah masyarakat memperlihatkan beberapa unsur yang kembali berulang (artinya, pengulangan tahap yang terdahulu) dan ada beberapa daripadanya yang unik. Sorokin mengacu pada pola-pola perubahan budaya jangka panjang yang bersifat “berulang-berubah”. Penekanan Sorokin pada berulangnya tema-tema dasar dimaksudkan untuk menolak gagasan bahwa perubahan sejarah dapat dilihat sebagai suatu proses linear yang meliputi gerak dalam satu arah saja; dalam hal ini Sorokin berbeda dari Comte yang percaya akan kemajuan yang mantap dalam perkembangan intelektual manusia.
Menurut Pitirim A. Sorokin (1889–1968) semua peradaban besar berada dalam siklus tiga sistem kebudayaan yang berputar tanpa akhir. Siklus tiga sistem kebudayaan ini adalah kebudayaan ideasional, idealistis, dan sensasi.
1)   Kebudayaan ideasional, yaitu kebudayaan yang didasari oleh nilai-nilai dan kepercayaan terhadap kekuatan supranatural.
2)   Kebudayaan idealistis, yaitu kebudayaan di mana kepercayaan terhadap unsur adikodrati (supranatural) dan rasionalitas yang berdasarkan fakta bergabung dalam menciptakan masyarakat ideal.
3)   Kebudayaan sensasi, yaitu kebudayaan di mana sensasi merupakan tolok ukur dari kenyataan dan tujuan hidup.


2.3.2   TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL
2.3.2.1  David Émile Durkheim 
Emile Durkheim lahir di Epinal, Perancis 15 April 1858. Ia keturunan pendeta Yahudi dan ia sendiri belajar untuk menjadi pendeta (rabbi). Tetapi, ketika berumur 10 tahun ia menolak menjadi pendeta. Sejak itu perhatiannya terhadap agama lebih bersifat akademis ketimbang teologis (Mestrovic, 1988). Ia bukan hanya kecewa terhadap pendidikan agama, tetapi juga pendidikan masalah kesusastraan dan estetika. Ia juga mendalami metodologi ilmiah dan prinsip moral yang diperlukan untuk menuntun kehidupan sosial. Ia menolak karir tradisional dalam filsafat dan berupaya mendapatkan pendidikan ilmiah yang dapat disumbangkan untuk pedoman moral masyarakat. Meski kita tertarik pada sosiologi ilmiah tetapi waktu itu belum ada bidang studi sosiologi sehingga antara 1882-1887 ia mengajar filsafat di sejumlah sekolah di Paris.
Hasratnya terhadap ilmu makin besar ketika dalam perjalanannya ke Jerman ia berkenalan dengan psikologi ilmiah yang dirintis oleh Wilhelm Wundt (Durkheim, 1887/1993). Beberapa tahun sesudah kunjungannya ke Jerman, Durkheim menerbitkan sejumlah buku diantaranya adalah tentang pengalamannya selama di Jerman (R. Jones, 1994). Penerbitan buku itu membantu Durkheim mendapatkan jabatan di Jurusan Filsafat Universitas Bordeaux tahun 1887. DI sinilah Durkheim pertama kali memberikan kuliah ilmu sosial di Universitas Perancis. Ini adalah sebuah prestasi istimewa karena hanya berjarak satu dekade sebelumnya kehebohan meledak di Universitas Perancis karena nama Auguste Comte muncul dalam disertasi seorang mahasiswa. Tanggung jawab utama Durkheim adalah mengajarkan pedagogik di sekolah pengajar dan kuliahnya yang terpenting adalah di bidang pendidikan moral. Tujuan instruksional umum mata kuliahnya adalah akan diteruskan kepada anak-anak muda dalam rangka membantu menanggulangi kemerosotan moral yang dilihatnya terjadi di tengah masyarakat Perancis.
Tahun-tahun berikutnya ditandai oleh serentetan kesuksesan pribadi. Tahun 1893 ia menerbitkan tesis doktornya, The Devision of Labor in Society dalam bahasa Perancis dan tesisnya tentang Montesquieu dalam bahasa Latin (W. Miller, 1993). Buku metodologi utamanya, The Rules of Sociological Method, terbit tahun 1895 diikuti (tahun 1897) oleh hasil penelitian empiris bukunya itu dalam studi tentang bunuh diri. Sekitar tahun 1896 ia menjadi profesor penuh di Universitas Bordeaux. Tahun 1902 ia mendapat kehormatan mengajar di Universitas di Perancis yang terkenal, Sorbonne, dan tahun 1906 ia menjadi profesor ilmu sangat terkenal lainnya, The Elementary Forins of Religious Life, diterbitkan pada tahun 1912.
Kini Durkheim sering dianggap menganut pemikiran politik konservatif dan pengaruhnya dalam kajian sosiologi jelas bersifat konservatif pula. Tetapi dimasa hidupnya ia dianggap berpikiran liberal dan ini ditunjukkan oleh peran publik aktif yang dimainkannya dalam membela Alfred Drewfus, seorang kapten tentara Yahudi yang dijatuhi hukuman mati karena penghianatan yang oleh banyak orang dirasakan bermotif anti-yahudi (Farrel, 1997).
Durkheim merasa sangat terluka oleh kasus Dreyfus itu, terutama oleh pandangan anti-Yahudi yang melatarbelakangi pengadilannya. Namun Durkheim tidak mengaitkan pandangan anti-Yahudi ini dengan rasialisme di kalangan rakyat Perancis. Secara luas ia melihatnya sebagai gejala penyakit moral yang dihadapi masyarakat Perancis sebagai keseluruhan (Bimbaum dan Todd, 1995). Ia berkata :
Bila masyarakat mengalami penderitaan maka perlu menemukan seorang yang dapat dianggap bertanggung jawab atas penderitaannya itu. Orang yang dapat dijadikan sebagai sasaran pembalasan dendam atas kemalangannya itu, dan orang yang menentang pendapat umum yang diskriminatif, biasanya ditunjuk sebagai kambing hitam yang akan dijadikan korban. Yang meyakinkan saya dalam penafsiran ini adalah cara-cara masyarakat menyambut hasil pengadilan Dreyfus 1894. keriangan meluap di jalan raya.  Rakyat merayakan kemenangan atas apa yang telah dianggap sebagai penyebab penderitaan umum. Sekurang-kurangnya mereka tahu siapa yang harus disalahkan atas kesulitan ekonomi dan kebejatan moral yang terjadi dalam masyarakat mereka; kesusahan itu berasal dari Yahudi. Melalui fakta ini juga segala sesuatu telah dilihat menjadi bertambah baik dan rakyat merasa terhibur (Lukes, 1972:345).
Perhatian Durkheim terhadap perkara Dreyfus berasal dari perhatiannya yang mendalam seumur hidupnya terhadap moralitas modern. Menurut Durkheim, jawaban atas perkara Dreyfus dan krisis moral seperti itu terletak di akhir kekacauan moral dalam masyarakat. Karena perbaikan moral itu tak dapat dilakukan secara cepat dan mudah, Durkheim menyarankan tindakan yang lebih khusus, seperti menindak tegas orang yang mengorbankan rasa benci terhadap orang lain dan pemerintah harus berupaya menunjukkan kepada publik bahwa menyebarkan rasa kebendaan itu adalah perbuatan menyesatkan dan terkutuk. Ia mendesak rakyat agar “mempunyai keberanian untuk secara lantang menyatakan apa yang mereka pikirkan dan bersatu untuk mencapai kemenangan dalam perjuangan menentang kegilaan publik (Lukas, 1972:347).
Tetapi minat Durkheim terhadap sosialisme juga dijadikan bukti bahwa ia menentang pemikiran yang menganggapnya seorang konservatif, meski jenis pemikiran sosialismenya sangat berbeda dengan pemikiran Marx dan pengikutnya. Durkheim sebenarnya menamakan Marxisme sebagai “seperangkat hipotesis yang dapat dibantah dan ketinggalan zaman” (Lukes, 1972:323). Menurut Durkheim, sosialisme mencerminkan gerakan yang diarahkan pada pembaharuan moral masyarakat melalui moralitas ilmiah dan ia tak tertarik pada metode politik jangka pendek atau pada aspek ekonomi dari sosialisme. Ia tak melihat proletariat sebagai penyelamat masyarakat dan ia sangat menentang agitasi atau tindak kekerasan. Menurut Durkheim, sosialisme mencerminkan sebuah sistem dimana didalamnya prinsip moral ditemukan melalui studi sosiologi ilmiah di tempat prinsip moral itu diterapkan.
Durkheim berpengaruh besar dalam pembangunan sosiologi, tetapi pengaruhnya tak hanya terbatas di bidang sosiologi saja. Sebagian besar pengaruhnya terhadap bidang lain tersalur melalui jurnal L’annee Sociologique yang didirikannya tahun 1898. Sebuah lingkaran intelektual muncul sekeliling jurnal itu dan Durkheim berada dipusatnya. Melalui jurnal itu, Durkheim dan gagasannya mempengaruhi berbagai bidang seperti antropologi, sejarah, bahasa dan psikologi yang agak ironis, mengingat serangannya terhadap bidang psikologi.
Durkheim meninggal pada 15 November 1917 sebagai seorang tokoh intelektual Perancis tersohor. Tetapi, karya Durkheim mulai memengaruhi sosiologi Amerika dua puluh tahun sesudah kematiannya, yakni setelah terbitnya The Structure of Social Action (1973) karya Talcott Parsons.
Lahirnya fungsionalisme struktural sebagai suatu perspektif yang ”berbeda” ‎dalam sosiologi memperoleh dorongan yang sangat besar lewat karya-karya klasik ‎seorang ahli sosiologi Perancis, yaitu Emile Durkheim. Masyarakat modern dilihat ‎oleh Durkheim sebagai keseluruhan organis yang memiliki realitas tersendiri. ‎Keseluruhan tersebut memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu ‎yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam ‎keadaan normal, tetap langgeng. Bila mana kebutuhan tertentu tadi tidak dipenuhi ‎maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat ”patologis”. Sebagai contoh ‎dalam masyarakat modern fungsi ekonomi merupakan kebutuhan yang harus ‎dipenuhi. Bilamana kehidupan ekonomi mengalami suatu fluktuasi yang keras, maka ‎bagian ini akan mempengaruhi bagian yang lain dari sistem itu dan akhirnya sistem ‎sebagai keseluruhan. Suatu depresi yang parah dapat menghancurkan sistem politik, ‎mengubah sistem keluarga dan menyebabkan perubahan dalam struktur keagamaan. ‎Pukulan yang demikian terhadap sistem dilihat sebagai suatu keadaan patologis, yang ‎pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya sehingga keadaan normal kembali ‎dapat dipertahankan. Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan normal ‎sebagai equilibrium, atau sebagai suatu sistem yang seimbang, sedang keadaan ‎patologis menunjuk pada ketidakseimbangan atau perubahan sosial.‎
Menurut Emile Durkheim Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup.  Sama halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan structural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial. 

2.3.2.2 Talcoot Parsons   
Talcoot Parsons  Lahir pada 1902 di Colorado Spring, Colorado. Parsons memiliki latar belakang religious dan intelektual. Ayahnya seorang pendeta, professor dan akhirnya menjadi rektor sebuah perguruan tinggi kecil. Parson mendapat gelar sarjana muda dari Universitas Amherst pada 1924 dan menyiapkan disertasinya di London School of Economics. Di tahun berikutnya, ia pindah ke Heidelberg, Jerman. Max Weber lama berkarir di Heidelberg dan meski telah meninggal 5 tahun sebelum kedatangan Parsons, pengaruh Weber tetap bertahan mantan istrinya terus menyelenggarakan diskusi ilmiah dirumahnya dan Parsons menghadirinya. Parsons sangat dipengaruhi oleh karya Weber dan akhirnya menulis disertasinya di Heidelberg, yang sebagian menjelaskan karya Weber.
Parsons mengajar di Harvard pada 1927 dan meski berganti jurusan beberapa kali, ia tetap di Harvard hingga akhir hayatnya pada 1979. Kemajuan karirnya tak begitu  cepat. Ia tak mendapatkan jabatan professor hingga 1939. Dua tahun sebelumnya ia menerbitkan The Structur of Sosial Action,sebuah buku yang tak hanya memperkenalkan pemiiran sosiolog utama seperti Weber kepada sejumlah besar sosoilog, tetapi juga meletakkan landasan bagi teori yang dikembangkan Parsons sendiri.
Sesudah itu, karir akademis Parsons maju pesat. Dia menjadi ketua jurusan sosiologi di Harvard pada 1944 dan dua tahun kemudian mendirikan Departemen Hubungan Sosial, yangtak hanya memasukkan sosiolog, tetapi juga berbagai sarjana Ilmu Sosial Lainya. Tahun 1949, ia terpilih menjadi  Presiden The American Sosiological Association. Pada 1950-an dan menjelang 1960-an, dengan diterbitkan buku seperti The Social System(1951), Parson menjadi tokoh dominan dalam Sosiologi Amerika.
Tetapi, diakhir 1960-an Parsons mendapat serangan dari sayap radikal sosiologi Amerika yang baru muncul. Parsons dinilai berpandangan politik politik konservatif  dan teorinya dianggap sangat konservatif dan tidak lebih dari sebuah skema kategorisasi yang rumit. Tetapi, tahun 1980-an timbul kembali perhatian terhadap teori Parsons, tak hanya di America Serikat, tetapi di seluruh dunia(Alexander,1982; 1983; Buxton, 1985; Camic, 1990; Holton dan Turner, 1986; Sciulli dan Gerstain, 1985). Horto dan Turner mungkin terlalu berlebihan ketika mengatakan bahwa “ karya Parsons mencerminkan sumbangan yang lebih berpengaruh terhadap teori sosiologi ketimbang Marx, Weber, Durkheim, atau  pengikut mereka masa kini sekalipun” (1986: 13). Pemikiran Parsons tidak hanya memengaruhi pemikir konservatif, tetapi juga teoritisi neo-Marxiam, terutama Jurgen Habernas.
Setelah kematian Parsons, sejumlah bekas mahasiswanya, semua sosiolog sangat terkenl, merenungkan arti penting teorinya maupun pencipta teori itu sendiri. Dalam renungan mereka, para sosiolog ini mrngemukakan pengertian menarik tentang Parsons dan karyanya. Beberapa pandangan melintas mengenai Parsons yang direproduksi di sini bukan dimaksudkan untuk membuat gambaran yang masuk akal, tetapi dimaksudkan untuk mengemukakan padangan selintas yang provokatif mengenai Parsons dan karya-karyanya.  
Sebagai seorang sosiolog kontemporer dari Amerika yang menggunakan pendekatan fungsional dalam melihat masyarakat, baik yang menyangkut fungsi dan prosesnya. Pendekatannya selain diwarnai oleh adanya keteraturan masyarakat yang ada di Amerika juga dipengaruhi oleh pemikiran Auguste Comte, Emile Durkheim, Vilfredo Pareto dan Max Weber. Hal tersebut di ataslah yang menyebabkan Teori Fungsionalisme Talcott Parsons bersifat kompleks.  
Teori Fungsionalisme Struktural yang mempunyai latar belakang kelahiran dengan mengasumsikan adanya kesamaan antara kehidupan organisme biologis dengan struktur sosial dan berpandangan tentang adanya keteraturan dan keseimbangan dalam masyarakat tersebut dikembangkan dan dipopulerkan oleh Talcott Parsons. Tindakan Sosial dan Orientasi Subjektif Teori Fungsionalisme Struktural yang dibangun Talcott Parsons dan dipengaruhi oleh para sosiolog Eropa menyebabkan teorinya itu bersifat empiris, positivistis dan ideal. Pandangannya tentang tindakan manusia itu bersifat voluntaristik, artinya karena tindakan itu didasarkan pada dorongan kemauan, dengan mengindahkan nilai, ide dan norma yang disepakati.  Tindakan individu manusia memiliki kebebasan untuk memilih sarana (alat) dan tujuan yang akan dicapai itu dipengaruhi oleh lingkungan atau kondisi-kondisi, dan apa yang dipilih tersebut dikendalikan oleh nilai dan norma.
Prinsip-prinsip pemikiran Talcott Parsons, yaitu bahwa tindakan individu manusia itu diarahkan pada tujuan.  Di samping itu, tindakan itu terjadi pada suatu kondisi yang unsurnya sudah pasti, sedang unsur-unsur lainnya digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Selain itu, secara normatif tindakan tersebut diatur berkenaan dengan penentuan alat dan tujuan.  Atau dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa tindakan itu dipandang sebagai kenyataan sosial yang terkecil dan mendasar, yang unsur-unsurnya berupa alat, tujuan, situasi, dan norma.
Menurut Talcoot Parsons suatu fungsi dalah suatu kegiatan kompleks yang di arahkan kepada pemenuhan suatu kebutuhan-kebutuhan sistem itu. Menggunakan divinisi tersebut Parsons percya bahwa ada empat imperatif fungsional yang perlu bagi semua sitem, yang di kenal dengan AGIL yaitu:
1.      Adaptasi: suatu sistem harus mengatasi kebutuhan mendesak yang bersifat situasional eksternal. Sistem itu harus beradaptasi dengan lingkungannya dan mengadaptasikan lingkungannya dengan kebutuhan-kebutuhannya.
2.      Percepatan tujuan (goal attaiment): suatu sistem harus mendifinisikan dan mencapai tujuan utamanya.
3.      Integrasi: suatu sistem harus mengatur antar hubungan bagian-bagian dari komponennya. Dia juga harus mengeloloa hubungan di antara tiga imperaftif fungsional lainnya (A,G,L).
4.      Pemeliharaan pola (latensi): suatu sistem harus menyediakan , memelihara, dan memperbaharui baik motivasi para individu maupun pola pola budaya yang menciptakan dan menopang motivasi itu.
Berikut ini adalah gambaran bagaimana Persons meggunakan AGIL. Organisasi behavioral adalah sisitem tindakan yang menangani fungsi adaptasi dengan menyesuaikan diri dan mentransformasi duania exsternal. Sistem kepribadian melaksanakan fungsi mencapai tujuan dengan mendifinisikan tujuan-tujuan sistem dan memobilitasi sumber daya untuk mencapainya. Sistem sosial menangani integrasi dengan menggendalikan bagian-bagian komponennya. Terakhir sistem budaya melaksanakan fungsi latensi dengan mnyediankan norma norma dan nilai nilai bagi pra aktor yang memotifasi mereka untuk bertindak.
Parsons mempunyai gagasan yang jelas mengenai “level-level” analisis sosial dan juga antarhubungan-antarhubungan mereka. Level-level itu di satukan dalam dua cara. Pertama, setiap level yang lebih rendah memberikan kondisi-kondisi, energi yang diperlukan bagi level-level yang lebih tinggi. Kedua, level-level yang lebih tinggi mengendalikan level-level yang dibawahnya di dalam hierarki itu.
   Dari segi lingkungan sistem tindakan, level paling rendah, lingkungan fisik dan organik, meliputi aspek-aspek nonsimbolik tubuh manusia, anatomi dan fisiologinya.
            Inti karya Parsons ditemukan di dalam empat sistem tindakanya. Parsons menemukan jawabanya bagi masalah ketertiban di dalam fungsionalisme struktural, yang menurutnya bekerja bersama sekumpulan asumsi berikut ini :
1.      System-sistem mempunyai khasiat ketertiban dan kesalingtergantungan bagian-bagianya.
2.      Sistem-sistem cenderung menuju ketertiban, atau keseimbangan yang terpelihara sendiri.
3.      Sistem-sistem mungkin statik atau telibat dalam suatu proses perubahan yang teratur.
4.      Sifat dasar satu bagian dari sistem mempunyai dampak pada bentuk yang dapat diambil bagian-bagian lain.
5.      Sistem-sistem memelihara batas-batas dengan lingkungan-lingkungannya.
6.      Alokasi dan integrasi adalah dua proses fundamental yang diperlukan untuk tercapanya keadaan seimbang tertentu suatu sistem.
7.      Sistem-sistem cenderung menuju pemeliharaan sendiri yang melibatkan pemeliharaan perbatasan dan hubungan bagian-bagian dengan keseluruhan, pengendalian variasi-variasi lingkungan, dan pengendalian terhadap tendensi-tendensi pengubahan sistem dari dalam.
Bagi Parsons, masalah tatanan paling sering berhubungan dengan isu mengapa tindakan tidak acak atau berpola. Isu keseimbangan adalah pertanyaan yang lebih empiris bagi Parsons. Namun demikian, Parsons sendiri sering menggabungkan isu-isu ketertiban dan keseimbangan. Sistem Sosial. Konsep Parsons mengenai sistem dimulai pada level micro di dalam interaksi antara ego dan alterego, didefinisikan sebagai bentuk sistem sosial yang paling elementer.
Sistem Kepribadian. Sistem kepribadian dikenal bukan hanya dari sistem budaya tetapi juga oleh sistem sosial. Namun, bukan berarti bahwa Parsons tidak memberi independensi tertentu kepada sistem kepribadian. Organisme Behavioral. Meskipun dimasukan organisme behavioral sebagai salah satu dari empat sistem tindakan, sedikit sekali di katakan Parsons tentangnya. Organisme behavioral dimasukan karena merupakan sumber energi untuk bagian lain sistem itu. Meskipun ia didasarkan pada susunan genetik, pengaturanya, di pengaruhi oleh pengondisian dan pembelajaran yang terjadi selama kehidupan individu.

2.3.2.3 Robert King Merton
Robert King Merton ( biasa disingkat dengan Robert K. Merton ) lahir pada 4 juli 1910 di pemukiman kumuh Philadelphia Selatan. Ayahnya adalah seorang tukang kayu dan sopir truk. Keluarganya merupan imigran Yahudi. Merton dibesarkan dalam semangat belajar yangtinggi, semasa kanak – kanak dia sering ditemukan membaca buku di Carnegie Library.Karena kepandaiannya, Merton mendapatkan beasiswa di Universitas Temple. Dariuniversitas tersebut, ia mendapat gelar B.A, dan menjadi tertarik dengan sosiologi, kemudiania mengambil rangkaian pelajaran sosiologi yang diajarkan oleh George E. Simpson.Dengan bantuan beasiswa pula Meron mendapat gelar MA dan Ph.D dari UniversitasHarvard. Merton menjadi murid paling awal dan yang paling berpengaruh. Talcott Parsons pernah menyatakan hubungan yang sangat penting dengan Robert K. Merton.Selama di Harvard, Merton diajar oleh para mahaguru, mereka antara lain adalah : P.ASorokin, yang lebih banyak mendorong Merton ke arah pemikiran social Eropa dan kepada pemikirannya sendiri. Lalu Talcoltt Parsons, yang cukup muda, sibuk dengan pemikiranmelalui gagasan – gagasan yang pertama kali mencapai puncaknya dalam karyanya yang berbobot.
Konsep-konsep sosiologi seharusnya memiliki batasan yang jelas bilamana mereka harus berfungsi sebagai bangunan dasar dari proposisi-proposisi yang dapat diuji. Proposisi-proposisi harus dinyatakan dengan jelas tanpa berwayuh arti. Merton mencoba membuat batasan beberapa konsp analitis dasar bagi analisa fungsional dan menjelaskan beberapa ketikpastain arti yang terdapat didalam potsulat-potsulat kaum fungsional.
Postulat yang pertama adalah kesatuan fungsional masyarakat yang dapat dibatasi sebagai suatu keadaan dimana seluruh bagian dari sistem sosial bekerja sama dalam suatu tingkat keselarasan atau konsistensi internal yang memadai, tanpa menghasilkan konflik berkepanjangan yang tidak dapat diatasi atau diatur. Atas potsulat ini merton memberikan koreksi bahwa kesatuan fungsional yang sempurna dari suatu masayarakat adalah bertentangan dengan fakta. Hal ini disebabkan karena kenyataannya dapat terjadi, sesuatu yang fungsional bagi kelompok tertentu, bersifat disfungsional bagi kelompok lain.
Postulat yang kedua, yaitu fungsionalisme universal, berkaitan denga postulat yang pertama. Fungsionalisme universal menganggap bahwa seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memeiliki fungsi positif.  Terhadap potsulat ini dikatakan bahwa sebetulnya di samping fungsi postif dari sistem sosial terdapat juga disfungsi. Beberapa perilaku sosial dapat dikategorikan ke dalam bentuk atau sifat disfungsi ini. dengan demikian, dalam analisis, keduanya harus dipertimbangkan menurut criteria keseimbangan konsekuensi-konsekuensi fungsional, yang menimbang fungsi positif relative terhadap fungsi negatif/disfungsi.
Postulat yang ketiga adalah melengkapi tiga postulat fungsionalisme, yaitu postulat indispensability. Ia menyatakan bahwa  dalam setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan, ide, obyek materil, dan kepercayaan memenuhu beberapa fungsi penting,
Marton mengritik hal yang dianggap tiga dalai dasar analisis fungsional:
1.      Kestuan fungsional masyarakat
Dalail tersebut menganggap bahwa semua kepercayaan sosial dan budaya dan praktik yang di setandarkan bermanfaat bagi masyarakat sebagi suatu keseluruhan dan juga sebagi individu-individu dalam masyarakat. Pandangan itu menyiratkan bahwa berbagai bagian sistem sosial nantinya akan level integerasi yang tinggi. Akan tetapi Marto berkukuh kedati hal itu benar dalam masyarakat primitif yang kecil, generalisasi tidak dapat di perluas kepada masyarakat yang lebih besar atau lebih kompleks.
2.      Fungsionalisme universal
Di argumenkan bahwa semua bentuk sosial dan budaya yang di setandarkan memiliki  fungdi-fungsi positif. Marton mberargumen bahwa hal ini bertolak belakang dengan apa yang kita tidak  jumpai di dunia nyata. Jelas bahwa tida semua kebudayaan, ide-ide, kepercayaan dan adat istiadat memiliki dampak positif. Contohnya nasonalsme fanatik bisa sangat tidak berguna di dunia yang mempunyai segudang senjata nuklir.
3.      Kebutuhan mutlak
Argumen di sini bahwa tidak semua aspek masyarakat yang di setandarisasi memiliki mkna positif. Tetapi juga menggambarkan bagian bagian dari cara kerja yang mutlak ada. Dalil tersebut menghaslkan ide bahwa semua struktur dan fungsi sevara fungsional adalah untuk masyarakat


2.3.3        TEORI KONFLIK
2.3.3.1  Karl Marx
Karl Marx lahir di Trier, Prusia, 5 Mei 1818. Ayahnya, seorang pengacara, menafkahi keluarganya dengan relatif baik, khas kehidupan kelas menengah. Orang tuannya adalah dari keluarga pendeta Yahudi (rabbi). Tetapi, karena alasan bisnis ayahnya menjadi penganut Luther ketika Karl Marx masih sangat muda. Tahun 1841 Marx menerima gelar doktor filsafat di Universitas Berlin, universitas yang sangat dipengaruhi oleh Hegel, tetapi berpikiran kritis. Gelar doktor Marx didapat dari kajian filasafat yang membosankan, tetapi kajian itu mendahului berbagai gagasannya yang muncul kemudian. Setelah tamat ia menjadi penulis untuk sebuah koran liberal radikal dan dalam tempo 10 bulan ia menjadi editor kepala koran itu. Tetapi karena pendirian politiknya, koran itu kemudian ditutup oleh pemerintah. Esai-esai awal yang diterbitkan dalam periode ini mulai mencerminkan sejumlah pendirian yang membimbing Marx sepanjang hidupnya. Esai-esai tulisan Marx itu secara bebas ditaburi prinsip-prinsip demokrasi, kemanusiaan dan idealisme awal. Ia menolak keabstrakan filsafat Hegelian, mimpi naif komunis utopian dan gagasan aktifis yang mendesakkan apa yang ia anggap sebagai tindakan politik prematur. Dalam menolak gagasan aktifis ini, Marx meletakkan landasan bagi gagasan hidupnya sendiri :
“Upaya praktis, bahkan dengan mengerahkan massa sekalipun, akan dijawab dengan meriam saat upaya itu dianggap berbahaya. Tetpai, gagasan yang dapat mengalahkan intelektula kita, merupakan belenggu-belenggu di mana seseorang hanya bisa lepas darinya dengan mengorbankan nyawanya; gagasan itu sepertinya setan sehingga oraang hanya dapat mengatasinya dengan menyerah kepadanya”. (Marx, 1842/1977:20)
Marx  menikah pada 1843 dan tak lama kemudian ia terpaksa meniggalkan Jerman untuk mendapatkan suasana yang lebih liberal di Paris. Di Paris ia terus bergulat dengan gagasan Hegel dan pendukungnya, tetapi ia juga menghadapi dua kumpulanm gagasan baru – sosialisme Perancis dan ekonomi politik Inggris. Dengan cara yang unik ia menggabungkan Hegenialisme, sosialisme dan ekonomi politik yang kemudian menentukan orientasi intelektualnya. Hal yang sangat penting pulaadalah pertemuannya dengan orang yang kemudian menjadi teman seumur hidupnya, donatur, dan kolaboratornya – yakni Fredrich Engels (Cerver, 1983). Engels anak penguasa pabrik tekstil menjadi orang sosialis yang mengkritik kondisi kehidupan yang dihadapi kelas buruh.  Banyak di antara rasa kasihan Marx  terhadap kesengsaraan kelas buruh berasal dari paparannya kepada Engels dan gagasannya sendiri. Tahun 1844 Marx dan Engles mengadakan diskusi panjang di sebuah cafe terkenal di Paris dan meletakkan landasan kerja untuk bersahabat seumur hidup. Mengenai diskusi itu Engels berkata, “Kesepakatan lengkap kami dalam semua bidang teori menjadi nyata.. dan perjanjian kerja sama kami mulai sejak itu” (McLellan, 1993:131). Di tahun berikutnya Engels menerbitkan karya The Condotion of The Working Class in England. Selama periode itu Marx menerbitkan sejumlah karya yang sukar dipahami (kebanyakan belum diterbitkan semasa hidupnya) termasuk The Holly Family dan The GermanIdeology (ditulis bersama Engels) an ia pun menulis The economic and Philosophic Manuscripts of 1844 yang menandakan perhatiaanya bidang ekonomi makin meningkat.
Meski Marx dan Engels memiliki orientasi teoritis yang sama, namun ada juga perbedaan di antara mereka. Marx cenderung menjadi seorang intelektual teoritis yang kurang teratur dan sangat berorientasi kepada keluarganya. Engels adalah pemikir praktis, rapi dan pengusaha teratur dan orang yang tak percaya pada lembaga keluarga. Meski mereka berbeda, Marx dan Engels menempa kerja sama yang akrab sehingga mereka berkolaborasi dalam menulis buku dan artikel dan bekerja sama dalam organisasi radikal, dan bahkan Engels membantu membiayai Marx selama sisa hidupnya sehingga memungkinkan Marx mencurahkan perhatian pada kegiatan intelektual dan politiknya.
Meski ada asosiasi erat antara nama  Marx dan Engels, namun Engels menjelaskan bahwa ia adalah teman junior. Banyak yang percaya bahwa Engels gagal memahami berbagai seluk beluk karya Marx. Setelah Marx meninggal, Engels menjadi juru bicara utama teori Marxian dan dalam berbagai cara penyimpangan dan terlalu menyederhanakannya, meski ia tetap setia terhadap perspektif politik yang ia tempa bersama Marx.
Karena beberapa tulisannya telah mengganggu pemerintahan Prusia, pemerintah Perancis (atas permohonan Prusia) mengusir Marx tahun 1845 dan karenanya Marx pindah ke Brussel. Radikalismenya meningkat dan ia menjadi anggota aktif gerakan revolusioner internasional. Ia pun bergabung dengan Liga Komunis dan bersama Engels diminta menulisn anggaran dasar liga itu. Hasilnya adalah Manifesto Komunis 1848, sebuah karya besar yang ditandai oleh slogan-slogan politik yang termasyhur (misalnya,”Kaum buruh seluruh dunia, bersatulah!”).
Tahun 1849 ia pindah ke London dan, mengingat kegagalan revolusi politik tahun 1848, ia mulai menarik diri dari aktifitas revolusioner dan beralih ke kegiatan riset yang lebih rinci tentang peran sistem kapitalis. Studi ini akhirnya menghasilkan tiga jilid buku das kapital. Jilid pertama diterbitkan tahun 1867; kedua jilid lainnya diterbitkan sesudah ia meninggal. Selama riset dan menulis itu ia dalam kemiskinan, membiayai hidupnya secara sederhana dari honorarium tulisannya dan bantuan dana dari Engels. Tahun 1864 Marx terlibat kembali dalam kegiatan politik, bergabung dengan “The Internasional”, sebuah gerakan buruh internasional. Ia segera menonjol dalam gerakan itu dan mencurahkan perhatian selama beberapa tahun untuk gerakan itu. Ia mulai mendapat popularitas, baik sebagai pemimpin Internasional maupun sebagai penulis das Kapital. Perpecahan gerakan Internasional tahun 1876, kegagalan berbagai gerakan revolusioner dan penyakit-penyakit, akhirnya membuat Marx ambruk. Istrinya wafat tahun 1881, anak perempuannya tahun 1882, dan Marx sendiri wafat di tahun 1883.
Karl Marx dan generasinya menganggap Hegel sebagai orang terakhir dalam tradisi besar pemikiran filosofis yang mampu ”mengamankan” pengetahuan tentang manusia dan sejarah. Namun, karena beberapa hal, pemikiran Marx mampu menggantikan filsafat teoritis Hegel. Menurut Marx, hal ini terjadi karena Marx menjadikan filsafat sebagai sesuatu yang praktis; yakni menjadikannya sebagai cara berpikir (kerangka pikir) masyarakat dalam mewujudkan idealitasnya. Dengan menjadikan nalar sebagai sesuatu yang ’sosial’ dan menyejarah, skeptisisme historis akan muncul untuk merelatifkan klaim-klaim filosofis tentang norma dan nalar menjadi ragam sejarah dan budaya forma-forma kehidupan.
Dan dapat diartikan sebagai teori yang menggunakan metode reflektif dengan melakukan kritik secara terus-menerus terhadap tatanan atau institusi sosial, politik atau ekonomiyang ada. Teori kritis menolak skeptisisme dengan tetap mengaitkan antara nalar dan kehidupan sosial. Dengan demikian, teori kritis menghubungkan ilmu-ilmu sosial yang bersifat empiris dan interpretatif dengan klaim-klaim normatif tentang kebenaran, moralitas, dan keadilan yang secara tradisional merupakan bahasan filsafat. Dengan tetap memertahankan penekanan terhadap normativitas dalam tradisi filsafat, teori kritis mendasarkan cara bacanya dalam konteks jenis penelitian sosial empiris tertentu, yang digunakan untuk memahami klaim normatif itu dalam konteks kekinian.
Tujuan teori kritis adalah menghilangkan berbagai bentuk dominasi dan mendorong kebebasan, keadilan dan persamaan. Teori ini menggunakan metode reflektif dengan cara mengkritik secara terus menerus terhadap tatanan atau institusi sosial, politik atau ekonomi yang ada, yang cenderung tidak kondusif bagi pencapaian kebebasan, keadilan, dan persamaan.
Ciri khas Teori Kritis tidak lain ialah bahwa teori ini tidak sama dengan pemikiran filsafat dan sosiologi tradisional. Singkatnya, pendekatan teori ini tidak bersifat kontemplatif atau spektulatif murni. Pada titik tertentu, ia memandang dirinya sebagai pewaris ajaran Karl Marx, sebagai teori yang menjadi emansipatoris. Selain itu, tidak hanya mau menjelaskan, mempertimbangkan, merefleksikan dan menata realitas sosial tapi juga bahwa teori tersebut mau mengubah.
Pada dasarnya, esensi Teori Kritis adalah konstruktivisme, yaitu memahami keberadaan struktur-stuktur sosial dan politik sebagai bagian atau produk dari intersubyektivitas dan pengetahuan secara alamiah memiliki karakter politis, terkait dengan kehidupan sosial dan politik.
`Marxisme dianggap sebagai dasar pemikiran dari semua teori-teori yang ada dalam tradisi kritis. Marxiesme berasal dari pemikiran Karl Marx, seorang ahli filsafat, sosiologi dan ekonomi dan Friedrich Engels, sahabatna. Marxisme beranggapan bahwa sarana produksi dalam masyarakat bersifat terbatas. Ekonomi adalah basis seuruh kehidupan sosial. Saat ini, kehidupan sosial dikuasai oleh kelompok kapitalis, atau sistem ekonomi yang ada saat ini adalah sistem ekonomi kapitalis.
Dalam masyarakat yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis, profit merupakan faktor yang mendorong proses produksi, dan menekan buruh atau kelas pekerja. Hanya dengan perlawanan terhadap kelas dominan (pemilik kapital) dan menguasai alat-alat produksi, kaum pekerja dapat memperoleh kebebasan. Teori Marxist klasik ini dinamakan ’The Critique of Political Economy’ (kritik terhadap Ekonomi Politik).
Marx ingin membangun suatu filsafat praxis yang benar-benar dapat menghasilkan kesadran untuk merubah realitas, pada saat Marx hidup, yakni masyarakat kapitalis berkelas dan bercirikan penghisapan. Teori Marx meletakkan filsafat dalam konteks yang historis, sosiologis dan ekonomis. Teori Marx bukan sekedar analisa terhadap masyarakat. Teori Marx tidak bicara eonomi semata tetapi ”usahanya untuk membuka pembebasan manusia dari penindasan kekuatan-kekutan ekonomis”.
Menurut Marx, dalam sistem ekonomi kapitalis yang mengutamakan profit, masing-masing kapitalis beruang mati-matian untuk mengeruk untuk sebanyak mungkin. Jalan paling langsung untuk mencapai sasaran itu adalah dengan penghisapan kerja kaum pekerja. Namun kaum pekerja lama-lama memiliki kesadaran kelas dan melawan kaum kapitalis.
Yang akan terjadi menurut ramalan Marx adalah penghisapan ekonomi dengan cara penciptaan kebutuhan-kebutuhan artifisial (palsu) lewat kepandaian teknologi kaum kapitalis. Oleh karena itu kaum kapitalis monopolis ditandai dengan kemajuan teknologi yang luar biasa. Dengan difasilitasi teknologi, tidak lagi terjadi penghisapan pekerja oleh majikan di sebuah perusahaan, tetapi penghisapan ekonomi ”si miskin” oleh ”si kaya” di luar jam kerja, di luar institusi ekonomi. Kapitalisme dapat menimbun untung karena nilai yang diberikan oleh tenaga kerja secara gratis, di luar waktu yang sebenarnya diperlukan untuk memproduksi suatu pekerjaan, Inilah salah satu kritik ekonomi politik kapitalisme Marx.

Berikut ini adalah beberapa teori konflik :
Teori Hubungan Masyarakat
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
1.             Meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok-kelompok yang mengalami konflik.
2.             Mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada di dalamnya.
3.             Teori Negosiasi Prinsip

Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
1.      Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu, dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan-kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap.
2.      Melancarkan proses pencapaian kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.
3.      Teori Kebutuhan Manusia
4.      Berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia – fisik, mental, dan sosial – yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi sering merupakan inti pembicaraan. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
1.    Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, dan menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu.
2.    Agar pihak-pihak yang mengalami konflik mencapai kesepakatan untuk memenuhi kebutuhan dasar semua pihak.
Teori Identitas
Berasumsi bahwa konflik disebabkan karena identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
1. Melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik mereka diharapkan dapat mengidentifikasi ancaman-ancaman dan ketakutan yang mereka rasakan masing-masing dan untuk membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.
2. Meraih kesepakatan bersama yang mengakui kebutuhan identitas pokok semua pihak.

Teori Kesalahpahaman Antarbudaya
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidak cocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
1.    Menambah pengetahuan pihak-pihak yang mengalami konflik mengenai budaya pihak lain.
2.    Mengurangi stereotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain.
3.    Meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.
4.    Teori Transformasi Konflik
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
1.      Mengubah berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, termasuk kesenjangan ekonomi.
2.      Meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antara pihak-pihak yang mengalami konflik.
3.      Mengembangkan berbagai proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan , perdamaian, pengampunan , rekonsiliasi dan pengakuan.

2.3.3.2  Friedrich Engels
28 Nopember 1820, Friedrich Engels, seorang pebisnis di kota paling terindustrialisasi di Rheinland Prusia saat itu, Barmen, sedang menunggui istrinya melahirkan anak pertama. Laki-laki itu berharap betul istrinya bakal melahirkan seorang putra. Bagaimana pun juga, sebagai penerus usaha keluarga yang telah didirikan kakeknya, Johann Caspar Engels, di paro pertama abad ke-18, Friedrich ingin bisnisnya ada juga yang melanjutkan. Harapannya terpenuhi. Sesuai adat di kalangan elite masa itu, anak laki-laki pertama itu diberi nama sesuai dengan namanya sendiri: Friedrich Engels. Anak itu tumbuh di tengah pesatnya bisnis keluarga. Sejak 1830-an, ketika si anak baru berusia 10 tahun, usaha keluarganya melebarkan sayap dengan berkongsi membangun bisnis produksi dan ekspor-impor tekstil di pusat industri manufaktur dunia, Inggris. Perusahaannya berkongsi dengan perusahaan Ermen Bersaudara dan didirikanlah Ermen & Engels di Manchester.
Friedrich mengarahkan pendidikan putranya supaya kelak mewakili bisnisnya di Inggris. Kebetulan, kakek dari garis ibunya, Elise, adalah seorang kepala sekolah tatabahasa. Di sekolah gimnasium, Engels junior belajar bahasa dan sastra Yunani-Romawi serta sastra Jerman. Engels junior terbilang murid rata-rata. Kecuali dalam hal bahasa, ia memiliki ketertarikan pada sains, dan pemberontakannya terhadap budaya borjuis Kristen di kotanya. Bahkan, sebelum menempuh ujian kelulusan, Engels junior sering menulis kritik terhadap kondisi masyarakat dan moralitas elitenya dengan nama samaran F. Oswald. Hampir semua bahasa utama Eropa dikuasainya. Dia juga suka membaca karya-karya pemikiran dan sastrawan Pencerahan yang dilahapnya habis, meski harus mencuri-curi waktu membacanya. Ibunyalah yang menyokong kesukaan Engels junior kepada sastra, sains, dan filsafat. Sang ayah, sebaliknya, melihat adanya gelagat bahaya dari kemampuan dan ketertarikan akademik putranya. Dia tidak ingin putranya menjadi cerdik pandai. Sebagai anak laki-laki pertama yang mewarisi namanya sendiri, Friedrich berkeras putranya harus menjadi penerus bisnis keluarga. Oleh karena itu, sebelum putranya lulus ujian akhir, pada 1837 dia mengirimnya untuk magang di perusahaan perdagangan milik sahabatnya, Heinrich Leupold. Di sana Engels junior membantu juru tulis perusahaan. Kerjanya mencatat jumlah barang yang keluar-masuk, membaca dan menerjemahkan surat masuk, membalas surat dagang, dan membikin laporan harian atas semua itu. Surat-surat dagang itu datangnya dari koloni-koloni Eropa di Benua Amerika dan Hindia Barat. Kebanyakan ditulis dalam bahasa-bahasa bukan-Jerman. Di sinilah Engels junior memperdalam kemampuan bahasa asingnya. Kelak kemampuan ini dimanfaatkannya saat menjadi sekretaris korespondensi Perkumpulan Pekerja Antarbangsa (International Pertama) dan sekretaris jendral Kongres Sosialis Antarbangsa (International Kedua).
Hasrat pada pemikiran kontemporer tidak begitu saja runtuh oleh beban kesibukan harian sebagai juru tulis. Selepas kerja, Engels melanjutkan proses belajarnya. Beruntung ibunya, Elise van Haar, menyokong dengan sembunyi-sembunyi mengiriminya karya-karya cerdik pandai Jerman dan Perancis.
Sebagai royalis Prusia, Friedrich Engels senior berbangga hati mengirimkan putranya turut serta wajib militer ke Berlin pada awal 1842. Di sana, beberapa hari dalam seminggu, Engels junior mendapat pendidikan militer calon perwira, khususnya untuk divisi artileri pertahanan kota. Kelak, pengetahuannya perihal ketentaraan digunakannya dalam perjuangan bersenjata dalam Revolusi 1848 di Jerman selatan. Hari-hari cuti dimanfaatkannya untuk mengikuti kuliah-kuliah para profesor filsafat. Pada malam hari, dia keluyuran mengikuti diskusi-diskusi pemikiran kontemporer yang diadakan para mahasiswa Universitas Berlin, wabil khusus murid-murid Hegel. Pada masa itu, boleh dikata, pemikiran Georg Wilhelm Friedrich Hegel menjadi pemikiran ‘trendi’ di kalangan terpelajar Jerman. Di tangan tafsir golongan loyalis monarki, pemikiran Hegel menjadi semacam penyokong sistem monarki konstitusional Prussia beserta Protestanisme sebagai landasan ideologisnya. Dalam sejarah, para penyokong tafsiran loyalis ini disebut sebagai Kaum Hegelian Tua atau Hegelian Konservatif. Di sisi lain, ada sekelompok kecil sarjana yang menafsirkan secara berbeda. Bukannya menyokong, mereka malah mewacanakan restorasi terhadap monarki dan mendorong pemikiran Hegel ke arah radikalnya sebagai kritik. Mereka yang demikian kemudian dikenal sebagai Hegelian Muda. Di sinilah Engels junior mendapat pupuk penyubur untuk bibit pemberontakan masa mudanya. Engels membaca David Strauss, Ludwig Feuerbach, dan karya-karya dari khazanah pemikiran materialis Yunani.
Usai putranya memenuhi kewajiban dalam dinas ketentaraan di Berlin, Friedrich Engels senior mengirimnya kembali ke Inggris. Ngeri juga rasanya, kalau benar kata desas-desus, bahwa Engels junior berenang terlampau jauh di kubangan Hegelian Muda yang kritis itu. Harus sesegera mungkin jiwanya dimurnikan kembali oleh kesucian dunia bisnis. Namun terlambat, Engels junior semakin dalam pergulatannya di dunia kaum radikal. Pada akhir tahun 1842, ketika dalam perjalanan ke Inggris, dia berkenalan dengan Moses Hess, seorang ideolog komunis terpandang kala itu. Di kantor koran Rheinische Zeitung di Köln, dia juga diperkenalkan kepada Karl Marx, seorang doktor filsafat yang baru lulus dan ditolak menjadi dosen di Berlin dan pemimpin redaksi koran tersebut. Dengan yang terakhir inilah kelak Engels junior menjalin persekutuan abadi.
Alih-alih sepenuhnya bertekun di dunia bisnis, aktivitas politik Engels junior kian menjadi-jadi. Di Inggris dia segera menjalin perkawanan dengan orang-orang Chartis, yang beberapa minggu sebelum kedatangannya, telah memimpin pemogokan umum di segitiga kota industrial Inggris (Manchester, Lancasshire, dan Chesire). Setibanya di Manchester, Engels berkenalan dengan Mary Burns, juga seorang aktivis gerakan buruh, yang memperkenalkannya kepada dunia kelas pekerja. Engels semakin kritis. Bacaannya atas buku-buku ekonomi kala itu berujung pada penulisan karya pertamanya, Garis-garis Besar Kritik Ekonomi-Politik, yang diterbitkan dalam edisi pertama sekaligus terakhir Deutsch-Französische Jahrbücher, jurnal serikat buruh emigran Jerman di Perancis, pada 1843. Marx, yang baru mengenalnya sepintas beberapa bulan sebelumnya, membaca tulisan ini dan mungkin memutuskan inilah orang yang layak dijadikan kawan seperjuangan. Konon, karena tulisan ini pulalah, Marx banting setir dari studi filsafat ke kritik ekonomi-politik. Di tahun itu juga, Marx keluar dari Rheinische Zeitung setelah korannya disensor pemerintah karena artikel-artikelnya yang kritis. Dia pergi ke Paris cari kerjaan. Kebetulan, Engels juga sedang ada perjalanan ke sana. Keduanya berjumpa untuk kedua kalinya dan dimulailah kerjasama sepanjang hayat yang kelak menggetarkan dunia. Produk pertama kerjasama ini adalah Keluarga Suci, kumpulan risalah polemik yang ditujukan kepada bekas kawan-kawan Hegelian mereka di Berlin. Buku ini menjadi semacam air baptisan yang mengikat keduanya sebagai saudara sepanjang hayat.
Dari Paris, Engels kembali ke Inggris. Di tempat kongsi Ermen & Engels berkantor, selepas bertugas, Engels junior makin sering keluyuran ke permukiman kaum buruh ditemani Mary Burns. Bedeng-bedeng kumuh kaum pekerja yang tumbuh merambat di tepian dunia megah borjuis, cerita-cerita pilu buruh kanak-kanak yang diupah tiga butir kentang, tingginya tingkat kematian karena buruknya sanitasi dan kondisi kerja yang brutal, meyakinkannya bahwa ada yang tidak beres dengan sistem perekonomian kapitalis dan ideologi ekonomi yang menyokongnya. Tidak seperti Marx yang terilhami gagasan sosialisme dari dunia filsafatnya yang canggih, Engels memeluk sosialisme karena berhadapan langsung dengan kenyataan empiris bagaimana kapitalisme bekerja. Bahkan sejak masa remajanya di Wupperthal. Perjumpaannya dengan sosialisme ternyata tidak terbatas di kantong-kantong permukiman kelas pekerja yang berhadapan dengan kapitalisme. Terbitan resmi, laporan inspektorat kesehatan, dan catatan-catatan lapangan kehidupan kaum pekerja dibacanya dengan seksama sepanjang 1842-1844. Hasil penyelidikannya ini ditawarkan untuk diterbitkan sebagai sebuah buku. Pada Agustus 1844, sambil menunggu kepastian penerbitan bukunya itu, Engels meninggalkan Manchester. Pada Februari 1845, Menteri Dalam Negeri Perancis mengusir Marx. Marx dan keluarganya hijrah ke Brussels, ibukota Kerajaan Belgia. Di sini, Marx menyusun sebelas tesis legendarisnya perihal filsafat materialisme Feuerbach. Pada April tahun itu juga, Engels tiba di Brussels dan bertemu Marx. Keduanya bekerjasama lagi menyusun risalah kritik atas filsafat Hegelian dan juga kritik atas karya-karya ekonomi-politik Inggris. Dari akhir tahun itu hingga awal 1846, mereka menyusun risalah yang kemudian terkenal sebagai Ideologi Jerman. Di dalam risalah yang tidak pernah terbit semasa hidup keduanya, Marx dan Engels menyemai benih konsepsi materialis mereka atas sejarah, yang kelak oleh Engels dinamai Materialisme Historis. Pada tahun itu juga, karya etnografi Engels perihal kondisi kelas pekerja Inggris terbit di Leipzig dalam Bahasa Jerman.
Marx dan Engels bukan pemikir belakang meja yang angkuh terhadap realitas. Keduanya pertama-tama adalah seorang revolusioner. Yang selalu menjadi tujuan mereka adalah bagaimana menyatukan pemahaman teori dengan pengalaman praktek untuk mengubah dunia. Itu sebabnya, tak heran jika keduanya menjadi anggota Liga Keadilan, sejenis serikat buruh berideologi komunis yang kemudian ganti nama menjadi Liga Komunis. Liga ini merupakan cikal-bakal Partai Komunis Jerman dan mereka berdua turut aktif di dalamnya sejak awal. Suasana revolusioner Eropa yang memanas pada 1847, mendorong Engels menyiapkan kisi-kisi program politik dan ekonomi untuk Liga Komunis kelak apabila revolusi meletus. Risalah itu diberi judul Prinsip-prinsip Komunisme. Dengan bekal tulisan pendek karangan Engels ini, lantas Marx dan Engels menyusun Manifesto Kubu Komunis atas permintaan Liga Komunis yang kemudian menerbitkannya pada Pebruari 1848.
Ketika revolusi meledak di Jerman, aparat polisi rahasia melakukan penangkapan-penangkapan kepada anggota Liga. Engels menghindar ke Paris. Pada akhir 1848, dia pergi ke Jerman dengan tergesa-gesa. Awan revolusi mengambang di selatan. Di sana, suasana revolusi menguat. Milisi-milisi proletariat dibentuk. Sebagai veteran dinas artileri Berlin, Engels diangkat sebagai letnan dalam perjuangan bersenjata kelas pekerja. Naas, pasukan pekerja kalah dalam perjuangan itu. Tentara Prussia mengejar sisa-sisa pasukan Engels. Engels sendiri menghindari penangkapan dengan lari ke Jenewa Swiss. Dari sana, Engels menyelinap ke Perancis. Untuk menghindari patroli, Engels berjalan kaki melalui perdesaan Perancis hingga ke kota pelabuhan terdekat. Setidaknya, sebulan Engels melakukan perjalanan itu. Pada akhir tahun 1849, Engels berhasil kembali ke Inggris dan bertemu lagi dengan Marx di London. Di tengah kekecewaan akan gagalnya perjuangan bersenjata di Jerman, ditambah dengan kebutuhan finansial mendesak, Engels menerima tawaran ayahnya untuk kembali menduduki jabatan di jajaran manajemen perusahaan Ermen & Engels. Engels kembali ke Manchester dan menyibukkan diri dengan kerja-kerja manajerial perusahaan. Sejak itu, hubungannya dengan Marx dijalin melalui surat-menyurat. Konon, sepanjang 20 tahun perkariban, ada 1300 surat lebih yang telah mereka berdua tulis.
Revolusi 1848 yang gagal membuat perhatian intel-intel Jerman, Inggris, Belgia, dan Inggris kepada keduanya kian ketat. Ketika curiga intel-intel itu sudah begitu dekat, untuk melindungi keterangan-keterangan penting, Engels membakar sebagian surat-surat Marx yang dikirim sebelum 1851. Untuk menghindari penangkapan, mereka juga sering menggunakan bahasa terselubung di surat-surat mereka. Termasuk alamat dan nama. Misalnya, semenjak 1852, Marx sering menyurati Engels dengan nama amplop James Belfield. Surat itupun dikirim tidak ke tempat tinggal Engels, melainkan rumah kenalannya di permukiman pekerja.
Untuk mengelabui intel-intel yang terus memburu, sebagai manajer perusahaan besar, di publik Engels menampilkan diri sebagai pebisnis yang parlente, turut serta sebagai anggota dan pengurus klub-klub minum dan berkuda golongan elite, dan mengunjungi konser-konser musik klasik layaknya borjuis terhormat. Tapi di bawah tanah, dia menjalin terus hubungannya dengan buruh-buruh Irlandia dan pekerja-pekerja imigran Jerman di Inggris. Hubungannya dengan Marx dan rekan-rekan veteran Liga Komunis juga terus berlangsung, termasuk dengan mereka yang hijrah ke Amerika. Perhatian Engels terhadap politik Eropa juga tetap kuat. Sementara Marx menulis risalahPerjuangan Kelas di Perancis dan kasus khusus Brumaire ke-18 Louis Bonaparte yang mengulas Revolusi 1848-1852, Engels memfokuskan diri pada analisis atas revolusi 1848 yang gagal di Jerman. Pada 1850, Engels juga menulis ulasan sejarah Perang Tani di Jerman. Dalam tulisan ini, Engels menyelidiki peperangan kelas dalam konflik berjubah agama di Jerman abad ke-16. Meski lebih kelihatan sebagai analisis historis seorang sarjana, sejatinya melalui tulisan ini Engels melakukan otokritik terhadap perjuangan bersenjata kelas pekerja kontemporer yang gagal sehingga dapat didulang hikmah darinya.
Pada 1853, Peter Ermen, bos perusahaan Ermen yang juga direktur utama Ermen & Engels di Manchester, pensiun. Kepemilikan bisnis jatuh ke putra tertuanya, Godfrey Ermen. Keadaan ini sekaligus juga mengubah perjanjian kongsi antara keluarga Ermen dan keluarga Engels. Di bawah kontrak baru yang berlaku untuk sembilan tahun mulai Juni 1855, Engels junior tidak hanya menjadi manajer, tetapi juga mendapatkan porsi dividen dari saham perusahaan yang dipegangnya sebagai pribadi. Seiring dengan peningkatan bisnis perusahaannya, dari tahun ke tahun pendapatan tahunan Engels juga meningkat. Dari 263 pound per tahun pada 1855, pendapatannya naik menjadi 1095 pound per tahun pada 1859. Dari limpahan pendapatan inilah Engels bisa membantu keuangan keluarga karibnya, Marx, di London.
Dari 1852 hingga 1857, Marx menjadi koresponden Eropa untuk koran New York Tribune. Tugasnya adalah membuat ulasan atas kejadian-kejadian di Eropa, termasuk kebijakan negeri-negeri Eropa di wilayah koloni. Pada masa ini beban Marx cukup berat. Kemiskinan keluarganya membuat anak-anaknya sakit. Upahnya sebagai kolumnis tidak seberapa. Sementara itu, gerakan kelas pekerja Eropa yang mencoba berdiri lagi kekurangan kaki untuk berjalan dan Marx termasuk orang bergiat membangunkannya kembali. Engels membantu sohibnya itu sebisanya. Salah satunya dengan menulis ulasan untuk kolom Marx dengan menggunakan nama Marx sendiri supaya Marx tetap dapat kiriman upah menulis dari koran itu. Esai-esai Engels perihal Revolusi 1848 di Jerman yang kirim dengan nama Marx, ditulis Engels sepenuhnya. Tentu dengan persetujuan yang punya nama. Kelak kumpulan esainya dibukukan dan diberi judul Revolusi dan Kontra-Revolusi di Jerman.
Marx melepas kerjaan menulis kolom di New York Tribune di akhir 1857. Sepanjang 1857-1863, Marx menenggelamkan diri kembali ke dalam penyelidikan sejarah dan ekonomi. Ambisinya menyusun risalah ekonomi yang komplit ditujukan sebagai bekal memberikan gerakan kelas pekerja pemahaman perihal kapitalisme. Engels jelas menyokong upaya ini. Salah satunya dengan mengirimi Marx uang secara rutin. Sokongan dana dari Engels ini dianggap mencukupi hidup keluarganya. Maka siang malam Marx bergulat dengan ratusan karya yang ada di Museum London. Catatan-catatan Marx sepanjang tahun ini terpilah dua. Satu bagian berisi sketsa-sketsa metodologis dan landasan-landasan konseptual ihwal kapital dan uang. Bagian ini kelak dikenal sebagai Grundrisse. Bagian lain berisi ulasan kritisnya terhadap teori-teori ekonomi yang berkembang hingga masanya. Bagian ini kelak dikenal sebagai Teori Nilai Lebih yang penerbitannya disunting oleh salah seorang murid sekaligus dedengkot Partai Sosial Demokrasi Jerman, Karl Kautsky. Kedua bagian ini memang tidak ditulis untuk diterbitkan. Hanya sebagai bahan belajar dan kisi-kisi risalah sebenarnya. Oleh karena itu, jauh setelah wafatnya Marx tulisan-tulisan ini baru diterbitkan.
Pada 1859, Marx akhirnya menerbitkan esai panjang yang merupakan hasil susunan penyelidikan pertamanya perihal kapital. Buku itu diberi judul Sumbangsih bagi Kritik atas Ekonomi-Politik. Ketimbang isinya, bagian paling masyur dari buku ini adalah Pengantar-nya. Di sana Marx menggariskan teori materialisme historisnya secara lebih tegas. Setahun berikutnya, Friedrich Engels senior meninggal dunia. Ada perasaan lega pada Engels junior. Selama ini, terjunnya Engels di dunia bisnis manufaktur sekadar menyenangkan Engels tua. Kini setelah beliau tidak ada lagi, ada pikiran untuk segera meninggalkan dunia bisnis yang membuatnya harus hidup di dua dunia. Di samping itu, Geofrey Ermen, pewaris bisnis keluarga Ermen tampaknya ingin sekali menyingkirkan Engels junior dan melihat ada kesempatan untuk mewujudkannya saat Engels senior mangkat. Pada 1864, gonjang-ganjing perusahaan menambah ketidakbetahan Engels bertahan di Ermen & Engels. Kebetulan, Perkumpulan Pekerja Antarbangsa (Internasionale Pertama) sedang dibentuk. Engels bersama-sama Marx aktif di dalam perkumpulan ini hingga dibubarkannya pada 1876.
Sementara itu, di dunia kelas pekerja, banyak orang menunggu-nunggu risalah ekonomi lengkapnya Marx. Engels ketiban pertanyaan kapan Marx mau menerbitkannya. Permohonan seringkali ditujukan ke Marx melalui telinga Engels. Karena makin lama makin sering, terpaksalah Engels memohon-mohon juga kepada rekannya itu. Ketika desakan-desakan dari berbagai pihak di tubuh gerakan kelas pekerja Eropa semakin kuat supaya Marx segera menerbitkan karya ekonomi yang akan menjelaskan hakikat dan sepak terjang kapitalisme, Engels akhirnya bisa membujuk Marx menerbitkan satu jilid dahulu karya yang rencananya terdiri dari enam jilid itu. Maka pada tahun 1867, dengan pertolongan Engels dalam menyunting, terbitlah mahakarya pertama Marx, Das Kapital.
Dua tahun setelah Das Kapital terbit, Engels memberitahukan Marx ihwal keinginan yang dipendamnya sejak 1860, yakni pensiun dan menjual sahamnya di kongsi Ermen & Engels. Pertengahan 1869, Engels resmi keluar dari perusahaan itu. Dari penjualan sahamnya, Engels mendapatkan banyak uang. Tahun berikutnya Engels pindah ke London, tinggal tidak begitu jauh dari Marx.
Tidak seberapa lama, gonjang-ganjing revolusi Perancis kembali menyeruak. Krisis kapitalisme melanda dunia. Kelas pekerja Perancis menduduki dan membentuk pemerintahan berdasarkan gagasan-gagasan komunisme, atau dikenal kemudian sebagai Komune Paris beberapa bulan di tahun 1870. Marx mengulasnya dalam esai Perang Saudara di Perancis yang terbit setahun kemudian.
Setelah Komune Paris ditumpas kekuatan gabungan aristokrasi dan borjuasi, harapan revolusi Engels dan Marx dialihkan kepada kelas pekerja Jerman. Namun, alih-alih revolusioner, Partai Sosial Demokrasi Jerman tampak menunjukkan gelagat menjadi reformis. Pada 1869, Partai Pekerja Sosial Demokrat didirikan di Eisenach. Secara ideologis, partai ini mendasarkan diri pada teori sosialisme revolusioner dengan prinsip-prinsip organisasi Marxis. Pada paro pertama 1870-an, keanggotaan partai bertumbuh pesat. Saat itu, partai digabung dengan Serikat Pekerja Umum Jerman pimpinan Ferdinand Lassalle dan membentuk badan baru yakni Partai Sosial Demokrasi Jerman. Dalam kongres partai di Gotha, ideologi Lassallean cenderung mendominasi. Setidaknya ada kompromi yang mencondongkan orientasi partai ke arah reformisme. Marx mengritik program partai hasil kongres tersebut. Pada tingkat teori, reformisme diwakili oleh pemikiran Eugen Dühring, seorang dosen Universitas Berlin yang menjadi panutan intelektual bagi banyak pimpinan partai. Kepopuleran Dühring dan tendensi ekletisisme serta idealisme terselubungnya, ditanggapi Engels dengan menulis kritik panjang yang ditulisnya dari 1876 hingga 1878. Tulisan tersebut diberi judul Revolusi Sains Tuan Eugen Dühring. Kemampuan Engels membongkar pondasi filsafati dari klaim-klaim keilmiahan teori Dühring sudah diasah beberapa tahun sebelumnya. Sejak 1873 hingga awal 1876, Engels bergiat mempelajari temuan-temuan ilmiah dari hampir semua cabang ilmu alam yang berkembang ketika itu. Catatan belajar Engels sepanjang tahun itu baru kemudian diterbitkan pada 1925 dengan judul Dialektika Alam. Di kemudian hari, kedua karya ini dianggap sebagai tonggak penting filsafat alam Marxis atau penjabaran materialisme dialektika dalam pengkajian alam. Di dalam Dialektika Alam, dimuat juga satu esai belum rampung yang ditulis Engels berkenaan dengan evolusi manusia berjudul Peran Kerja dalam Peralihan dari Kera ke Manusia. Pada tahun 1896, esai ini pernah dimuat di koran partai, Die Neue Zeit.
Sepanjang 1877 hingga 1882, Marx mencoba kembali membereskan jilid-jilid berikutnya dari Das Kapital. Dasar watak Marx yang tega berhenti menulis untuk sekadar mempelajari bahasa Rusia supaya dapat membaca karya-karya ihwal sejarah bentuk-bentuk komune pertanian di sana dalam bahasa aslinya, pengerjaan jilid-jilid Das Kapital terus-menerus terbengkalai. Jeda-jeda penulisan terus memanjang karena Marx sibuk mempelajari sejarah kolonialisme Eropa. Bukan hanya koloninya, tetapi juga masyarakat prakapitalis yang wilayahnya dikoloni. Marx membaca etnografi dan karya-karya tentang masyarakat Arab, Berber, Persia, Jawa, Bali, India, Inca, Indian Amerika, budak-budak negro Amerika, dan sebagainya. Ditambah oleh sakit yang diderita yang memaksa Marx berkunjung ke wilayah tropis di Afrika utara, lengkaplah sudah ketidakmungkinan jilid-jilid Das Kapital itu rampung. Buntu sudahlah harapan Engels bahwa Marx bakal merampungkan karya besarnya. Pada 1880, Engels membantu Marx menyusun 100 daftar pertanyaan untuk kajian atas kondisi kelas pekerja Perancis. Kuisioner Marx ini kemudian dikenal sebagai ‘Enquête Ouvrière.’ Di tahun yang sama, Engels menulis dan menerbitkan Sosialisme: utopia dan ilmiah. Isinya menegaskan batas-batas mana sosialisme yang didasarkan pada kehendak dan angan-angan semata serta mana yang didasarkan pada ketentuan penyelidikan ilmiah.
Sepanjang 1881-1882, Marx tenggelam lagi di lautan antropologi. Karya-karya kontemporer antropologi kala itu diulasnya. Catatan-catatan ini kelak dimanfaatkan Marx sebagai sumber pengetahuannya dalam memahami bagaimana peri kehidupan prakapitalis dalam konteks memahami masyarakat manusia pada umumnya. Catatan-catatan belajar ini kelak dibukukan oleh antropolog kelahiran Karibia, Lawrence Krader, yang menyematkan judul The Ethnological Notebooks of Karl Marx (1972, Catatan-catatan Etnologisnya Karl Marx) pada kumpulan catatan itu. Para penyunting MEGA (Marx-Engels-Gesamtausgabe) generasi baru mengetahui bahwa apa yang dikumpulkan Krader hanya seperempat dari catatan dan coretan Marx perihal antropologi. Bisa dibayangkan kini betapa banyak waktu yang telah dihabiskan Marx hanya untuk membaca dan betapa sedikit waktunya untuk menulis kelanjutan jilid-jilidDas Kapital. Semua orang menjadi putus asa. Begitu pula Engels, yang menutupi kejengkelannya dengan keluhan-keluhan memohon supaya Marx berhenti membaca dan mulai menulis sisa-sisa bagian Das Kapital.
Saat di Manchester antara bulan Oktober dan November 1843, Engels menulis karya ekonomi pertamanya, yang berjudul "Garis Besar dari Kritik Politik Ekonomi."  Engels mengirim artikel ke Paris, di mana Marx diterbitkan dalam Deutsch-Französische Jahrbücherpada tahun 1844.
Sambil mengamati kumuh Manchester di dekat detail, Engels mencatat kengerian nya, terutama pekerja anak , lingkungan despoiled, dan buruh terlalu banyak pekerja dan miskin. Dia mengirim trilogi artikel Marx; ini diterbitkan dalam Rheinische Zeitung dan kemudian diDeutsch-Französische Jahrbücher , mencatat kondisi di kalangan kelas pekerja di Manchester. Dia kemudian mengumpulkan artikel ini untuk berpengaruh lebih dulu bukunya, The Kondisi Kelas Pekerja di Inggris (1845).  Ditulis antara September 1844 dan Maret 1845, buku ini diterbitkan dalam bahasa Jerman pada tahun 1845. Dalam buku itu, Engels menggambarkan "Masa depan suram kapitalisme dan era industri", mencatat rincian kemelaratan di mana orang yang bekerja hidup. Buku ini diterbitkan dalam bahasa Inggris pada tahun 1887.
Engels melanjutkan keterlibatannya dengan jurnalisme radikal dan politik. Dia sering dikunjungi daerah populer di kalangan anggota English tenaga kerja dan Chartist gerakan, yang dijumpainya. Ia juga menulis untuk beberapa jurnal, termasuk The Northern Star , Robert Owen 's New Moral Dunia, dan Ulasan Demokrat koran.
Saat di Manchester antara bulan Oktober dan November 1843, Engels menulis karya ekonomi pertamanya, yang berjudul "Garis Besar dari Kritik Politik Ekonomi."  Engels mengirim artikel ke Paris, di mana Marx diterbitkan dalam Deutsch-Französische Jahrbücherpada tahun 1844.
Sambil mengamati kumuh Manchester di dekat detail, Engels mencatat kengerian nya, terutama pekerja anak , lingkungan despoiled, dan buruh terlalu banyak pekerja dan miskin. Dia mengirim trilogi artikel Marx; ini diterbitkan dalam Rheinische Zeitung dan kemudian diDeutsch-Französische Jahrbücher , mencatat kondisi di kalangan kelas pekerja di Manchester. Dia kemudian mengumpulkan artikel ini untuk berpengaruh lebih dulu bukunya, The Kondisi Kelas Pekerja di Inggris (1845).  Ditulis antara September 1844 dan Maret 1845, buku ini diterbitkan dalam bahasa Jerman pada tahun 1845. Dalam buku itu, Engels menggambarkan "Masa depan suram kapitalisme dan era industri", mencatat rincian kemelaratan di mana orang yang bekerja hidup. Buku ini diterbitkan dalam bahasa Inggris pada tahun 1887.
Engels melanjutkan keterlibatannya dengan jurnalisme radikal dan politik. Dia sering dikunjungi daerah populer di kalangan anggota English tenaga kerja dan Chartist gerakan, yang dijumpainya. Ia juga menulis untuk beberapa jurnal, termasuk The Northern Star , Robert Owen 's New Moral Dunia, dan Ulasan Demokrat koran.

2.3.3.3  Ralf Dahrendolf
            Ralf Dahrendorf Lahir di Hamburg Jerman, pada tanggal 1 Mei 1929, Ralf Dahrendorf dibesarkan di Berlin. Ayahnya adalah politisi Demokrat Sosial, Gustav Dahrendorf. Seperti ayahnya, Ralf Dahrendorf adalah penentang aktif rezim Nazi dan meskipun masih anak sekolah, dia ditangkap dan ditahan di sebuah kamp di Frankfurt-an-der-Oder selama tahun terakhir Perang Dunia II. Dahrendorf kemudian berkomentar bahwa ia telah mengalami perasaan pembebasan dua kali dalam hidupnya: sekali ketika Tentara Merah membebaskan Berlin dan lagi ketika ia dan ayahnya diselundupkan keluar dari kota itu oleh Inggris.
Setelah perang mulai Dahrendorf terkenal sebagai seorang filsuf dan sosiolog. Dia membaca klasik dan filsafat di Universitas Hamburg, memperoleh gelar doktor pada tahun 1952, sebelum melakukan studi pascasarjana di bidang sosiologi di London School of Economics antara 1952 dan 1954, memperoleh gelar doktor kedua pada tahun 1956. Kembali ke Jerman, ia menjadi Profesor Sosiologi di Universitas Hamburg pada tahun 1958, dan kursi kemudian diadakan di Universitas Tbingen (1960-1965) dan di University of Konstanz (1966-1969), yang telah Wakil Ketua pendiri Komite (1964-1966).
Karir politik Dahrendorf dimulai di Jerman pada tahun 1968, ketika ia terpilih sebagai anggota Demokrat Bebas dari Baden-Wrttemberg Landtag (gedung parlemen negara bagian). Tahun selanjutnya dia dipilih untuk Bundestag, dan menjadi anggota dari Partai Demokrat Bebas pemerintah Willy Brandt koalisi Sosial Demokrat sebagai menteri kantor junior asing yang bergerak dalam urusan Eropa di bawah Menteri Luar Negeri Walter Scheel. Pada tahun 1970, Dahrendorf meninggalkan politik dalam negeri untuk menjadi anggota dari Komisi Eropa. Awalnya bertanggung jawab untuk perdagangan luar negeri dan hubungan eksternal, ia mengambil penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan portofolio pada tahun 1973.
Setelah periode sebagai Komisaris Eropa, karir Dahrendorf adalah terutama akademis dan intelektual, dan bergeser dari Jerman ke Inggris. Dia adalah Direktur London School of Economics antara tahun 1974 dan 1984 (dan memang menulis sejarah Sekolah untuk menandai seratus di tahun 1995). Setelah periode singkat di Jerman, ia kembali ke Inggris pada tahun 1987, kali ini sebagai Warden College St Antonius, Oxford, posisi yang dipegangnya sampai pensiun pada tahun 1997.
Meskipun komitmen akademis, Dahrendorf sangat aktif dalam kehidupan publik di Inggris , melayani antara lain pada Komisi Masyarakat Hansard tentang Reformasi Pemilu (1975-76), Komisi Royal Pelayanan Hukum (1976-79) dan Komite untuk Meninjau Fungsi Lembaga Keuangan (1977-1980). Diberikan gelar kebangsawanan pada tahun 1982, Dahrendorf mengambil kewarganegaraan Inggris pada tahun 1988, dan pada tahun 1993 diciptakan rekan hidup, gaya Baron Dahrendorf Pasar Clare di Kota Westminster. Meskipun ia sebelumnya tidak pernah aktif dalam partai politik Inggris baru Lord Dahrendorf memilih untuk mengambil cambuk Demokrat Liberal di House of Lords.
Setelah anggota DPR, Dahrendorf segera memainkan peran aktif dalam politik Liberal Inggris. Pada tahun 1995 ia memimpin Komisi Penciptaan Kekayaan dan Kohesi Sosial, badan independen yang dibentuk oleh pemimpin Demokrat Liberal Paddy Ashdown (qv). Memang, salah satu hal yang ia berharap untuk melakukan pensiun dari St Antony adalah untuk menjadi lebih aktif dalam House of Lords, di mana ia menjadi anggota Komite Pilih pada Kekuasaan didelegasikan dan Deregulasi dan di tahun yang sama terkooptasi ke Select Committee on Masyarakat Eropa, Sub-Komisi A (bidang ekonomi dan keuangan, perdagangan dan hubungan eksternal), serta menjadi anggota dari Grup London All-Party.Dahrendorf berhasil Baroness Seear (qv) sebagai Presiden Summer School Liberal dan peserta aktif dalam, Sekolah tahun 1998 pertama di bawah kepresidenannya. Ia menjadi Pelindung Liberal International (World Union Liberal) pada tahun 1987. Di samping direktur sekian banyak lainnya dan kegiatan amal – ia adalah Trustee dari Yayasan Bantuan Amal – pada tahun 1997 ia menjadi Direktur Bank Gesellschaft Berlin (Inggris) plc, sementara minatnya dalam hal Eropa berlimpah ditunjukkan oleh tempatnya di Dewan Pengawas Central European University di Budapest.
Sebuah Fellow dari Akademi Inggris, Fellow Kehormatan dari LSE, Anggota Luar Negeri (Amerika) National Academy of Sciences, American Philosophical Society, Royal Irlandia Academy, Akademi Rusia ilmu, dan Polandia Academy of Sciences, Dahrendorf juga punya tahun 1998 dianugerahi dua puluh lima gelar doktor kehormatan dan telah dihiasi oleh tujuh negara, termasuk Grosses Bundesverdienstkreuz mit Stern und Schulterband Republik Federal Jerman pada tahun 1974. Dari tulisan-tulisan banyak nya, banyak diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa, mungkin yang paling abadi adalah volume sosiologinya, Kelas dan Konflik Kelas , diterbitkan pada tahun 1959 (yang asli diterbitkan pada tahun 1957).
Dahrendorf memiliki tiga anak perempuan dari istri pertamanya. Istri keduanya, Ellen, yang dinikahinya pada tahun 1980, adalah seorang sarjana sejarah Rusia.
            Teori konflik Ralf Dahrendorf sering kali disebut teori konflik dialektik. Bagi Dahrendorf masyarakat memiliki dua wajah yakni konflik dan konsensus. Kita tidak akan mengalami konflik kalau sebelumnya tidak ada konsensus. Misalnya, si A dan si B dalam kelas tidak akan terlibat alam konflik karena mereka tidak pernah mengenal satu sama yang lain dan hidup bersama. Demikian sebaliknya konflik bisa menghantar orang terhadap konsensus. Kerjasama yang sangat erat antara jepan dan amerika pada saat ini terjadi sesudah mereka terlibat dalam konflik yang sangat hebatpada waktu perang dunia dua.
Meskipun ada hubungan yang sangat erat antara keduanya Dahrendorf tidak optimis bisa membangun satu teori tunggal yang bisa mencakupi konflik dan konsensus karena itu dia berusaha membangu suatu teori konflik yang kritis tentang masyarakat. Dia berkata bahwa didalam funsionalisme struktural dibutuhka keseimbangan atau kestabilan bisa bertahan karena kerjasama yang suka rela atau karena konsensus yang bersifat umum. Sedangkan dalam teori-teori konflik keseimbangan atau kestabilan terjadi karena paksaan, hal itu berarti bhwa dalam masyarakat ada beberapa posisi yang mendapat kekuasaan dan otoritas untuk menguasai orang lain sehingga kestabilan bisa tercapai.
Asumsi Ralf tentang masyarakat ialah bahwa setiap masyarakat setiap saat tunduk pada proses perubahan, dan pertikaian serta konflik ada dalam sistem sosial juga berbagai elemen kemasyarakatan memberikan kontribusi bagi disintegrasi dan perubahan. Suatu bentuk keteraturan dalam masyarakat berasal dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang memiliki kekuasaan, sehingga ia menekankan tentang peran kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban dalam masyarakat.
Fakta kehidupan sosial ini yang mengarahkan Dahrendorf kepada tesis sentralnya bahwa perbedaan distribusi ‘otoritas” selalu menjadi faktor yang menentukan konflik sosial sistematis. Hubungan Otoritas dan Konflik Sosial Ralf Dahrendorf berpendapat bahwa posisi yang ada dalam masyarakat memiliki otoritas atau kekuasaan dengan intensitas yang berbeda-beda. Otoritas tidak terletak dalam diri individu, tetapi dalam posisi, sehingga tidak bersifat statis. Jadi, seseorang bisa saja berkuasa atau memiliki otoritas dalam lingkungan tertentu dan tidak mempunyai kuasa atau otoritas tertentu pada lingkungan lainnya. Sehingga seseorang yang berada dalam posisi subordinat dalam kelompok tertentu, mungkin saja menempati posisi superordinat pada kelompok yang lain.
Kekuasaan atau otoritas mengandung dua unsur yaitu penguasa (orang yang berkuasa) dan orang yang dikuasai atau dengan kata lain atasan dan bawahan. Kelompok dibedakan atas tiga tipe antara lain :
1. Kelompok Semu (quasi group).
2. Kelompok Kepentingan (manifes).
3. Kelompok Konflik
Kelompok semu adalah sejumlah pemegang posisi dengan kepentingan yang sama tetapi belum menyadari keberadaannya, dan kelompok ini juga termasuk dalam tipe kelompok kedua, yakni kelompok kepentingan dan karena kepentingan inilah melahirkan kelompok ketiga yakni kelompok konflik sosial. Sehingga dalam kelompok akan terdapat dalam dua perkumpulan yakni kelompok yang berkuasa (atasan) dan kelompok yang dibawahi (bawahan). Kedua kelompok ini mempunyai kepentingan berbeda. Bahkan, menurut Ralf, mereka dipersatukan oleh kepentingan yang sama.
Mereka yang berada pada kelompok atas (penguasa) ingin tetap mempertahankan status quo sedangkan mereka berada di bawah (yang dikuasai atau bawahan ingin supaya ada perubahan. Konflik ini pasti selalau ada dalam setiap kehidupan bersama atau perkumpulan atau negara walaupun mungkin secara tersembunyi, ini berarti bahwa legitimasi itu tidak bersifat tetap.


2.3.4        TEORI KRITIS
2.3.4.1 Jurgen Habermas
Jurgen Habermas lahir pada 18 Juni 1929 di Dusseldorf Jerman. Pengalaman pahitnya sewaktu remaja yang ditandai dengan dua peristiwa besar Perang Dunia II dan hidup di bawah tekanan rezim nasional-sosialis Adolf Hitler, mengantarkannya untuk mengintrodusisasi pentingnya demokrasi dalam pemikiran politiknya (Santoso, 2003: 219).
Awal pendidikannya dimulai dengan mempelajari filsafat di Universitas Gottingen dan Bonn dan mulai bergabung ke dalam Institute Fur Sozialforschung pada tahun 1956, yaitu lima tahun setelah Institut itu didirikan kembali di bawah kepemimpinan Adorno. Waktu itu ia berusia 27 tahun dan mengawali karier akademisnya sebagai asisten Theodor Adorno (seorang filsuf Jerman terkemuka di Institute for Social Research) antara tahun 1958-1959. Gelar Ph.D, didapatkannya setelah berhasil menyelesaikan dan mempertahankan disertasinya yang berjudul Das Absolut und die Geschichte (Yang Absolut dan Sejarah) yang kemudian diterbitkan menjadi buku pada tahun 1954 dan berisi tentang pertentangan antara yang Mutlak dan Sejarah dalam pemikiran Schelling (Santoso, 2003: 219). 
Habermas melibatkan diri dalam kesibukan-kesibukan Institut, ia mempersiapkan sebuah Habilitationsschrift yang berjudul Strukturwandel der Oeffentlichkeit (Perubahan dalam Struktur Pendapat Umum, 1962), dan menjadi salah satu karya yang termasyhur diantara karya-karya awalnya sebagai anggota Institut. Habilitation itu dilaksanakan di Mainz pada tahun 1961, sementara pada tahun itu juga memberikan kuliah di Universitas Heidelberg sampai pada tahun 1964, dan setelah mengakhiri tugas mengajarnya, ia kembali ke Universitas Frankfurt dan menggantikan kedudukan Horkheimer dalam mengajar sosiologi dan filsafat (Santoso, 2003: 220).
            Satu hal yang penting dalam memahami posisinya sebagai pemikir Marxis adalah peranannya di kalangan mahasiswa Frankfrut, seperti halnya Adorno dan Hokheimer, Habermas melibatkan diri dalam gerakan-gerakan mahasiswa kiri Jerman (new left), meskipun keterlibatannya hanya sejauh sebagai seorang pemikir Marxis. Ia terutama menjadi popular di kalangan kelompok yang menamakan dirinya Sozialistischer Deutsche Studentenbund (Kelompok Mahasiwa Sosialis Jerman). Habermas mendapat reputasi sebagai pemikir baru yang diharapkan dapat melanjutkan tradisi pemikiran Horkheimer, Adorno dan Marcuse, namun sejak tahun 1970-an, hubungan baiknya dengan gerakan ini mengendur sejak gerakan ini mulai melancarkan aksi-aksi dengan cara kekerasan yang tidak dapat ditolerir, seperti para pendahulunya. Hebermas juga melontarkan kritikannya kepada gerakan-gerakan itu, ia mengecamnya sebagai gerakan “Revolusi Palsu”, “bentuk-bentuk pemerasan yang diulangi kembali”, “Picik” dan kontraproduktif (Santoso, 2003: 221). 
Konfontrasi itu agaknya membuka tahapan baru dalam posisi Habermas sebagai pemikir neo-Marxis. Pada tahun 1970 ia mengajukan pengunduran diri dari Frankfrut dan bergabung pada Institut lain, yaitu Max Planck Institute zur Erfoschung der Lebensbedingungen Wissenshaftlich-technischen Welt (Institut Max Planck untuk Penelitian Kondisi-Kondisi Hidup dari Dunia Teknis-Ilmiah) di Starnberg bersama dengan C.F.Von Weizsacker, bahkan Habermas pada tahun 1972 sempat menjabat sebagai direkturnya dan diangkat sebagai profesor filsafat dan pensiun tahun 1994. Ia juga memiliki keleluasaan untuk mengembangkan dasar-dasar teori kritisnya yang berbeda dengan gaya, isi dan jalan dari pendahu-pendahulunya, seperti Adorno, Hokheimer dan Marcuse dan juga sangat berbeda warna dengan pemikir Marxis pada umumnya (Santoso, 2003: 221).
Menurut Habermas, Teori Kritis bukanlah suatu teori ‘ilmiah’ sebagaimana dikenal secara luas di kenal di kalangan publik akademis dalam masyarakat kita. Habermas melukiskan Teori Kritis sebagai suatu metodologi yang berdiri di dalam ketegangan dialektis antara filsafat dan ilmu pengetahuan (sosiologi). Dalam ketegangan itulah dimaksudkan bahwa Teori Kritis tidak berhenti pada fakta obyektif seperti dianut teori-teori positivis. Teori Kritis hendak menembus realitas sebagai fakta sosiologis, untuk menemukan kondisi-kondisi yang bersifat transendental yang melampaui data empiris. Dengan kutub ilmu pengetahuan dimaksudkan bahwa Teori Kritis juga bersifat historis dan tidak meninggalkan data yang diberikan oleh pengalaman kontekstual. Degan demikian Teori Kritis tidak hendak jatuh pada metafisika yang melayang-layang. Teori kritis merupakan dialektika antara pengetahuan yang bersifat transedental dan yang bersifat empiris.




2.3.4.2  Herbert Marcuse
Herbert Marcuse lahir di Berlin, Jerman, 19 Juli 1898 – meninggal di Starnberg, 29 Juli 1979 pada umur 81 tahu. Ia adalah seorang filsuf Jerman-Yahudi, teoretikus politik dan sosiolog, dan anggota Frankfurt School. Dikenal sebagai "Bapak gerakan Kiri Baru", karya terbaik yang dikenal adalah Eros and Civilization, One-Dimensional Man, dan The Aesthetic Dimension. Marcuse adalah intelektual yang memberi pengaruh besar pada gerakan Kiri Baru dan gerakan mahasiswa pada tahun 1960-an.
Herbert Marcuse lahir di Berlin dari pasangan Carl Marcuse dan Gerturd Kreslawsky dan dibesarkan dalam sebuah keluarga Yahudi. Pada 1916 ia menjalani wajib militer bersama Angkatan Bersenjata Jerman, namun hanya bekerja di kandang kuda di Berlin selama Perang Dunia I. Ia kemudian menjadi anggota Dewan Prajurit yang berpartisipasi dalam menggagalkan pemberontakan sosialis Spartakis. Ia menyelesaikan tesis Ph.D-nya di Universitas Freiburg pada 1922 di Künstlerroman Jerman setelah ia kembali ke Berlin, di mana ia bekerja di penerbitan. Pada 1924 ia menikahi Sophie Wertheim, seorang matematikawan. Ia kembali ke Freiburg pada 1928 untuk meneliti bersama Edmund Husserl dan menulis Habilitation dengan Martin Heidegger, yang kemudian diterbitkan pada 1932 dengan judul Hegel's Ontology and Theory of Historicity. Penelitian ini ditulis dengan konteks renaisans Hegel yang terjadi di Eropa dengan penekanan pada ontologi hidup dan sejarahnya Hegel, teori idealis roh dan dialektika. Dengan karier yang terhambat oleh bangkitnya Third Reich, pada 1933 Marcuse bergabung dengan Frankfurt Institute for Social Research.
Pada 1933, Marcuse mempublikasikan ulasan utama pertamanya dari tulisan Marx yang berjudul Economic and Philosophical Manuscripts of 1844. Pada ulasan ini Marcuse merevisi interpretasi atas Marxisme, dari sudut pandang karya awal Marx. Ulasan ini membantu dunia memandang Marcuse sebagai seseorang yang mulai menjadi teoretikus paling menjanjikan pada generasinya.
Ketika menjadi anggota Institute of Societal Research, Marcuse mengembangkan sebuah model teori sosial kritis, membuat sebuah teori tahap baru negara dan monopoli kapitalisme, menjelaskan relasi antara filsafat, teori sosial, dan kritisisme kultural, dan menyediakan analisis dan kritik atas fasisme Jerman. Marcuse bekerja begitu dekat dengan teoretikus kritis ketika berada di Institut.
Setelah beremigrasi dari Jerman pada 1933, tahun 1934 Marcuse bermimigrasi ke Amerika Serikat, di mana ia menjadi warganegara pada 1940. Meskipun ia tak pernah kembali ke Jerman untuk menetap, ia tetap menjadi teoretikus utama yang diasosiasikan dengan Mazhab Frakfurt, bersama dengan Max Horkheimer dan Theodor W. Adorno (di antara yang lainnya). Pada 1940 ia mempublikasikan Reason and Revolution, sebuah karya dialektik yang meneliti Georg W. F. Hegel dan Karl Marx.
Selama Perang Dunia II Marcuse pertama-tama bekerja untuk U.S. Office of War Information (OWI) mengenai proyek anti-Nazi propaganda. Pada 1943 ia ditransfer ke Office of Strategic Services (OSS), lembaga pelopor Central Intelligence Agency. Pekerjaannya untuk OSS melibatkan penelitian mengenai Nazi Jerman dan denazifikasi. Setelah pembubaran OSS pada 1945, Marcuse dipekerjakan oleh Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat sebagai kepala seksi Eropa Tengah, dan pensiun setelah kematian istri pertamanya di 1951.
Pada tahun 1952 ia memulai karier pengajar sebagai teoretikus politik, pertama di Columbia University, lalu di Harvard University, kemudian di Brandeis University dari tahun 1958 hingga 1965, di mana ia mengajar filsafat dan politik, dan akhirnya (saat itu ia telah melampaui usia pensiun yang seharusnya), mengajar di University of California, di San Diego. Marcuse adalah teman dan kolaborator sosiolog politik Barrington Moore, Jr. juga filsuf politik Robert Paul Wolff, dan juga teman dari profesor sosiologi Columbia University C. Wright Mills, salah satu pencetus gerakan New Left.
Pada periode pasca perang, Marcuse adalah salah satu yang secara eksplisit paling politis dan kiri di antara anggota Mazhab Frankfurt yang lain, terus menerus mengidentifikasi dirinya sebagai Marxis, sosialis, dan seorang Hegelian.
Kritik Marcuse atas masyarakat kapitalis (khususnya sintesisnya terhadap Marx dan Freud pada 1955, Eros and Civilization, dan bukunya pada 1964 One-Dimensional Man) beresonansi dengan kepentingan gerakan mahasiswa pada 1960-an. Karena kesediaannya untuk berbicara pada protes mahasiswa, Marcuse segera dikenal sebagai "bapak dari Kiri Baru di Amerika Serikat", sebuah istilah yang sangat tidak ia sukai dan ingkari. Karya-karyanya sangat memengaruhi diskursus intelektual pada budaya popular dan kajian akademik budaya popular. Ia mendapat banyak permintaan ceramah di AS dan Eropa di akhir 1960-an dan 1970-an. Ia menjadi teman dekat dan inspirator dari filsuf Perancis André Gorz.
Marcuse mengkritik penahanan pemberontak Jerman Timur Rudolf Bahro (pengarang Die Alternative: Zur Kritik des real existierenden Sozialismus [terj., The Alternative in Eastern Europe]), dengan mendiskusikan teori Bahro tentang "perubahan dari dalam" pada esainya pada tahun 1979.
Banyak sarjana radikal dan aktivis yang terpengaruh oleh Marcuse, seperti Angela Davis, Abbie Hoffman, Rudi Dutschke, dan Robert M. Young. Di antara mereka yang mengkritik Marcuse dari sayap kiri adalah Marxis-humanis Raya Dunayevskaya, dan emigran Jerman Paul Mattick, keduanya mengetengahkan One-Dimensional Man pada kritik Marxis. Esai tahun 1965-nya yang berjudul Repressive Tolerance, di mana ia mengklaim demokrasi kapitalis dapat mengandung aspek totalitarian, dikritik kaum konservatif. Marcuse berargumen bahwa toleransi orisinil tidak mentolerir dukungan bagi penindasan, karena dengan melakukannya suara kaum marginal tetap tidak akan terdengar. Dia mengkarakteristikkan toleransi bagi pidato represif sebagai "tidak orisinil". Sebaliknya, Marcuse mendukung toleransi berbentuk diskriminatif yang tidak membolehkan suatu intoleransi "represif" untuk disuarakan. Marcuse kemudian mengekspresikan gagasan radikalnya melalui tiga buah tulisannya. Ia menulis An Essay on Liberation pada 1969 untuk merayakan gerakan pembebasan seperti yang terjadi di Vietkong, yang menginspirasi banyak kaum radikal. Ia juga menulis Counterrevolution by Revolt pada 1972 tentang harapan generasi 60-an yang sedang menghadapi kontra revolusi.
Setelah Brandeis menolak perpanjangan kontrak mengajarnya di 1965, Marcuse mendedikasikan sisa waktunya mempublikasikan artikel dan memberi kuliah dan saran pada kaum radikal di berbagai belahan dunia. Usahanya menarik perhatian media, menyorot ceramah-ceramah dan karyanya yang mempunyai pengaruh. Ia melanjutkan mempromosikan Teori Marxian dan sosialisme libertarian sementara murid-muridnya membantu dengan menyebarkan gagasan-gagasannya. Ia mempublikasikan karya terakhirnya The Aesthetic Dimension pada 1979 yang berbicara tentang emansipasi dan perlunya sebuah revolusi budaya.
Marcuse menikah tiga kali. Istri pertamanya seorang matematikawan Sophie Wertman (1901-1951), yang darinya ia mendapatkan seorang anak lelaki, Peter (lahir 1928). Pernikahan kedua Herbert adalah pada Inge Neumann (1913?-1972), janda dari teman dekatnya Franz Neumann (1900-1954). Istri ketiganya adalah Erica Sherover (1938-1988), bekas murid pasca sarjananya dan empat puluh tahun lebih muda, yang ia nikahi pada 1976. Putranya Peter saat ini adalah profesor emeritus Perencanaan Kota di Columbia University.
Sepuluh hari setelah ulang tahunnya yang ke-81, Marcuse meninggal pada 29 Juli 1979, setelah menderita stroke selama kunjungan ke Jerman. Ia baru selesai memberikan ceramah di Römerberggespräche Frankfurt, dan dalam perjalanan menuju Max-Plank-Institue for the Scientific-Technical World di Starnberg, yang diundang oleh teoretikus generasi kedua Mazhab Frankfurt, Jürgen Habermas. Pada 2003, setelah abunya diambil dari Amerika Serikat, ia dimakamkan di pemakaman Dorotheenstädtischer di Berlin.
            Pandangan Marcuse terhadap kapitalisme bisa ditelusuri akarnya ke salah satu konsep utama Karl Marx: Objektifikasi. Marx percaya bahwa kapitalisme mengeksploitasi manusia; dan apa yang para buruh lakukan sejatinya adalah proses mendehumanisasi diri mereka menjadi objek fungsional. Marcuse mengambil pandangan ini dan mengembangkannya. Ia percaya kapitalisme dan industrialisasi menekan kaum buruh begitu kuat, hingga kaum buruh mulai melihat diri mereka sendiri sebagai objek yang mereka produksi. Pada One-Dimensional Man ia menyatakan, "Rakyat mengenali diri mereka sendiri di dalam komoditas-komoditas; mereka menemukan jiwa mereka di dalam otomobil mereka," yang berarti kapitalisme mendegradasi manusia hingga menjadi komoditas-komoditas yang mereka ciptakan, memberikan komoditas sifat penting yang lebih dari diri sendiri.
Marcuse berfokus pada ‘kapitalisme lanjut’ yang menciptakan cara berpikir masyarakat yang berdimensi tunggal. Menurut Marcuse, nafsu kapitalistik (keuntungan materi) mencerminkan apa yang disebut Marcuse dengan “penindasan yang berlebihan”, yang didistribusikan kepada nafsu dari segelintir orang untuk menguasai distribusi, dengan demikian juga bermaksud untuk menguasai ummat manusia. Menurut Marcuse “penindasan berlebihan” tersebut seharusnya dapat dihapuskan dengan cara menghilangkan kelangkaan dan membebaskan manusia dari cengkraman “prinsip prestasi” yang sampai sejauh ini telah mendominasi pemikiran manusia. Adalah kapitalisme yang membuat manusia haru bekerja lebih dari yang diperlukan. Kapitalisme ketakutan akan kesadaran manusia yang dieksploitasinya. Menurut Marcuse, relevansinya terhadap teori kritis yang memberikan kesadaran dalam menalar realitas, apabila manusia sadar bahwa untuk memenuhi kebutuhan dasarnya manusia cukup henya dengan bekerja selayaknya, maka ia akan menolak dieksploitasi. Untuk menghindarkan gejala tersebut, kapitalisme menindas sepenuh kepribadian manusia.

2.3.4.3 Max Horkheimer
Max Horkheimer lahir 14 Februari 1895 di Zuffenhausen, dekat Stuggart, Jerman. Ayahnya, Moritz (Moses) Horkheimer mendidik dengan keras dan otoriter. Ayahnya, menuntut Horkheimer mengelola pabrik tenun milik keluarganya. Sekalipun tertekan, Horkheimer mengikuti saja yang apa yang dimaui ayahnya itu. jadilah ia direktur muda.
Ada sahabat sejati Horkheimer yang terus mempengaruhi hingga semakin tidak nyaman Horkheimer bekerja menuruti kemauan ayahnya itu, yakni Friedrich Pollock. Pollock, 9 tahun lebih tua dari Horkheimer, anak pengusaha Yahudi, yang terlatih berdagang sebelum ikut berdagang. Berkat pertemanan ini, Horkheimer menyukai bidang seni, sesuatu yang merupakan bidang baru baginya. Dari pengaruh Pollock, ia menyukai filsafat dan masuk ke Frankfurt School.
Persahabatan antara Pollock dan Horkheimer bisa dikatakan cukup lama. Hubungan sosial ini terbentuk karena kesesuaian kepribadian antar mereka. Jika Horkheimer sering terbawa mood dan temperamental, sebaliknya emosi dan kendali diri Pollock lebih stabil dan sangat obsesif. Pollock pragmatis, realis, penuh kewaspadaan dan sering mengatur rutinitas sederhana untuk membantu Horkheimer. Nama popularitas Horkheimer juga karena kepiawaian mengajar.
Ketika Horkheimer menjadi mahasiswa di Universitas Jerman, Hans Cornelius adalah guru yang sangat inspiratif, memiliki daya kritis luar biasa. Dari gurunya itu Horkheimer mendapat tugas menganalisis buku Immanuel Kant yang berjudul Critique of Judgement. Dari situlah, hubungan Horkheimer dengan Cornelius semakin akrab dan membuat Horkheimer menaruh perhatian atas teori kritis. Kemudian, pengaruh karya-karya teoritis yakni pertama, Schopenhauer dan Immanuel Kant. Pollock pernah memberikan buku karangan Schopenhauer yang berjudul Aphorisms on the Wisdom of Life. Selain dari gagasan-gagasan Cornelius, pesimisme Horkheimer tentang masa depan masyarakat yang baik juga didapat dari Schopenhauer ini.
Ketertarikan yang kedua, ketika Horkheimer tergila-gila dengan pemikiran Kant, Hegel dan Karl Marx. Bagi Horkheimer, Immanuel Kant adalah filsuf kritis pertama. Sebab, ia tidak mempersoalkan bagaimana merumuskan dan mensistimatisir isi pengetahuan. Kant justru menyatakan bahwa akal budi harus menilai kemampuan dan keterbatasannya, dan lewat itu akal budi mengetahui sesuatu. Bagi pendukung teori kritis, bisa disimpulkan bahwa Kant telah menemukan otonomi subyek dalam membentuk pengetahuannya. Hanya saja, pemikiran Kant tetap dikritik karena masih a historis (Sindhunata, 1983 : 31).
Dari pemikiran Hegel yang sangat mengesankan Horkheimer adalah mengetengahkan perjalanan akal budi untuk mencapai kesadaran diri yang sempurna. Bagi Hegel, kesadaran diri yang lengkap justru ketika ada tekanan-tekanan yang membuatnya bertarung. Dimana masing-masing unsur mengandung kebenaran. Dari sinilah Horkheimer tertarik dengan cara berpikir dialektika tersebut, bahkan dikatakan cara berpikir kritis adalah cara berpikir yang dialektis.
Kemudian yang tidak kalah penting pemikiran Karl Marx, terutama ketika mengkritik sistem ekonomi kapitalis. Dari pandangan sosial dan politik, kapitalis benar-benar merendahkan derajat manusia. Akibat berkompetisi memenangkan bisnis, para borjuis yang sekaligus pemilik modal mengeksploitasi para kaum proletar. Hampir sama dengan Hegel dalam membongkar apa yang menjadi persoalan masyarakat, Karl Marx memperkenalkan konsep dialektika. Hanya saja dialektika Marx tidak bersifat idealis, tetapi materialis dengan melakukan kritik-kritik politik dan ekonomi masyarakat.
Horkheimer memandang bahwa kritik ekonomi politik Marx sangat penting untuk mengokohkan kedudukan kritik pada teori kritis. Menariknya, Horkheimer tidak luput merevisi gagasan-gagasan Karl Marx tersebut, mengingat corak kapitalis ketika Marx mengemukakan teorinya dengan ketika Horkheimer dan kawan-kawan hidup tidak sama. Kapitalisme Liberal telah mengalami metamorfosis dan berubah menjadi kapitalisme monopolis. Corak kapitalisme monopolis sama dengan kapitalisme negara, dimana kekuatan masyakarat tidak murni digerakkan variabel-variabel ekonomi, tetapi sudah ada intervensi kekuatan yang lebih besar yakni negara
Selain beberapa pemikir besar tersebut yang mempengaruhi pandangan dan gagasan Horkheimer. Juga, masih ada para filsuf yang juga tidak boleh dikesampingkan, yakni : Nietzche, Dilthey dan Bergson. Pandangan Dilthey yang menyatakan bahwa ilmu sosial lebih didasarkan pemahaman dan pengalaman ulang disetujui oleh Horkheimer. Dimana dalam bahasa Horkheimer sebagai kebermaknaan struktur sejarah. Hal yang tidak disetujui Horkheimer ketika Dilthey menyatakan bahwa makna ini secara intuitif dapat ditemukan oleh sejarawan yang mengalami ulang masalah yang ditelitinya dengan pikiran sendiri. Singktanya, Horkheimer tidak setuju dengan metodologi Dilthey yang memasukkan pendekatan psikologi untuk analisa sejarah.
Frankfurt School atau Sekolah Frankfurt merupakan aliran atau mazhab yang secara sederhana sering dipahami sebagai ”aliran kritis”. Teori-teori kritis banyak dikembangkan oleh akademisi dengan meninggalkan ajaran asli Marxisme, namun perlawanan terhadap dominasi dan penindasan tetap menjadi ciri khas. Teori-teori kritis ini sering disebut neo marxist (amarxisme baru) atau marxist (denan m kecil).
Farnkfurt School berasal dari pemikiran sekelompok ilmuwan German di bidang filsafat, sosiologi dan ekonomi yang tergabung ”the Institute for Sosial Research” yang didirikan di Frankfurt, Jerman pada tahun 1923. Anggota-anggotanya antara lain : Max Horkheimer, Theodor Adorno dan Hebert Macuse.
Frankfurt School diilhami ajaran Karl Marx, namun sekaligus melampui dan meninggalkan ajaran Marx secara baru dan kreatif. Cara pemikiran Sekolah Frankfurt mereka sebut sendiri sebagai ”Teori Kritik Masyarakat”. Teori Kritis memandang diri sebagai pewaris cita-cita Karl Marx, sebagai teori yang emansipatoris. Teori Kritis tidak hanya menjelaskan tetapi mengubah pemberangusan manusia.
Maksud teori itu adalah membebaskan manusia dari pemanipulasian para teknokrat modern. (Sindhunata, 1983 : xiii). Teori Kritik Masyarakat pada hakekatnya mau menjadi ”Aufklarung”. Aufklarung berarti : mau membuat cerah, mau mengungkap segala tabir yang menutup tabir, yang menutup kenyataan yang tak manusiawi terhadap kesadaran kita. Teori Kritik Masyarakat mengungkapkan apa yang dirasakan oleh kelas-kelas tertindas, sehingga kelas-kelas ini menyadari ketertindasannya dan memberontak.
Dalam Frankfurt School dikeal nama Jurgen Habermas, murid termasyhur Theodor W. Adorno, yang membaharui Teori Kritis secara fundamental. Pokok pembaharuannya tersebut adalah :
1.      Bila ajaran Marx menganggap basik seluruh kehidupan adalah ekonomi dan bekerja adalah aktivitas pokok manusia, maka menurut Habermas pekerjaan hanya salah satu tindakan dasar manusia saja.
2.      Di samping pekerjaan masih terdapat tindakan yang sama dasariah, yaitu interaksi atau komunikasi antarmanusia.



2.3.5        TEORI FEMINIS
2.3.5.1  Simone De Beauvoir 
Simone De Beauvoir adalah tokoh feminisme modern dan ahli filsafat Perancis yang terkenal pada awal abad ke-20, dan juga merupakan pengarang novel, esai, dan drama dalam bidang politik dan ilmu sosial. Ia dikenal karena karyanya dalam politik, filsafat, eksistensialisme, dan feminisme, terutama karya Le Deuxième S3x3 yang diterbitkan pada tahun 1949.
Buku tahun 1949 karya eksistensialis Simone de Beauvoir yang berjudul he Second S3x (bahasa Perancis: Le Deuxième S3x3) adalah salah satu karya Beauvoir yang paling terkenal, mengisahkan mengenai perlakuan terhadap wanita sepanjang sejarah dan sering dianggap sebagai karya utama dalam bidang filsafat feminis yang menandai dimulainya feminisme gelombang kedua. Beauvoir meneliti dan menulis buku ini dalam waktu 14 bulan saat ia berusia 38 tahun. Ia menerbitkan buku ini dalam dua volume, dan beberapa bab pertama kali ditampilkan dalam Les Temps modernes. Meski buku ini terkenal, Vatikan menempatkan buku ini di Daftar Buku Terlarang.
Beauvoir yang lahir di Paris, 9 Januari 1908, memperoleh gelar dalam bidang filsafat dari universitas Sorbonne di Perancis, di mana ia lulus tahun 1929. Kemudian ia mengajar di sekolah menengah di Marseille dan Rouen mulai 1931 hingga 1937, dan di Paris tahun 1938-1943. Setelah Perang Dunia, ia muncul sebagai pejuang pergerakan eksistensialisme, bersama Jean-Paul Sartre dengan karya Les Temp Modernes.
Simone de Beauvoir meninggal di Paris, 14 April 1986 pada umur 78 tahun setelah menderita pneumonia. Ia dimakamkan di Sartre di Cimitiere du Montparnasse di Paris. Setelah kematiannya, karyanya meninggalkan pengaruh kuat khususnya dalam pergerakan feminisme.
Di kalangan para aktivis gender, Simone de Beauvoir merupakan salah satutokoh yang harus ditelaah. Karyanya, ‘Le Deuxième Sexe’ (1949) dicatat sebagai karyaklasik yang memberikan penerangan tentang ketertindasan perempuan selama ini dan telah memberikan pengaruh yang cukup signifikan dan mendorong inspirasi gerakan-gerakan pembebasan perempuan. Dan jika dilihat dari sejarah perkembangan feminismeSimone de Beauvoir dianggap sebagai pelopor teori feminisme yang sudah lebih subtantif dibandingkan dengan teori-teori yang sebelumnya.
Dalam perkembangan sejarahnya teori feminisme memiliki banyak jenis aliran, namun Rose Mary Tong, dalam bukunya Feminist Thought (1989) mengelompokan aliran feminisme menjadi tiga yakni feminisme liberal,radikal, dan sosialis, namun saat ini muncul pula aliran baru seperti feminisme post-modern. Teori Simone de Beauvoir sendiri tergolong ke dalam teori Feminisme Eksistensialis. Teori Feminisme Eksistensialis sendiri tergolong ke dalam teorifeminisme sosialis. Eksisitensialisme sendiri merupakan teori yang memandang segala fenomena dengan berpangkal kepada eksistensi manusia. Maksud dari eksistensi manusia sendiri adalah cara manusia berada di dunia ini. Martin Heidegger berpendapat bahwa manusia harus eksis karena ia terlempar begitu saja, bahwa adanya manusia adalah menuju kematian. Karena cemas dan prihatin, manusia sepanjang hidupnya mencari makna hidup bersama orang lain. Konsep keprihatinan dan konsep bersama dengan orang lain inilah yang nantinya akan sering digunakan oleh Simone de Beauvoir dan para feminis lainnya dalam gerakan feminisme di seluruh dunia. Teori Simone de Beauvoir sendiri berawal dari terminologi dasar filsafat eksistensialis, sehingga dalam teori tersebut terdapat banyak sumbangan konsep dari para filsuf eksistensialis seperti Heidegger dan Sarte. Dalam pemikirannya Simone deBeauvoir mengambil pengandaian dari Sarte yang terkenal yaikni Le Regard (sorotanmata).
Selain itu Simone de Beauvoir juga sependapat pada Sarte bahwa dalam relasi manusia selalu terjadi konflik intersubjektifitas, dimana masing-masing selalu berusaha menjadikan manusia yang lain sebagai objek dan tidak ingin dirinya yang menjadi objek. Bagi Simone de Beauvoir penyebab mengapa kaum wanita tertindas adalahdimana keberadaan kaum wanita yang keadaannya kurang dihiraukan dan bukan subjek absolut seprti kaum pria. Sehingga memunculkan pandangan bahwa subjek absoulutadalah kaum pria, sedangkan kaum wanita hanyalah objek lain (Other). Menurut Simone de Beauvoir proses tersebut berawal dari fakta biologis seperti peran reproduktif, ketidakseimbangan hormon, kelemahan organ tubuh wanita, dan sebagainya yang digabungkan dengan sejarah patriarka hingga akhirnya kaum wanita disudutkan kepada peran reproduksi dan domestik dan tanpa disadari sebenarnya wanita telah digiring kepada definisi makhluk yang tidak berkesadaran (être en soi). Hal inilah yang menjadikan dominasi terhadap kaum wanita sepanjang sejarah.
ia menjelaskan secara jelas bagaimana sejarah dan keyakinan akan definisi tentang kaum wanita selama ini dan menurutnya selama ini telah terjadi kecacatan eksistensialis terhadap situasi kaum wanita. Sejarah telah menunjukan bagaimana kaum pria selalu menjadi pihak yang menggenggam kekuatan yang konkret dalam berbagai bidang sehingga dianggap sebagai keinginan kaum pria sendiri untuk mendominasi. Simone de Beauvoir juga menjelaskan bahwa kenyataannya mayoritas kaum wanita sebenarnya tidak menginginkan keluar dari dunia tradisional feminitas sepertimisalnya hal yang berhubungan dengan urusan rumah tangga. Harapan untuk keluar dari dunia tersebut sebenarnya ada namun tidak sepenuhnya.
Dalam perkembangannya anak perempuan telah disosialisasikan untuk menerima, menunggu, bahkan bergantung. Mereka percaya bahwa nantinya akan ada seorang pria yang datang untuk menyelamatkan hidupnya dan melindunginya untuk selamanya seperti dalam cerita dongeng maupun mitos masyarakat. Dari hal tersebut Simone de Beauvoir mengungkapkan bahwa unsur ketergantungan wanita tidak hanya bersumber dari mitos masyarakat saja, namun terlalu banyak faktor kehidupan di dalam sejarah yang tidak memungkinkan wanita untuk mandiri.
Selain itu, pemikiran khas Simone de Beauvoir lainnya adalah ia mengungkapkan bahwa dalam sebuah lembaga penikahan masih berlaku anggapan bahwa seorang suami adalah pelindung istrinya, namun kenyataanya dalam kehidupan rumah tangga sendiri masih sering terjadi kekerasan terhadap istri, sedangkan dalam kehidupan bermasyarakat gerak-gerik seorang istri masih terus diawasi hingga sangat mendetail dan masa depan istri seringkali dimanipulasi sesuai kehendak suami. Menurut Simone de Beauvoir wanita yang menikah hanyalah sekedar pesakitanyang bisa dipukuli dalam kehidupan pernikahan. Dalam kehidupan keluarga borjuis, Simone de Beauvoir sependapat dengan pernyataan Engels yang menyatakan bahwa dalam keluarga borjuis, wanita diperlakukan seperti private property yakni wanita maudikorbankan demi kepemilikan pribadi, sehingga menimbulkan pendapat bahwa semakin kaya kondisi ekonomi seorang suami, semakin tinggi tingkat ketergantungansang istri.
Dalam teorinya Simone de Beauvoir juga mengkaitkan fakta biologis yang membentuk proses kejiwaan seorang wanita yang antara lain disebabkan oleh faktor hormon dan peran reproduksinya yang sangat berpengaruh besar terhadap emosinya sehingga menciptakan banyak anggapan bahwa wanita memiliki masalah psikologis, meski begitu Simone de Beauvoir menolak anggapan-anggapan yang mengakibatkan konsep wanita dijadikan menjadi semacam produk personalitas yang mekanis. Selain itu, Simone de Beauvoir menganggap bahwa yang menjadi penyebab utama perkembangan-perkembangan kaum wanita adalah dalam perkembangan hidupnya kaum wanita sejak dini telah disosialisasikan sedemikian rupa sehingga kehilangan identitas dirinya seperti yang sejak kecil diberikan boneka dibandingkan dengan mainanmobil-mobilan ataupun mainan yang lain.
Simone de Beauvoir berpendapat bahwa dengan melarang kaum wanita bekerjadi luar rumah maka hal ini juga berarti menghalangi pencarian jati diri dan kebahagiaankaum wanita. Wanita sebaiknya dibiarkan menghadapi dunia dengan kekuatannyasendiri hingga lama-kelamaan sifat ketidakmandiriannya hilang secara berangsur-angsur. Simone de Beauvoir juga berpendapat bahwa upaya menyetarakan kaum wanita dengan kaum pria tidak akan berjalan dengan baik jika tidak ada dukungan dari masyarakat sekitar. Selain itu terdapat ungkapan dari Simone de Beauvoir yang sangat terkenal, cukup kontroversial, dan mengundang banyak reaksi yakni ‘On ne saît pas femme, on ledevient ’ (Orang tidak dilahirkan sebagai perempuan, melainkan menjadi perempuan). Ungkapannya tersebut dianggap sebagai deklarasi kemerdekaan kaum wanita akandominasi para kaum pria dalam masyrakat terutama dalam bidang politik dan pemerintahan.


2.3.5.2  Alice S. Rossi
Alice Emma Schaerr atau Alice Scaherr Rossi lahir pada tanggal 24 September 1922 di Brooklyn, New York. Rossi terfokus pada status perempuan di tempat kerja, dalam keluarga, dan kehidupan seksual mereka. Tulisan-tulisannya membantu membangun fondasi gerakan feminis. Advokasi awal dia aborsi dan hak-hak reproduksi menyebabkan dia mendapatkan banyak perhatian nasional. Salah satu kegiatan akademik utamanya adalah studi tentang lifecourse orang dari pemuda untuk usia, terutama dalam kasus perempuan.
Menurut Rossi teori perbedaan gender melihat situasi wanita berbeda dari situasi lelaki, menjelaskan perbedaan ini dari segi lelaki dan perempuan, atau peran institusional dan interaksi sosial, dam konstruksi ontologis perempuan sebagai “orang lain”.
Pada tahun 1960-an sangat menentang adanya perbedaan peran gender, ternyata telah mengubah pandangannya. Sebelumnya, ia berpendapat bahwa peran stereotip gender wanita bukan karena nature (bersifat alami), melainkan karena adanya sosialisasi. Pada tahun 1978 ia menulis, “Perbedaan peran gender bukan karena faktor sosialisasi, melainkan bersumber pada keragaman antarseks, yang mempunyai tujuan fundamental untuk kelangsungan hidup manusia.”
Rossi dengan teguh berpendapat, “Tidak ada satu masyarakat pun yang dapat menggantikan figur ibu sebagai figur pengasuh, kecuali  dalam kasus-kasus yang jarang terjadi saat ada wanita tertentu yang terdeviasi dari kecenderungan sifat normalnya.”
Konsep gender menafikan naluri dan hanya menerima kesamaan potensi akal dan kebutuhan jasmani. Perbedaan pria dan wanita menurut konsep gender secara alami hanya terletak pada alat reproduksi semata. Asumsi ini pun dapat dibantah. Jika konsep gender menerima perbedaan secara fisik pria dan wanita, mengapa mereka tidak menerima adanya perbedaan sistem hormonal pria dan wanita yang juga bersifat fisik. Apakah karena perbedaan hormonal berpengaruh pada kondisi psikis  seseorang, yang bagi kalangan feminis, dianggap sebagai faktor nurture (bentukan alam). Bahwa sistem hormonal berpengaruh pada kondisi psikis manusia, dan hormon reproduksi pada wanitalah yang mempengaruhi naluri keibuan, dapat dibuktikan dari tidak adanya satu pun peradaban, budaya ataupun kultur sejak zaman paleotik sampai abad modern seperti saat ini, yang tidak memposisikan wanita untuk berperan sebagai ibu.
Dengan demikian, asumsi konsep gender terbantahkan dalam hal:
(1) kegagalan dalam memahami naluri manusia. 
(2) ketidaksesuaian teori nature dan nurture secara de facto dengan kehidupan masyarakat manapun.
Jelaslah bahwa KKG adalah ide yang absurd dan masyarakat setara yang hendak  diraih hanya sekadar  utopia.
Alice Rossi mengeksploitasi tesis bahwa keadaan biologi manusia  menentukan banyak perbedaan sosial antara laki-laki dan perempuan.
            Dari ketiga teori sosiologi feminis yang dikemukakan, memberikan sebuah kesimpulan bahwa dalam masalah pengalaman dan kehidupan, laki-laki dan wanita sama pentingnya. Wanita akan lebih beruntung bila mampu menyeimbangkan antara karir penunjang ekonominya dengan karir dalam keluarga. Selanjutnya bahwa dari struktur biologi laki-laki dan wanita jelas berbeda, sehingga hal itulah yang memicu perbedaan antara laki-laki dan wanita dalam kehidupan sosial. 
            Dunia seolah disulap, wanita-wanita di belahan dunia manapun berlomba-lomba bekerja menjadi wanita karir, begitu pula halnya di Indonesia. Sangat baik memang apabila wanita dapat membantu suami dalam ekonomi, hanya saja tetap dari sisi biologis (kodrat) wanita dan laki-laki berbeda.
Dengan alasan karir, wanita lantas memungkiri kodratnya, enggan mengandung, enggan melahirkan dan menyusui, pun tidak sudi mengurus anak dan suami. Segala kehidupan dan tanggung jawabnya dalam rumah tangga diambil-alih oleh pembantu rumah tangga. Padahal, rumah tangga atau keluarga merupakan sebuah peradaban kecil dimana ada suami sebagai kepala keluarga (presiden rumah tangga) dan istri sebagai asisten (menteri), serta anak-anak sebagai sebuah sistem tatanan masyarakat yang dalam pelaksanaannya harus berkesinambungan satu dengan yang lainya. Tidak boleh ada miss function, sebab itulah yang akan menimbulkan kekacauan serta ketidakharmonisan dalam kehidupan keluarga.
Banyak wanita berevolusi menjadi sangat “perkasa” dalam rumah tangga. Bahkan, kini roda ekonomi, segala permasalahan dan seluruh keputusan mendapat dominasi wanita. Laki-laki dianggap makhluk yang lemah, bahkan karena sang istri begitu hebatnya dalam berbisnis dan mampu menganggung seluruh roda ekonomi keluarga, sementara penghasilan suami jauh di bawah penghasilannya. Selanjutnya yang terjadi ialah suami diminta untuk keluar dari pekerjaannya dan harus tinggal di rumah. Membersihkan rumah, mengurus anak, bahkan hingga memasak membuatkan makanan sambil menunggu istriya pulang bekerja.
Peran laki-laki dalam rumah tangga, yang semula tugasnya sebagai kepala keluarga hilang digantikan oleh wanita. Wanita tak lagi menghormati suaminya sebagai kepala keluarga, pun tak lagi mengabdikan dirinya pada suami dan keluarga. Sehingga, kini trend istilah SSTI (Suami-Suami Takut Istri), dimana dalam ungkapan tersebut sesungguhnya tersembunyi ungkapan lain yang menyertainya yakni ungkapan “Istri-Istri Durhaka Pada Suami”.
Padahal, Islam telah mengatur segala tatanan kehidupan ini secara tertib, baik dan begitu tertata rapi. Islam memposisikan wanita di posisi yang begitu terhormat. Islam pun memandang wanita melalui kesadaran konsekuensi logis dari special ”kodrat” yang dianugerahkan Allah kepadanya.
Wanita dalam masyarakat memiliki peranan yang sangat penting, namun tetap sesuai dengan bingkai yang digariskan Islam padanya. Dengan kata lain, peranan-peranan wanita tidak bertentangan dengan kodratnya. Dimana, dalam susunan biologis dan nilai-nilai kejiwaan mutlak berbeda dengan kaum adam sebagaimana yang diungkapkan sosiolog feminis Alice Rossi.
Wanita yang mulia secara hakiki menurut Islam ialah ia yang mengembangkan potensinya sesuai dengan kodrat kewanitaannya. Jika tidak, 180o akan berbalik keadaannya sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya.
Gelora feminisme yang diagung-agungkan Barat dengan ukuran norma-norma yang mereka ciptakan sendiri, telah menjungkirbalikan ukuran norma dan nilai-nilai kewanitaan yang sebenarnya menurut Islam. Wanita disejajarkan dengan laki-laki dalam segala urusan, besar atau kecil.
Masyarakat Barat mengibarkan bendera pembebasan wanita atas nama gender sebagai racun emansipasi di tengah kehidupan umat Islam. Persamaan yang diserukan Barat bukanlah sekadar urusan persamaan, sebab mereka tidak menjadikan agama sebagai rujukan masalah. Dari seruan-seruan persamaan tersebut telah mengakibatkan kehancuran Islam, sebab kunci keislaman ada di tangan wanita.

 2.3.5.3 Patricia Hill Collins
            Patricia Hill Collins dilahirkan pada 1984. Menurut keterangannya sendiri dia tumbuh di keluarga pekerja kulit hitam yang suportif dan besar yang berada di lingkungan kulit hitam Philadelphia; dia pindah dari tempat yang aman ini untuk melanjutkan pendidikan untuk wanita dan kemudian dia mendapat gelar dari universitas Brandeis pada 9169, dan gelar M, A, T.di Harvard pada 1970. Selama 1970-an dia bekerja sebagai spesialis kurikulum disekolah-sekolah di Boston, Pittsburgh, Hartford, New York, dan Washington D.C. dia kembali ke Brandeis untuk mendapatkan gelar Ph.D. dalam bidang sosilogi, yang di raihnya pada 1984. dia menghabiskan karirnya di pendidikan tinggi di  Universitas Cincinnati dimana dia memegang dua jabatan, sebagai Charles Phelps Taft Professor of Sociology dan sebagai Professor of African- American Studies.
Collins menulis bahwa pengalaman keberhasilan pendidikannya di susupi oleh pengalaman lain sebagai’’ orang’ pertama’ atau’ satu dari segelintir’ atau’ satu-satunya’ prempuan Afrika-Amerika dan prempuan kelas pekerja di sekolah saya, komunitas saya tempat kerja saya’(1990;xi). Dalam stuasi ini dia merasa dirinya di nilai lebih rendah ketimbang orang lain dan mengetahui bahwa keberhasilan pendidikannya tampaknya memaksa dirinya menjauhkan diri dari latar belakang kelas pekerja kulit hitamnya. Ini menciptakan ketegangan yang mengakibatkannya “kehilangan suara”.
Responnya terhadap ketegangan ini adalah merumuskan alternatif pemahaman tetang teori sosial dan cara alternatif untuk menyusun teori itu. Proyek ini membuatnya menemukan suara teoritis dari komunitasnya dan mendapatkan kembali suaranya sendiri dengan meletakkannya di dalam komunitas itu. Ini berpuncak pada karya Black Feminist Thought (1990) sebuah teks Landmark dalam teori feminis dan sosial yang banyak diantologisasikan dan karenanya Collins dianugerahi Jessie Bernard Award dan C. Wright Mills Award. Black Feminist Thought menyajikan teori sosial sebagai pemahaman tentang kelompok khusus, perempuan kulit hitam; untuk tujuan ini Collins mengambil dari berbagai sumber, beberapa diantaranya terkenal, dan yang lainnya tidak jelas. Yang dia sajikan adalah teori sosial berbasis komunitas yang mengartikulasikan pemahaman kelompok tersebut mengenai penindasan oleh interaksi dari ras, jender dan kelas, dan perjuangan historisnya melawan penindasan. Dalam karya ini, Collins mengungkapkan epistemologi yang berbeda, yang dengannya perempuan kulit hitam menilai kebenaran dan validitas; dia juga secara meyakinkan berargumen mendukung epistemologi pendirian feminis. Black Feminist Thought menunjukkan satu arah untuk teori sosial feminis pada khususnya dan teori sosial pada umumnya. Dalam praktik dan teori dia menyusun teori interseksionalitas, membantu mengorganisasikan seksi ASA, Race, Gender, Class; bersama Margaret Anderson mengedit koleksi esai, Race, Class and Gender (1992); dan menulis banyak artikel di berbagai jurnal.
Fighting Words : Black Woman and The Search for justice (1998) melanjutkan perjuangannya untuk mendefenisikan kembali teori sosial bukan sebagai wilayah dan praktik dari kelompok elite intelektual, tetapi sebagai pemahaman tentang dunia sosial yang dicapai kelompok sosial yang berada di dalam situasi yang berbeda-beda. Dalam proyek ini Collins mengulangi seruan empatiknya kepada para sosiolog untuk menulis dan bekerja seolah-olah teori sosial adalah bagian dari upaya kolektif dari kehidupan sosial dan untuk membuat teori sosial menjadi bermakna dan dapat diakses oleh publiknya.
Film The Help mengisahkan  mengenai kehidupan para perempuan kulit hitam yang bekerja sebagai pembantu di kediaman majikan kulit putih. Bertempat di Amerika Serikat pada tahun 1960an ketika itu perjuangan hak-hak sipil masih bergejolak. Dimana masyarakat kulit hitam mendapat tempat yang sangat rendah di lingkungan orang-orang kulit putih.
Dalam film tersebut diceritakan sang tokoh utama (Aibeleen) yang bekerja sebagai pembantu sekaligus pengasuh anak pada keluarga kulit putih. Aibee tinggal di suatu lingkungan dimana keseluruhannya merupakan warga kulit htam. Yang semua perempuan yang tinggal disitu bekerja sebagai pembantu maupun pengasuh anak. Ironisnya, para perempuan kulit hitam tersebut mendapat perlakuan diskriminatif dari majikannya. Selain tidak boleh makan di ruang yang sama, mereka juga tidak diperbolehkan menggunakan fasilitas kamar mandi yang sama.
Disini para perempuan kulit hitam mendapat opresi dari perempuan kulit putih. Lucunya, para perempuan kulit putih ini adalah perempuan yang digambarkan sesuai dengan teori  feminis tradisional. Dimana sang suami-lah yang bekerja sementara mereka menghabiskan waktu di rumah, bukan untuk mengurus rumah karena mereka memiliki pembantu yakni perempuan kulit hitam, yakni untuk sekedar berkumpul dan bersosialisasi dengan teman-temannya dari golongan yang sejenis. Dan teman-temannya sesame perempuan kulit putih tersebut pun hampir semua memiliki pembantu kulit hitam yang diperlakukan dengan cara yang sama.
Diasumsikan dengan pemikiran Patricia Hill Collins mengenai opresi di Amerika Serikat yang berhubungan dengan dimensi ekonomi, politik, maupun ideologis, film The Help dapat dikatakan mewakili keseluruhannya.
Para perempuan kulit hitam dalam film ini termarginalkan dan ditempatkan pada jenis pekerjaan sector pelayanan yakni sebagai pembantu rumah tangga. Mereka dipekerjakan untuk memasak, membershkan rumah bahkan mengurus anak majikan kulit putihnya. Para perempuan kulit hitam itu termarginalkan bahkan oleh perempuan kulit putih, yang juga berada pada posisi lebih rendah dibanding suami-suami mereka.
Adanya hak-hak sipil yang berlaku seolah menjadikannya wajar bagi para perempuan kulit putih untuk memperlakukan pembantu kulit hitamnya dengan tidak adil. Hanya karena seorang temannya melakukan suatu hal, berarti semua orang dalam kelompoknya harus melakukan hal yang sama. Bahkan hal tersebut dianggap wajar oleh mereka karena memang adanya stereotip itulah yang berkembang di amerika pada masa itu. Ideology akan lebih rendahnya derajat orang-orang kulit hitam (baik laki-laki terlebih perempuan ) menjadikannya wajar untuk berlaku diskriminatif terhadap mereka. Bahkan melibatkan aturan spil dan fasilitas public yang ada di masyarakat. Bus yang seharusnya menjadi angkutan umum pun dispesifikkan, mana yang boleh mengangkut kulit hitam dan mana yng untuk masyarakat kulit putih.
Dalam film the help selain memaparkan adanya system opresi terhadap perempuan kulit hitam. Sekaligus juga menggambarkan keberadaan feminis kulit putih. Betapa pada masa 1960an meskipun para perempuan kulit putih juga berada pada keadaan yang minor dibandingkan laki-laki atau suami mereka, mereka masih bisa memberlakukan opres atau penindasan kepada para perempuan kulit hitam. Dalam film ini juga dapat dijadikan kritik terhadap feminism tradisional atau yang dikenal sebagai feminis kulit puth. Digambarkan bahwa seberapa teropresinya perempuan kulit putih oleh suaminya, mereka masih berada pada situasi yang lebih beruntung dibandng perempuan kulit hitam. Para perempuan kulit putih tersebut memang tdak bekerja, dengan kata lain mereka tidak ikut serta dalam proses ekonomi dalam keluarganya karena hanya suami mereka-lah yang bekerja. Akan tetapi mereka juga tidak serta merta hanya dbungkam di rumah dan tidak melakukan apapun, karena mereka memiliki pembantu perempuan kulit hitamuntuk mengerjakan pekerjaan rumahnya, termasuk mengurus anak. Sehingga apa yang perempuan kulit putih ini lakukan jauh lebih menguntungkan disbanding para perempuan kulit hitam di sekitarnya. Yang harus bekerja demi menghidupi keluarganya, yang juga tidak jarang memperoleh opres dari lingkungan bahkan suaminya.
Patricia Hill Collins berargumentasi bahwa di Amerika Serikat opresi terhadap perempuan kulit hitam disistermasikan, dan distrukturkan sejalan dengan tiga dimensi yang saling berhubungan meliputi :
Pertama, dimensi ekonomi dari opresi terhadap perempuan kulit putih menyingkirkan perempuan kulit  hitam ke dalam ”ghetoisasi dalam jenis-jenis pekerjaan sektor pelayanan”.
Kedua, dimensi politis dari opresi terhadap perempuan kulit hitam mengabaikan hak dan fasilitas bagi perempuan kulit hitam, yang secara rutin diberikan kepada kepada semua laki laki kulit putih dan banyak perempuan kulit putih, termasuk hak yang sangat penting untuk memperoleh pendidikan yang setara.
Ketiga, dimensi ideologis dari opresi terhadap perempuan kulit hitam, pemaksaan sekumpulan “citra pengontrol” yang berlaku bagi dan membatasi kebebasan perempuan kulit hitam. Dimensi ini memjelaskan dan membenarkan perlakuan laki laki kulit putih dan (dalam tingkat yang lebih rendah)perempuan kulit putih terhadap perempuan kulit hitam, dimensi ideologis yang menciptakan pelabelan buruk seperti "mammy", "matriark", "penerima tunjangan sosial" dan lain sebagainya yang diawali dari masa perbudakan. Dimensi ideologis inilh dimensi yang paling kuat dan sulit dihilangkan dibanding dua dimensi lainnya.
Collins berkomentar. “dari mamies, jezebel, dan mesin penghasil anak dalam masa perbudakan, hingga Aunt Jemimas yang tersenyum dalam kemasan adonan pancake, pelacur kulit hitam yang tersebar dimana mana, serta ibu penerima tunjangan sosial yang selalu hadir dalam kebudayaan populer kotemporer, hubungan dari citra stereotipikal negatif yang dilekatkan pada perempuan afrika amerika merupakan sesuatu yang fundamental dalam opresi terhadap perempuan kulit hitam.
Collins berteori bahwa dimensi ideologis adalah lebih kuat dalam “mempertahankan” opresi terhadap perempuan kulit hitam dibandingkan dengan dimensi ekonomi ataupun politik. Ia juga menyatakan bahwa “opresi berdasarkan ras, kelas, dan gender tidak dapat berlangsung tanpa pembenaran ideologis untuk keberadaannya dan menekankan bahwa feminis kulit hitam harus berusaha untuk membebaskan perempuan afrika amerika dari label stereotipe seperti “mammy”, “matriark”, “penerimaan tunjangan sosial” dan “hot momma”. Hingga kaum kulit hitam dan kaum kulit putih berhenti berpikir dalam kerangka stereotipe perempuan kulit hitam, perempuan kulit hitam tidak akan pernah bebas untuk menjadi diri mereka sendiri.
Tidak seperti para feminis yang berasumsi bahwa pornografi terutama berdampak pada perempuan kulit putih, Collins beragumentasi bahwa, ”perlakuan terhadap tubuh perempuan kulit hitam pada abad ke-19 di Eropa dan di Amerika Serikat mungkin merupakan dasar dari pornografi kontemporer sebagai representasi dari objektivikasi, dominasi, dan penguasaan atas perempuan”. Sarah Bartmann ialah perempuan yang sering kali dibawa ke pesta di Paris sebagai sesuatu yang mengundang keingintahuan seksual walaupun mereka harus membayar untuk itu. Collins menekankan laki-laki kulit putih (dan juga perempuan kulit putih) membayar untuk melihat sesuatu pertunjukan pornografis hidup yang dalam hal ini, seksualitas Bartmann direpresentasi sebagai seksualitas keseluruhan perempuan Afrika (dan juga laki-laki) : yang dimunculkan sebagai seksualitas yang serupa binatang, yang seharusnya berbeda dengan seksualitas laki-laki dan perempuan kulit putih. Tak jarang perempuan kulit hitam memang ditampilkan dalam majalah porno yang ditujukan pada laki-laki kulit putih berupa binatang seperti kucing atau macan yang dikurung oleh ”pemburu kulit putih yang hebat”.

2.3.6        TEORI EVOLUSI SOSIAL
2.3.6.1  Herbert Spencer
            Spencer lahir pada 27 April 1820 di kota kecil Derbyshire, Midland, Inggris. Sebagai anak tunggal seorang guru sekolah. Dia sebenarnya tidak terlahir tunggal, melainkan sembilan bersaudara. Hanya saja dia menjadi satu-satunya anak pasangan William dan Haerriet Spencer yang bertahan hidup. Potret keluarga Spencer yang bergelut melawan penyakit menjadi semacam mozaik dari kehidupan Inggris zaman Victorian abad ke-19. Ke-8 saudaranya meninggal karena sakit, penyebabnya adalah Inggris yang memasuki Revolusi Industri terperosok ke dalam problem negara industri yang sangat suram sekaligus mengkhawatirkan. Kala itu, bangunan pabrik biasanya menyatu dengan kawasan pemukiman. Bangunannya tua dan tidak terawat, ventilasi minim, kotor, penuh jelaga hitam, sempit, dan sumpek. Selain mengepung kota dengan asap hitam, limbah pabrik juga menimbulkan pencemaran, sanitasi yang tidak terawat, jalanan yang buruk, dan tentu saja polusi.
            Karena alasan kesehatan, Spencer kecil menjalani pendidikan di rumah. Dia tidak belajar seni dan humaniora, melainkan teknik dan bidang utilitarian (Ritzer dan Goodman, 2007).
            Dalam usia relatif muda, 17 tahun tepatnya pada tahun 1837 Spencer muda terjun ke dunia kerja sebagai insinyur sipil di sebuah perusahaan kereta api London dan Birmingham. Karirnya terbilang bagus hingga akhirnya dia dipercaya menjadi wakil kepala bagian mesin di perusahaan tersebut. Pekerjaan ini dijalaninya sampai tahun 1846. Selama periode ini Spencer melanjutkan studi atas biaya sendiri.
            Spencer memiliki kemampuan sangat baik dalam mekanika. Kemampuan itulah yang memengaruhi imajinasinya dalam ilmu pengetahuan, terutama tentang biologi, masyarakat, dan ilmu sosial. Pada saat menjadi insinyur inilah Spencer mulai belajar menulis artikel secara serius. Tulisan pertamanya di bidang sosial dengan judul On the Proper Sphere of Government pada 1842 dimuat di majalah Non Conformist. Enam tahun kemudian, 1848, tulisan yang sama dimuat The Economist, majalah ekonomi terkemuka yang berbasis di London.
            Tulisan Spencer mendapat sambutan hangat penggemarnya sehingga mereka rela membayar lebih dulu tulisan-tulisan Spencer sebelum tulisan itu diterbitkan. Kondisi inilah yang mendorong Spencer untuk berpikir alih profesi menjadi penulis ilmu pengetahuan bidang pengetahuan sosial, khususnya sosiologi. Untuk mewujudkan cita-citanya tersebut, saat usianya menginjak 28 tahun dia pindah menjadi wakil editor majalah The Economist, berita mingguan yang berbasis di London. Majalah ini merupakan oposisi pemerintah dan pendukung perdagangan bebas. Melalui majalah ini Spencer banyak bertemu dengan orang terkenal pada saat itu, seperti Thomas Huxley dan George Eliot.
            Saat usianya memasuki 30 tahun, Spencer telah mampu menerbitkan buku pertamanya yang berjudul Social Statics. Tiga tahun kemudian, pamannya (Thomas Spencer) meninggal dunia dan mewariskan harta cukup banyak kepada Spencer. Berbekal warisan itulah Spencer berani memutuskan untuk berhenti bekerja dan mencurahkan seluruh kegiatannya untuk menulis. Keberhasilan Spencer menulis banyak buku karena selain gemar membaca, Spencer adalah kolektor yang tekun mengumpulkan fakta-fakta mengenai masyarakat di manapun di dunia, ini seorang yang rajin mengumpulkan informasi, membuat sistematika atau klasifikasi data. Spencer memang sejak kecil mempunyai hasrat dan keinginan yang besar untuk menambah dan mengumpulkan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan memahami keseluruhannya.
            Spencer juga mengembangkan sistem filsafat dengan aspek-aspek utiliter dan evolusioner. Spencer membangun utiliterisme Jeremy Bentham yang memelopori aliran gerakan reformasi. Jeremy Bentham berpendapat bahwa logika ilmiah harus didasarkan pada pengetahuan yang cukup mengenai kondisi kehidupan sosial yang aktual. Konsep ini mendahului konsep-konsep Charles Darwin (Sukanto: 1982: 36).
            Spencer adalah orang yang pertama kali memperkenalkan konsep Survival of the fittest atau yang kuatlah yang akan menang dalam bukunya Social Statics yang terbit pada tahun 1850. Konsep ini untuk menggambarkan kekuatan fundamental ilmu biologi yang menjadi dasar perkembangan evolusioner. Konsepsi ini dipengaruhi karya Thomas R. Malthus mengenai tekanan kependudukan,  An Essay on the Principle of Population (1798). isi  konsepnya antara lain adalah perjuangan untuk dapat bertahan bagi suatu masyarakat atau bagi beberapa masyarakat agar menghasilkan keseimbangan karena perubahan yang terjadi dari keadaan yang homogen yang tidak terpadu menjadi heterogen yang terpadu.
            Sembilan tahun kemudian teori evolusioner karya Darwin terbit. Spencer dan Darwin melihat adanya persamaan antara evolusi organisme dengan evolusi sosial. Evolusi sosial adalah serangkaian perubahan sosial dalam masyarakat yang berlangsung dalam waktu lama yang berawal  dari kelompok suku atau masyarakat yang masih sederhana dan homogen kemudian secara bertahap menjadi kelompok suku atau masyarakat yang lebih maju dan akhirnya menjadi masyarakat modern yang kompleks (Horton dan Hunt, 1989:208).
            Selama hidupnya, Spencer menghasilkan sejumlah karya besar. Sebagian besar pemikiran Spencer tentang sosiologi ditulis dalam 10 buku (dua jilid Biologi, dua jilid psikologi, tiga jilid Sosiologi, dan dua jilid tentang moralitas) yang kemudian dikemas menjadi Programme of a System of Synthetic Philosophy (1862-1896). Paket ini memuat seluruh teori evolusi universal, meliputi evolusi bilogi, psikologi, sosial, dan etika. Karya-karya tersebut mengukuhkan dirinya sebagai penganut filsafat sintesis, yakni ilmu filsafat yang menggabungkan beberapa ilmu pengetahuan menjadi satu (Soekanto, 1990).
            Dari sederet karya tersebut, buku Principles of Sociology merupakan karya monumental Spencer yang mendorong perkembangan Sosiologi sebagai ilmu populer di masyarakat, terutama di Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat. Meski begitu, Spencer kurang mendapat sambutan di negeri sendiri.
            Karya-karya Spencer senantiasa mendasarkan konsepsi bahwa seluruh alam, baik yang berwujud organis, nonorganis, maupun superorganis berevolusi karena dorongan kekuatan mutlak yang kemudian disebutnya sebagai evolusi universal (Koentjaraningrat, 1987:34).
            Gambaran menyeluruh tentang evolusi universal umat manusia menunjukkan bahwa pada garis besarnya Spencer melihat perkembangan masyarakat dan kebudayaan dari suatu bangsa di dunia sudah melalui tingkatan evolusi yang sama.
            Spencer menderita karena keengganannya membaca secara serius karya-karya orang lain. Sebaliknya jika ia membaca karya lain sering kali hanya dilakukan untuk mencari penegasan atas gagasannya sendiri yang tercipta secara independen. Ia mengabaikan gagasan-gagasan yang tidak sejalan dengan gagasannya.
            Jadi rekan sejawatnya, Charles Darwin bercerita tentang spencer: “jika saja ia mendidik dirinya untuk meneliti lebih banyak, bahkan dengan…merugikan daya pikirnya sendiri, ia akan menjadi seorang yang luarbiasa” (Wilt-shire, 1978:70). Herbert Spencer  meninggal pada 8 Desember 1903.
            Sejak tahun 1879 spencer mengetengahkan sebuah teori tentang Evolusi Sosial yang hingga kini masih dianut walaupun disana sini ada perubahan. Evolusi secara umum adalah serentetan perubahan kecil secara pelan-pelan, kumulatif, terjadi dengan sendirinya, dan memerlukan waktu yang lama. Sedangkan evolusi dalam masyarakat adalah serentetan perubahan yang terjadi karena usaha-usaha masyarakat tersebut untuk menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan, dan kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Ia yakin bahwa masyarakat mengalami evolusi dari masyarakat primitive ke masyarakat industri. Herbert spencer memperkenalkan pendekatan analogi organic, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.
            Proses evolusi masyarakat yaitu perorangan-perorangan bergabung menjadi keluarga, keluarga-keluarga bergabung menjadi kelompok, kelompok-kelompok menjadi desa, desa menjadi kota, kota menjadi Negara, dan Negara menjadi perserikatan bangsa-bangsa(Veeger, 1992: 80).
            Evolusi adalah penyatuan dan pengintegrasian materi kedalam kesatuan-kesatuan yang lebih besar dan lebih rumit strukturnya. Spencer mengatakan bahwa hukum yang ada pada masyarakat pada awalnya adalah hukum keramat. Hukum keramat berasal dari nenek moyang yang berupa aturan hidup dan pergaulan. Karena masyarakat semakin kompleks sehingga hukum keramat tersebut tidak cocok lagi.
            Maka timbullah hukum sekuler yaitu hukum yang berlandaskan azaz saling butuh-membutuhkan secara timbal balik di dalam masyarakat. Namun karena jumlah masyarakat semakin banyak maka dibutuhkan sebuah kekuasaan otoriter dari raja untuk menjaga hukum sekuler tersebut.. dalam perkembangan selanjutnya timbullah masyarakat “beragama” sehingga kekuasaan otoriter rajapun tidak lagi cukup. Untuk mengatasi hal tersebut ditanamkanlah suatu keyakinan kepada masyarakat yang mengatakan bahwa raja adalah keturunan dewa sehingga hukum yang dijalankan adalah hukum keramat.
            Pada perkembangan selanjutnya timbulah masyarakat industry, dimana kehidupan manusia semakin bersifat individualis sehingga hukum keramat tidak bisa lagi mengaturkehidupan bermasyarakat. Maka muncul hukum undang-undang.
            Asal mula religi menurut Spencer adalah penyembahan roh nenek moyang penyembahan dewa-dewa. Spencer mengatakan bahwa semua bangsa yang ada di dunia ini, religi itu dimulai dengan adanya rasa sadar dan takut akan maut.ia berpendapat bahwa religi tertua adalah penyembahan terhadap roh-roh nenek moyang yang merupakan personifikasi dari jiwa-jiwa orang yang telah meninggal. Bentuk religi ini akan berevolusi ke bentuk religi yang lebih kompleks yaitu penyembahan kepada dewa-dewa seperti dewa kejayaan, dewa perang, dewa kebijaksanaan, dewakecantikan, dewa maut dll.
            Spencer juga berpendapat bahwa dalam evolusi sosial aturan-aturan hidup manusia serta hukum yang dapat dipaksakan tahan dalam masyarakat, adalah hukum yang dapat melindungi kebutuhan warga masyarakat.
Sementara itu, perspektif evolusioner adalah sudut pandang teoretis paling awal dalam sosiologi.  Hal tersebut berdasarkan pada karya August Comte (1798-1857) dan Herbert Spencer (1820-1903). Keduanya menaruh perhatian pada perkembangan masyarakat secara evolusioner dari keseluruhan atau kesatuan yang utuh.
            Spencer berpendapat bahwa pribadi mempunyai kedudukan dominan dalam struktur masyarakat. Dia menekankan bahwa pribadi merupakan dasar struktur sosial, meskipun masyarakat dapat dianalisis pada tingkat struktural. Struktur sosial suatu masyarakat dibangun untuk memungkinkan anggotanya memenuhi berbagai keperluan.  Oleh karena itu, banyak ahli memandang Spencer bersifat individualistis. Terkait ketertarikannya pada perkembangan evolusi jangka panjang dari masyarakat modern, Spencer menilai  masyarakat bersifat organis. Pandangan ini yang kemudian menjadikan Spencer sering disebut sebagai seorang teoretis organik karena usahanya memperluas prinsip-prinsip evolusi pada ilmu biologi ke institusi sosial.
            Lebih jauh Spencer mengungkapkan bahwa perubahan alamiah dalam diri manusia mempengaruhi struktur masyarakat. Kumpulan pribadi dalam masyarakat merupakan faktor penentu bagi terjadinya proses kemasyarakatan yang pada hakikatnya merupakan struktur sosial dalam menentukan kualifikasi.
            Bagi Spencer, masyarakat  merupakan material yang tunduk pada hukum universal evolusi. Masyarakat mempunyai hubungan fisik dengan lingkungan yang mengakomodasi dalam bentuk tertentu dalam masyarakat, terutama dalam organisasinya. Masyarakat tersusun atas dasar hakikat manusia dan bentuknya sangat dipengaruhi oleh alam yang sulit dimodifikasi. Modifikasi yang dilakukan oleh manusia sangat sulit ditentukan akibatnya (Haryanto, tt:24).[8]
            Diakui atau tidak, Spencer terpikat Darwinisme sosial populer setelah Charles Darwin menerbitkan buku Origin of Species (1859), sembilan tahun setelah Spencer memperkenalkan teori evolusi universalnya. Spencer memandang evolusi sosial sebagai serangkaian tingkatan yang harus dilalui semua masyarakat yang bergerak dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang lebih rumit dan dari tingkat homogen ke tingkat heterogen.
            Evolusi terjadi pada tingkat organis dan pada tingkat anorganis. Pada tingkat organis, perubahan terjadi dari sel homogen sederhana menuju organisme terpadu yang lebih tinggi dan kompleks. Evolusi anorganis prosesnya adalah proses yang bermula dari bulatan gas yang tidak menentu, tidak terpadu dan homogen, kemudian menggumpal menjadi bintang, planet, matahari, bulan yang berbeda yang kemudian diintegrasikan menjadi satu keseluruhan dalam gerakan yang mengikuti hukum-hukum tertentu. Selain evolusi organis dan anorganis, ada evolusi yang disebut evolusi superorganis. Evolusi superorganis ini hanya terjadi pada masyarakat. Evolusi superorganis di kemudian hari lebih dikenal sebagai evolusi sosial dan evolusi produksi yang sekarang kita kenal sebagai evolusi kebudayaan.
            Seperti halnya sel pada organisme yang mempunyai cara dan sifat masing-masing, Spencer menilai watak dan sifat manusia itulah yang membawa perbaikan bagi masyarakat. Watak yang baik mudah menjadi teladan mengalami kemajuan karena rintangan yang muncul dapat terkikis dengan sendirinya pada saat terjadi proses menyelaraskan diri dengan masyarakat dan kemajuan. Hal ini juga berarti perjuangan hidup (struggle for life) dapat diatasi sehingga terbentuk masyarakat terbaik. Perjuangan hidup dan survival of the fittest adalah suatu wujud tenaga evolusi dalam masyarakat. Hal ini membuat manusia dalam masyarakatnya selaras dengan kehidupan politik, industri, dan sebagainya di sekitarnya. Di sini Spencer melihat kehidupan dalam masyarakat selalu mendorong anggotanya bersikap menyesuaikan diri dengan panggilan hidup yang lebih maju.
            Peraturan negara harus menjaga agar supaya rakyat dan masyarakat dapat hidup merdeka dan memperjuangkan hidupnya. Spencer tidak setuju dengan peraturan yang melindungi pihak yang lemah, yang tidak mampu menyesuaikan diri terhadap kemajuan masyarakat. Spencer berpendapat bahwa pihak yang lemah hendaknya binasa saja atau harus berusaha belajar keterampilan dan keuletan sehingga nantinya yang akan tinggal hanya mereka yang terkuat (the fittest).
            Spencer berpendapat bahwa orang-orang cakap dan bergairah (energik) yang akan mampu memenangkan perjuangan hidup dan berhasil, sedang orang yang malas dan lemah akan tersisih dengan sendirinya dan kurang berhasil dalam hidup. Kelangsungan hidup keturunan manusia lebih banyak dipengaruhi oleh kekuatan tenaga hidupnya. Kekuatan hidupnyalah yang mampu mengatasi kesukaran ujian hidup, termasuk kemampuannya menyesuaikan diri (berevolusi) dengan lingkungan fisik dan sosial yang selalu berubah dari waktu ke waktu.
            Spencer berpendapat, suatu organisme akan bertambah sempurna apabila bertambah kompleks dan terjadi diferensiasi antara bagian-bagiannya. Hal ini berarti ada organisme yang mempunyai fungsi yang lebih matang di antara bagian-bagian lain dari organisme sehingga dapat berintegrasi dengan lebih sempurna. Secara evolusioner, tahap organisme tersebut akan semakin sempurna sifatnya. Dengan demikian organisme mempunyai kriteria yang dapat diterapkan pada setiap masyarakat yaitu kompleksitas, diferensiasi, dan integrasi. Evolusi sosial dan perkembangan sosial pada dasarnya adalah pertambahan diferensiasi dan integrasi, peningkatan pembagian kerja, dan suatu transisi dari keadaan homogen ke keadaan heterogen (Soekanto, 1990: 39-41).
            Dalam bukunya Principles of Sociology, Spencer berpendapat bahwa pada masyarakat industri yang telah terjadi diferensiasi dengan mantap, akan ada  stabilitas yang menuju pada keadaan hidup yang damai. Seperti juga Comte, Spencer berpendapat bahwa tujuan hidup setiap manusia adalah menyesuaikan diri dengan panggilan hidup dalam masyarakat sekitarnya yang selalu berevolusi menuju perbaikan dan kemajuan.
            Pusat perhatian Spencer juga tertuju pada gerak yang dipandang sebagai suatu tenaga yang menggerakkan proses pemisahan (diferensiasi, membedabedakan) dan proses mengikat (integrasi, persatuan). Tenaga ini membawa kesamaan dan perpecahan dan ketidakpastian dalam evolusi sehingga membentuk kelompok, golongan, ras, suku bangsa, bangsa, dan negara. Evolusi terus berlanjut, ada yang menuju kesempurnaan, tetapi ada juga yang sebaliknya. Evolusi pada sosiologi mempunyai arti optimis yaitu tumbuh menuju keadaan yang sempurna, kemajuan, perbaikan, kemudahan untuk perbaikan hidupnya.
            Pandangan-pandangan sosiologi Spencer sangat dipengaruhi pesatnya kemajuan ilmu biologi. Beberapa di antaranya adalah:
Pelajaran tentang sifat keturunan (descension), Lamarck (1909) yang  menyatakan bahwa sifat manusia yang diturunkan kepada anak cucunya sangat dipengaruhi oleh tempat tinggal dan  sifat bangsa itu. Teori evolusi ini berdasarkan pendapat bahwa hewan yang bertulang punggung bisa menyempurnakan bentuk badannya berdasarkan kebutuhannya kepada keturunannya.
            Teori seleksi dari Darwin (1859) mengatakan bahwa alam akan membuang segala sesuatu yang tidak terpakai dan memperkuat segala sesuatu yang berguna, seperti yang terjadi pada binatang, yang kuat akan mampu bertahan hidup dan yang lemah akan binasa.
            Teori tentang penemuan sel. Tubuh hewan dan tumbuh-tumbuhan terdiri dari organisme kecil-kecil yang disebut sel. Sel ini mempunyai sifat dan bentuk yang sama, tetapi mampu mempengaruhi sifat binatang atau tumbuhan berdasarkan ciri yang terkuat pada sel tersebut.
            Teori-teori Spencer sangat dipengaruhi oleh pelajaran tentang sifat keturunan Lamarck yang menyamakan masyarakat dengan suatu organisme, dengan sel-selnya, dan selanjutnya ia membandingkannya seperti itu. Pendapat tentang biologi mempengaruhi dunia filsafat, psikologi dan lain sebagainya sehingga terjalin pertalian yang erat antara ilmu pengetahuan itu dengan sosiologi.
            Membandingkan masyarakat dengan organisme, Spencer mengelaborasi ide besarnya secara detail pada semua masyarakat sebelum dan sesudahnya. Spencer menitikberatkan pada tiga kecenderungan perkembangan masyarakat dan organisme, yaitu:
1.      Pertumbuhan dalam ukurannya
2.      Meningkatnya kompleksitas struktur
3.      Diferensiasi fungsi.
            Spencer berkeyakinan bahwa kehidupan masyarakat tumbuh secara progresif menuju keadaan yang semakin baik. Karena itu, kehidupan masyarakat harus dibiarkan berkembang sendiri, lepas dari campur tangan yang mungkin akan memperburuk keadaan. Spencer menerima pandangan bahwa institusi sosial sebagaimana tumbuh-tumbuhan dan binatang, mampu beradaptasi secara progresif dan positif terhadap lingkungan sosialnya. Ia juga menerima sudut pandang Darwinian bahwa proses seleksi alamiah, “survival of the fittest”, juga terjadi dalam kehidupan sosial (istilah survival of the fittest justru diciptakan oleh Spencer beberapa tahun sebelum karya Darwin mengenai seleksi alam muncul). Jika tidak diganggu intervensi dari luar, individu yang layak akan bertahan hidup dan berkembang, sedangkan individu yang tak layak akhirnya punah. Spencer memusatkan perhatian pada individu, sedangkan Comte menekankan pada unsur yang lebih besar seperti keluarga.
            Ritzer dan Goodman (2007) merangkum teori evolusi Spencer ke dalam dua perspektif. Pertama, teorinya berkaitan dengan peningkatan ukuran (size) masyarakat. Peningkatan ini menyebabkan diferensiasi fungsi yang dilakukannya. Kedua, masyarakat berubah melalui penggabungan. Makin lama makin menyatukan kelompok-kelompok yang berdampingan. Dia berbicara tentang gerak evolusioner dari masyarakat yang sederhana ke penggabungan dua kali lipat dan penggabungan tiga kali lipat.
            Di bagian lain, Spencer menawarkan teori evolusi dari masyarakat militan ke masyarakat industri. Pada mulanya, masyarakat militan dijelaskan sebagai masyarakat terstruktur guna melakukan perang, baik yang bersifat defensif maupun ofensif. Sejalan dengan tumbuhnya masyarakat industri, fungsi perang sebagai perubahan berakhir. Masyarakat industri didasarkan pada persahabatan, tidak egois, dan penghargaan terhadap prestasi.
            Dalam  tulisannya mengenai etika dan politik, Spencer mengemukakan gagasan evolusi sosial yang lain. Di satu sisi ia memandang masyarakat berkembang menuju ke keadaan moral yang ideal atau sempurna. DI sisi lain ia menyatakan bahwa masyarakat yang paling mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannyalah yang akan bertahan hidup (survive), sedangkan masyarakat yang tak mampu menyesuaikan diri terpaksa menemui ajalnya. Hasil proses ini adalah peningkatan kemampuan menyesuaikan diri masyarakat secara keseluruhan.
            Spencer mengemukakan seperangkat gagasan yang kaya dan ruwet. Mula-mula gagasannya menikmati sukses besar, tetapi kemudian ditolak selama beberapa tahun, dan baru belakangan ini hidup kembali dengan munculnya teori sosiologi neoevolusi.
Spencer membedakan empat tahap evolusi masyarakat:
a.       Tahap penggandaan atau pertambahan
b.      Tahap kompleksifikasi
c.        Tahap Pembagian atau Diferensiasi
d.      Tahap pengintegrasian

2.3.6.2  Thomas Robert Malthus
Malthus dilahirkan tahun 1766, dekat Dorking di Surrey, Inggris, dia bersekolah di Jesus College di Universitas Cambridge selaku mahasiswa yang cemerlang. Dia tamat tahun 1788 dan ditugaskan sebagai pendeta Anglikan pada tahun itu juga. Dan di tahun 1791 dia peroleh gelar "master" dan tahun 1793 dia menjadi kerabat Jesus College.
Versi pertama dari hasil karyanya yang asli diterbitkan tanpa nama, tetapi buku itu terbaca luas dan segera membikin Malthus tenar. Versi yang lebih panjang dari esainya diterbitkan lima tahun kemudian, tahun 1803. Buku itu berulang kali diperbaiki dan diperpanjang dan terbitan ke-6 muncul tahun 1826.
Malthus menikah tahun 1804 pada umur tiga puluh delapan tahun. Tahun 1805 dia ditunjuk jadi mahaguru sejarah dan politik ekonomi di East India Company's College di Haileybury. Dia jabat kursi itu selama sisa hidupnya. Malthus menulis berbagai buku lain perihal ekonomi, dan yang paling penting diantaranya adalah The Principle of Economy (1820). Buku ini mempengaruhi banyak ekonom yang datang kemudian, khusus tokoh abad ke-20 yang terkenal: John Maynard Keynes. Dalam tahun-tahun terakhir hayatnya Malthus peroleh berbagai penghargaan. Dia tutup mata tahun 1834 umur enam puluh tujuh dekat kota Bath, Inggris. Malthus tak bercucu sama sekali.
Karena penggunaan kontrasepsi tidak tersebar luas sampai jauh hari sesudah Malthus meninggal, sering dianggap orang Malthus itu tak punya arti penting. Namun beberapa ahli menganggap ini tidak betul. Sebabnya begini. Pertama, ide Malthus membawa pengaruh mendalam baik kepada Charles Darwin maupun Karl Marx, yang mungkin merupakan dua pemikir terpenting dan paling berpengaruh di abad ke-19. Kedua, walaupun jalan pikiran neo-Malthusian tidak begitu saja ditelan bulat-bulat oleh mayoritas penduduk, usul-usulnya tidaklah dianggap angin lalu begitu saja, lagi pula tak pernah menguap habis. Gerakan Keluarga Berencana masa kini merupakan kelanjutan langsung dari gerakan yang bermula pada saat masa hidupnya Malthus.
Thomas Malthus bukanlah orang pertama yang minta perhatian adanya kemungkinan suatu pemerintahan kota yang tenang tiba-tiba berantakan karena kebanyakan penduduk. Pikiran macam ini dulu pernah pula diketemukan oleh pelbagai filosof. Malthus sendiri menunjuk Plato dan Aristoteles sudah mendiskusikan perkara ini. Memang, dia mengutip Aristoteles yang menulis antara lain: dalam rata-rata negeri, jika tiap penduduk dibiarkan bebas punya anak semau-maunya, ujung-ujungnya dia akan dilanda kemiskinan."
Tetapi, jika gagasan dasar Malthus tidak sepenuhnya orisini , janganlah orang mengecilkan arti pentingnya. Plato dan Aristoteles hanya menyebut ide itu sepintas lalu, dan sentuhan permasalahannya umumnya sudah dilupakan orang. Adalah Malthus yang mengembangkan ide itu dan menulis secara intensif pokok persoalannya. Dan yang lebih penting, Malthus merupakan orang pertama yang menekankan kengerian masalah kebanyakan penduduk, dan mengedepankan masalah ini agar menjadi pusat perhatian kaum intelektual dunia.
Teori evolusi sudah dikemukakan sejak zaman Aristoteles dimana teori tersebut berusaha menjelaskan proses evolusi yang meliputi sumber variabilitas, organisasi variasi genetic dalam populasi, diferensiasi populasi, isolasi reproduktif, asal mula spesies dan hibridisasi. Biologi Evolusi ilmu yang lunak yang mempunyai daya prediksi lemah. Teorinya tersusun atas data yang tidak lengkap atau yang belum sempurna dipahami, meskipun ia tergolong ilmu hayat, bahasannya lebih cenderung ke kutup humanika daripada ke kutup eksakta. Teori evolusi sendiri berevolusi sejak zaman Aritoteles melalui Cuvier, lamarck, ke Erasmus Darwin dan Charles Darwin/Alfred Wallace. Tokoh yang paling terkenal adalah Darwin. Darwin banyak terpengaruh oleh Linnaeus dan Malthus. Teori evolusi sendiri lebih banyak dipengaruhi oleh de Vries dan Mendel, Morgan dan Muller, lalu Mayr, Dobhansky. Di jaman Darwin belum ada genetika, paleantropologi dan geokronologi, bahkan ilmu-ilmu lain juga belum berkembang, seperti geologi, paleogeografi, dan embriologi komparati.
Penduduk masyarakat dan kebudayaan adalah konsep-konsep yang pertautannya satu sama lain sangat berdekatan. Bermukimnya penduduk dalam suatu wilayah tertentu dalam waktu yang tertentu pula, memungkinkan untuk terbentuknya masyarakat di wilayah tersebut. Ini berarti masyarakat akan terbentuk bila ada penduduknya sehinggat idak mungkin akan ada masyarakat tanpa penduduk, masyarakat terbentuk karena penduduk. Sudah barang tentu penduduk disini yang dimaksud adalah kelompok manusia, bukan penduduk/populai dalam pengertian umum yang mengandung arti kelompok organisme yang sejenis yang hidup dan berkembang biak pada suatu daerah tertentu.
Demikian pula hubungan antara masyarakat dan kebudayaan, ini merupakan dwi tunggal, hubungan dua yang satu dalam arti bahwa kebudayaan merukan hasil dari suatu masyarakat, kebudayaan hanya akan bisa lahir, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Tetapi juga sebaliknya tidak ada suatu masyarakat yang tidak didukung oleh kebudayaan. Hubungan antara masyarakat dan kebudayaan  inipun merupakan juga hubungan yang saling menentukan.
Penduduk, dalam pengertian luas diartikan sebagai kelompok organisme sejenis yang berkembang biak dalam suatu daerah tetentu. Penduduk dalam arti luas itu sering diistilahkan popuasi dan disini dapat meliputi populais hewan, tumbuhan dan juga manusia. Dalam kesempatan ini penduduk digunakan dalam pengertian orang-orang yang mendiami wilayah tertentu, menetap dalam suatu wilayah, tumbuh dan berkembang dalam wilayah tertentu pula.
Adapun masyarakat adalah suatu kesatuan kehidupan sosial manusia yang menempati wilayah tertentu, yang keteraturannya dalam kehidupan sosialnya telah dimungkinkan karena memiliki pranata sosial yang telah menjadi tradisi dan mengatur kehidupannya. Tekanannya disini terletak pada adanya pranata sosia, tanpa pranata sosial kehidupan bersama didalam masyarakat tidak mungkin dilakukan secara teratur. Pranata sosial disini dimaksudkan sebagai perangkat peraturan yang mengatur peranan serta hubungan antar anggota masyarakat, baik secara perseorangan maupun secara kelompok.
Kebudayaan merupakan hasil budi daya manusia, ada yang mendefinisikan sebagai  semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya manusia menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan, sedangkan rasa mewujudkan segala norma dan nilai untuk mengatur kehidupan dan selanjutna cipta merupakan kemampuan berpikir kemampuan mental yang menghasilkan filsafat dan ilmu pengetahuan.
Orang yang pertama mengemukakan teori mengenai penduduk ialah “Thomas Robert Malthus. Dalam edisi pertamanya “Essay Population “ tahun 1798. Malthus mengemukakan adanya dua persoalan pokok, yaitu bahwa bahan makanan adalah penting utnuk kehidupan manusia dan nafsu manusia tidak dapat ditahan. Bertitik tolak dari hal itu teori Malthus yang sangat terkenal yaitu bahwa berlipat gandanya penduduk itu menurut deret ukur, sedangkan berlipat gandanya bahan makanan menurut deret hitung, sehingga pada suatu saat akan timbul persoalan-persoalan yang berhubungan dengan penduduk.
Teori populasi malthus disusun sebagai reaksi terhadap ide dari fulsuf popular dari masa pencerahan abad 18: filsuf prancis Marquis de Condorcet  dan menteri Inggris yang radikal, William Godwin. Condorcet  berpendapat bahwa kesetaraan ekonomi yang yang lebih besar dan keadaan yang lebih aman bagi buruh dapat meningkatkan kekayaan materi mereka. Untuk mencapai tujuan ini ia mendukung dua reformasi, sistem kesejahteraan untuk memberikan keamanan bagi pekerja miskin, dan peraturan pemerintah untuk menjaga agar suku bunga tetap rendah sehingga keluarga yang membutuhkan dapat meminjam uang dengan biaya yang lebih rendah. Owen berusaha untuk mengembangkan masyarakat utopian di dalam kota-kota industri yang akan meningkatkan baik itu kondisi ekonomi maupun kondisi sosial keluarga kelas buruh. Godwin (1793) bahkan lebih radikal dalam analisis dan usulan kebijakannya. Ia menyalahkan system kapitalis karena menyebabkan kemiskinan pra buruh. Kemudian ia menunut agar kekayaan diambil dari pemilikn ya dan diberikan kepada orang-orang yang sangat membutuhkannya. Hal ini, kata Godwin akan mengakhiri kemiskinan, ketidakadilan dan pederitaan manusia di seluruh dunia.
Essay on Population  mengambil inspirasi dari orang-orang tersebut; tetapi karya ini ditulis untuk menolak argument mereka tentang kemungkinan meningkatkan kondisi ekonomi. Malthus berpendapat bahwa kemajuan manusia adalah tidak mungkin karena kemiskinan dan penderitaan merupakan hal yang tak terelakkan dalam mayoritas dari setiap masyarakat. Lebih jauh ia berpendapat bahwa semua usaha untuk mengurangi kemiskinan dan penderitaan, entah itu dengan maksud yang baik atau telah dipikirkan dengan baik, hanya akan memperburuk keadaan. Pendirian inilah yang membuat Thomas Carlisle menamakannya sebagai “ilmu yang suram,” julukan yang terus dipakai selama lebih dari dua abad.
Malthus berkeyakinan bahwa keadaan manusia tidak bisa ditingkatkan karena dua alasan. Pertama, ia yakin:
1.      bahwa orang-orang dikendalikan oleh hasrat kesenangan seksual yang tak pernah puas. Hal ini akan menyebabkan populasi bertambah yang jika tidak dikendalikan akan tumbuh menurut deret geometris (ukur) 1, 2, 4, 8, 16, dan seterusnya.
2.      Malthus percaya bahwa diminishing return (pengembalian yang semakin menurun) berlaku dalam sektor pertanian; yaitu, semakin banyak tanah yang ditanamai, maka setiap penanaman lahan yang baru akan menghasilkan makanan yang lebih sedikit ketimbang penanaman lahan yang sebelumnya. Karena alasan ini produksi makanan hanya meningkat menurut deret aritmatika (angka) 1, 2, 3, 4, 5, dan seterusnya. Karena penduduk bertambah lebih cepat dari pada persediaan makanan, pada titik tertentu jumlah populasi akan melebihi jumlah persediaan makanan yang dihasilkan untuk memberi makanan penduduk.
Dalam edisi pertama Essay on Population Malthus hanya menyebutkan “pengendalian positif” pada pertumbuhan penduduk. Pengendalian ini adalah faktor-faktor yang meningkatkan jumlah kematian, kelaparan, bencana alam, wabah penyakit dan perang. Tetapi dalam edisi Essay yang kedua dan selanjutnya, Malthus menambahkan seperangkat “pengendalian preventif” pantangan seksual, pengendalian kelahiran, dan menunda perkawinan. Ini semua berakibat menurunkan  tingkat kelahiran dan pertumbuhan penduduk. Penggunaan pengendalian preventif terhadap pertumbuhan penduduk juga mengurangi suara-suara yang pesimis tentang sifat dari ramalan ekonomi. Tetapi Malthus masih berkeyakinan bahwa karena adanya hasrat seksual yang kuat maka pertumbuhan penduduk tidak banyak berkurang dengan pengendalian preventif; karena itu kesimpulannya masih sama, yaitu tidak mungkin meningkatkan keejahteraan ekonomi secara keseluruhan.
Dari analisis ini maka muncul pandangan yang menentang pendapat Condorcet, Owen dan Godwin. Jika kekayaan dan pendapatan didistribusikan lebih merata, seperti yang didukung oleh Godwin, atau jika keadaan orang miskin dibuat lebih baik melalui berbagai reformasi sosial, seperti yang diusulkan oleh Owen dan Condercet, maka keluarga buruh akan merespon dengan mempunyai anak yang banyak sehingga mereka segera mendapati diri mereka menjadi miskin kembali. Karena alasan inilah Malthus menentang setiap usaha untuk mensahkan bantuan bagi orang miskin. Menurutnya hal ini hanya akan menghasilkan lebih banyak lagi orang-orang yang miskin. Beberapa pengikut Malthus kontemporer (misalnya Murray, 1984) membuat argument yang serupa dengan mempertahankan pendapat bahwa bantuan pemerintah hanya akan menyebabkan penerima yang makmur akan lebih banyak punya anak, karena itu akan lebih memperburuk keadaan ekonomi mereka.
Pencerahan abad 18 dipimpin oleh sekelompok ilmuwan, filsuf dan penulis yang lebih memilih ilmu pengetahuan ketimbang takhayul lebih memilih akal ketimbang iman, toleransi ketimbang fanatisme, individualisme ketimbang kolektivisme, dan materialisme ketimbang pengiritan. Orang-orang pencerahan ini Locke, Voltaire, Montesquieu, Jefferson, Paine, Franklin sangat percaya pada kemajuan ekonomi dan egalitarianisme kebanyakan dari mereka setuju bahwa pertumbuhan populasi akan bermanfaat dan menjadi sumber kekuatan dan inovasi di bidang ekonomi dan politik.
Salah satu tokoh optimis di abad pencerahan ini adalah Marie Jean- Antoine- Nicholas de caritate (1743-94), yang lebihg dikenal sebagai Marquis de Condorcet. Condorcet adalah seorang ahli matematika dan libertian yang memiliki kemampuan membuat perkiraan secara menajubkan. Condorcet meramalkan bahwa dalam jangka waktu 200 tahun ke depan akan terjadi peningkatan produktivitas dalam bidang manufaktur dan agrikultur, perumahan dan makanan, dan peningkatan subtansial dalam jumlah penduduk dan harapan hidup, serta kemajuan pesat di bidang teknologi pengobatan dan penghilangan penyakit (Kramnick 1995:26-38). Dia menulis karya terakhir ini dengan judul “The Future Progress Of The Human Mind”, saat dia bersembunyi karena diancam hukuman mati.
William Godwin juga orang yang optimis, tetapi agak esentrik. Menteri Inggris ini adalah seorang anarcho- communitarian yang idealistik, yang diilhami oleh Revolusi Prancis. Dia menolak visi Hobbesian tentang kehidupan yang “kacau, kasar dan singkat”. Dia sepaham dengan Adam Smith yang membayangkan munculnya dunia baru yang makmur. Dia percaya bahwa kejahatan akan lenyap, relasi manusia akan harmonis secara sempurna dan manusia bisa abadi, hanya jika hukum dan property dihilangkan. Godwin menyuarakan optimismenya dalam karyanya yang berjudul political justice (1793), yang berisi tentang era baru yang dicirikan oleh manusia yang sehat, panjang umur, dan baik. Dia meramalkan , “tidak akan ada penyakit, atau kemarahan, atau kesedihan atau kekecewaan”, dan pemerintah tidak akan lagi dibutuhkan karena “ setiap orang akan berbuat demi kebaikan semuanya”.
Essay on population berisi dua ‘hukum alam” yang dianggap sebagai “kebenaran yang tidak terbantahkan”.
  Pertambahan penduduk
Apakah “hukum alam” pertama Malthus benar, yakni bahwa populasi bertambah menurut deret ukur? cenderung membenarkan proposisi pertama Malthus. Populasi dunia memang bertambah secara geometris, bahkan sampai sekarang. Pada masa Malthus, penduduk dunia kurang dari 1 miliar. Kini jumlahnya sekitar 6 miliar.
Akan tetapi, dengan melihat lebih dalam pada peningkatan tajam penduduk dunia sejak 1800, kita melihat bahwa penyebabnya tidak bersifat Malthusian. Kenaikan populasi berkaitan dengan dua factor yang tak dilihat oleh Malthus. Terjadi penurunan tajam dalam tingkat kematian bayi karena berkurangnya penyakit mematikan berkat kemajuan ilmu kedokteran.
Ada peningkatan usia harapan hidup berkat meningkatnya standar hidup; terobosan di bidang pengobatan; peningkatan sanitasi, perawatan kesehatan dan gizi; dan penurunan tingkat kecelakaan. Akibatnya, makin banyak orang yang bisa hidup sampai usia dewasa, dan bahkan sampai usia lanjut.
Kedua faktor itu bertentangan dengan ramalan Malthusian tentang penderitaan dan kematian.
Penurunan angka kelahiran
Cacat lain di dalam visi muram Malthus dan pengikutnya adalah penurunan angka kelahiran di paruh kedua abad 20 baik di Negara industri maju maupun berkembang. Selamalimapuluh tahun terakhir, angka rata-rata kelahiran di Negara maju telah menurun dari 2,8 menjadi 1,9 dan di Negara berkembang turun dari 6,2 ke 3,9. tren ini sangat jelas: perempuan melahirkan anak lebih sedikit dan di Negara yang lebih maju angka kelahirannya jaug berkurang. Ringkasnya,tingkat geometris pertambahan penduduk mungkin menurun sampai deret hitung.
Penurunan jangka panjang dalam angka kehamilan disebabkan oleh dua faktor:
·         terobosan pengobatan
·         naiknya pendapatan
karena teknologi medis yang lebih baik, nutrisi yang lebih baik, maka pasangan suami istri merasa bahwa mereka tidak perlu melahirkan lebih banyak anak untuk mengganti anak-anak yang meninggal.
Malthus berpendapat bahwa tingkat pendapatan yang tinggi hanya akan mendorong lebih banyak anak. Menurutnya, ketika pendapatan per kapita meningkat, populasi akan meningkat lebih cepat, yang pada gilirannya mengurangi pendapatan perkapita sampai ke tingkat subsistensi.
Akan tetapi, bukti historis belakangan ini menunjukkan hal yang sebaliknya. Orang yang lebih kaya cenderung memiliki anak lebih sedikit. Ada beberapa alasan mengapa keluarga kaya umumnya punya sedikit anak. Di banyak kultur, memiliki anak sebanyak mungkin akan memperbesar kemungkinan bahwa orang tuanya akan mendapat perawatan yang cukup di usai lanjut. Jadi, anak-anak dianggap sebagai aset keuangan yang berharga yang dapat memberikan pendapatan dimasa depan. Dengan bertambahnya pendapatan sekarang ini maka tidak lagi dibutuhkan lebih banyak anak, dan membesarkan anak-anak kini bahkan dianggap membutuhkan biaya mahal. Lebih jauh, peningkatan pendapatan biasanya berarti tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan pemahaman yang lebih baik tentang metode pengendalian kelahiran.
Dampak dari pendapatan tinggi terhadap angka kelahiran memberi pesan yang jelas kepada bangsa berkembang yang peduli terhadap kontrol kelahiran: metode pengurangan kehamilan yang lebih baik adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan “kekayaan universal”, sebagaimana dikatakan Adam Smith. Standar hidup yang lebih tinggi jauh lebih baik ketimbang campur tangan pemerintah terhadap kehidupan pribadi keluarga.
Dalam edisi kedua dan selanjutnya, Malthus merevisi teorinya yang terlalu sederhana dan mengatakan bahwa manusia tidak selalu berperilaku seperti lalat, tetapi manusia lebih besar kemungkinannya untuk mengubah perilakunya ketimbang hewan atau tanaman. Malthus menyebut kemampuan ini sebagai “preventive check” terhadap pertambahan penduduk. Dalam edisi pertama dia mengidentifikasi beberapa perintang pertambahan penduduk, antara lain kelangkaan makanan, penyakit, wabah, kelapran dan kejahatan, tetapi dia menyimpulkan bahwa erintang ini pada akhirnya akan gagal melemahkan keuatan reproduksi seksual. Dalam edisi kedua Malthus merasa bahwa perintag preventif, seperti menunda pernikahan dan mengurangi hubungan seksual dalam keluarga, dapat mengurangi tingkat pertambahan penduduk. Tetapi, malthus mulai ragu dan kembali ke keyakinan 1985:24,238). Jelas, bahwa malthus meremehkan kemampuan manusai untuk mnegubah sikap mereka terhadap kelahiran anak.
Tidak lama setelah Malthus mengemukakan pendapatnya, timbullan kemudian bermacam-macam teori/pandangan sebagai kritis atau sebagai perbandingan atas teori Malthus. ,misalnya saja pandangan yang mengemukakan bahwa pertambahan penduduk itu merupakan hasil (resulta) dari keadaan sosial termasuk ekonomi, dimana orang saling berhubungan dan terkenal sebagai teori sosial tentang pertambahan penduduk.
Disamping itu ada juga yang berpendapat bahwa manusia itu dalam kehidupannya terkait dengan alam atau daerah dimana mereka hidup. Oleh karena itu penduduk dunia itu bertambah karena kelahiran lebih besar dari kematian, sehingga tingkat kelahiran lebih besar dari tingkat kematian. Ini disebabkan karena manusia sebagai mahluk hidup akan selalu berusaha agar mempunyai keturunan dan memperjuangkan hidupnya untuk dapat hidup panjang (berumur panjang) dan ini sering dikenal dengan teori alam tentang pertumbuhan penduduk.
Dalam perkembangan pemikiran yang menyangkut awal mula munculnya mahluk manusia yang diperkirakan  1 juta tahun lalu  terdapat beberapa pemikiran :
1.             Pemikiran pertama, manusia diciptakan hanya sekali saja  yaitu monogenesis  yaitu dari mahluk induk , dan semua mahluk manusia yang ada di dunia ini keturunan Nabi Adam, pemikiran ini bersumber dari kesejarahan bangsa bangsa semit (Yahudi dan Arab) yang disosialisasikan melalui kitab suci agama agama besar  seperti agama Yahudi, Nasrani dan Islam. Pemikiran ini sangat mempengaruhi pemikiran seluru bangsa bangsa di dunia hingga masa renaisanse.
2.             Pemikiran kedua, polygenesis yaitu  makhluk manusia diciptakan  beraneka macam, pemikiran ini berkembang kuat setelah tulisan  The Origin of Species karya ahli biologi Charles Darwin (1859), pemikiran kedua ini juga menganggap orang Eropa sebagai orang yang terbaik dan kuat. Pemikiran manapun yang dianut dalam perspektif kependudukan tidaklah masalah dan yang pasti bahwa pada awalnya mahluk manusia  yang secara agregrat jumlahnya masih  sangat sedikit, menurut pemikiran monogenesis berarti pada tahun tahun awal manusia hanya berjumlah dua orang/jiwa (Adam dan Hawa) yan terus berkembang sangat cepat.

2.3.6.3 Aguste comte
Aguste Comte lahir di Montpelier, Prancis pada 19 Januari 1798. Orang tuannya adalah anggota kelas menegah yang pada akhirnya ayahnya naik posisi sebagai agen pejabat lokal untuk mengumpulkan pajak. Meskipun dia adalah mahasiswa yang cepat dewasa, Comte tidak pernah menerima gelar tigkat-perguruan tinggi.  Dia dan seluruh kelasnya di pecat dari Ecole Polytechnique karena sikap memberontak dan ide-ide politis mereka. Pengusiran itu berdampak sebaliknya pada karis akademik Comte. Pada 1817 dia menjadi sekertaris Claude Henri Saint-Simon, seorang filsuf senior Comte yang berusia 40 tahun. Mereka ekerja sama dengan erat selam a bertahun-tahun, dan Comte mengakui utangnya pada Saint-Simon.”tentu saja saya berhutang banyak secara intelektual kepada Saint-Simon, dia mempunyai sumbangan yang besar dalam meluncrkan saya ke arah filosofi yang saya cimpatakan untuk diriku masa kini dan akan saya ikuti tampa ragu sepanjang hidup saya”. Akan tetapi pada 1824 mereka terlibat pertengkaran besar karena Comte percaya Saint-Simon ingin menhapus nama Comte dari salah satu kontribusinya. Lalu Comte menulis Hubungannya dengan Saint-Simon adalah hubungan pembawa bencana dan melukiskan Saint-Simon sebagai pesulap yang merusak. Pada 1825 Comte mengatakan sesuatu tentang Saint-Siomn “saya tidak pernah berhutang apa pun pada orang terkemuka itu”.
Heilbron melukiskan Comte sebagai pria pendek, mungki lima kaki dua inci, agak juling, dan sangat resah di dalam situasi-situasi sosial, khususnya di situasi yang melibatkan wanita. Dia juga terasing dari masyarakat secara keseluruhan. Fakta-fakta tersebut dapat memahami fakta bahwa Comte meniah dengan Coraline Massin( perkawinan yang berlangsung dari 1825 hingga 1842). Wanita itu adalah anak haram yang kemudian oleh Comte di sebut seorang pelacur, meskipun label itu telah di pertanyakan baru-baru ini. Keresahan pribadinya kontras dengan keyakinan Comte dengan kecakapan intelektualnya sendiri, dan tampaknya rasa hargadirinya cukup mantap:
Ingatan Comte yang luarbiasa sangat terkenal. Di berkati dengan ingatan fotogafis dia dapat mengeja kata-kata setiap halaman buku yang baru dia baca. Daya konsentrasinya sedemikian rupa sehingga dia dapat meringkas isi buku tampa menulisnya. Kuliah-kuliahnya semua di sampaikan tampa catatan. Ketika dia duduk untuk menulis buku-bukunya dia menulis segalanya berdasarkan ingatan.
Pada 1826, Comte menyiapkan suatu sekma yang di gunakan untuk menyampaikan serangkaian dari tujuh puluh kuliah public mengenai filsafatnya. Kuliah itu menarik para pendengar terpandang, tapi setelah melaksanakan tiga kuliah, Comte menderita gangguan saraf dan kuliah di hentikan. Dia terus menderita karena masalah-masalah mental, dan sekali pada 1827 dia mencoba bunuh diri dengan melemparkan dirinya ke dalam sungan seine.
Meskipun dia tidak mendapat posisi tetetap di Ecole Polytechnique, Comte benar-benar mendapat posisi minor sebagai seorang asisten pengajar di sana pada 1832, pada 1837 Comte di beri posisi tambahan sebagai penguji penerimaan maha siswa, dan inilah untuk pertama kalinya yang memberi penghasilan yang memadai, karena sebelumnya dia bergantung secara ekonomi kepada keluarganya. Selama periode tersebut Comte menggarap karya Cours The Philosophie Positive yang terdiri dari enam volume, yang membuatnya termasyhur. Setelah volume pertama di terbitkan tahun 1830, pada akhirnya buku itu di terbitkan sekaligus pada 1842. Di dalam buku itu Comte menguraikan pandangannya ahwa sosiologi adalah ilmu terakhir. Dia juga menyerang Ecole Polytechniqe. Dan hasilnya pada 1844 jabatannya sebagai asisten tidak di perpanang lagi. Pada 1851 dia tengah merampungkan System de Politique Positive yang terdiri dari empat volume. Buku itu mempunyai maksud yang lebih praktis, yang mengajukan rencana besar untuk mengorganisasian kembali masyarakat.
Heilbron berargumen bahwa kehidupan besar terjadi dalam kehidupan Comte pada 1838 dan pada waktu itu lah dia kehilanggan harapan bahwa ada yang menanggapi secara serius karyannya di bidang ilmu secara umum, dan sosiologi secara khusus. Juga pada titik itulah dia memulai dalam hidupnya aksi pembersihan otak. Yakni Comte menolak untuk mebaca karya orang lain dan akibatnya dia tidak mengikuti perkembangan-perkembangan intelektual mutahir. Barulah sesudah 1838 dia mulai megembangkan ide-ide nya yang ganjil tentang pembaruan masyarakat yang di ungkapkan dalam Sistem de Politique Positive. Comte membayangkan dirinya sebagai imam tinggi suatu agama baru umat manusia; dia percaya bahwa pada akhirya akan ada satu dunia yang di pimpin para sosiolog-imam. Menariknya walaupn dia memppunyai ide-ide seperti itu tapi, pada akhirnya Comte mendapat sejumlah besar pengikut di Prancis, dan juga di beberapa negara lain Auguste Comte wafat pada 5 September 1857.
Positivisme lahir sebagai reaksi terhadap zaman pencerahan., pengaruh Pencerahan pada teori sosiologi lebih bersifat tidak langsung dan negatif ketimbang bersifat langsung dan positif. Zaman pencerahan menyebabkan beberapa “penyakit” pada masyarakat. Oleh karena itu Comte menginginkan adanya perubahan atau reformasi sosial untuk memperbaiki “penyakit” yang diakibatkan oleh Revolusi Perancis dan Pencerahan itu. Comte hanya menginginkan evolusi alamiah di masyarakat.
Comte hidup pada masa revolusi Perancis yang telah menimbulkan perubahan yang sangat besar pada semua aspek kehidupan masyarakat Perancis. Revolusi ini telah melahirkan dua sikap yang saling berlawanan yaitu sikap optimis akan masa depan yang lebih baik dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan sebaliknya sikap konservatif atau skeptis terhadap perubahan yang menimbulkan anarki dan sikap individualis.
Lingkungan intelektual Perancis diwarnai oleh dua kelompok intelektual yaitu para peminat filsafat sejarah yang memberi bentuk pada gagasan tentang kemajuan dan para penulis yang lebih berminat kepada masalah-masalah penataan masyarakat. Para peminat filsafat sejarah menaruh perhatian besar pada pertanyaan-pertanyaan mengenai apakah sejarah memiliki tujuan, apakah dalam proses historis diungkapkan suatu rencana yang dapat diketahui berkat wahyu atau akal pikiran manusia, apakah sejarah memiliki makna atau hanyalah merupakan serangkaian kejadian yang kebetulan. Beberapa tokoh dapat disebut dari Fontenelle, Abbe de St Pierre, Bossuet, Voltaire, Turgot, dan Condorcet. Para peminat masalah-masalah penataan masyarakat menaruh perhatian pada masalah integrasi dan ketidaksamaan. Tokoh-tokohnya antara lain Montesquieu, Rousseau, De Bonald.
Dua tokoh filusuf sejarah yang mempengaruhi Comte adalah turgot dan Condorcet. Turgot merumuskan dua hukum yang berkaitan dengan kemajuan. Yang pertama berisi dalil bahwa setiap langkah berarti percepatan. Yang kedua adalah hukum tiga tahap perkembangan intelektual, pertama, orang pertama menemukan sebab-sebab adanya gejala-gejala dijelaskan dalam kegiatan mahluk-mahluk rohaniah, kedua, gejala-gejala dijelaskan dengan bantuan abstraksi dan pada tahap ketiga orang menggunakan matematika dan eksperimen. Menurut Condorcet, Studi sejarah mempunyai dua tujua, pertama, adanya keyakinan bahwa sejarah dapat diramalkan asal saja hukum-hukumnya dapat diketahui (yang diperlukan adalah Newton-nya Sejarah). Tujuan kedua adalah untuk menggantikan harapan masa depan yang ditentukan oleh wahyu dengan harapan masa depan yang bersifat sekuler. Menurut Condorcet ada tiga tahap perkembangan manusia yaitu membongkar perbedaan antar negara, perkembangan persamaan negara, dan ketiga kemajuan manusia sesungguhnya. Dan Condorcet juga mengemukakan bahwa belajar sejarah itu dapat melalui, pengalaman masa lalu, pengamatan pada kemajuan ilmu-ilmu pengetahuan peradaban manusia, da menganalisa kemajuan pemahaman manusia terhadap alamnya.
Dan penulis yang meminati masalah penataan masyarakat, Comte dipengaruhi oleh de Bonald, dimana ia mempunyai pandangan skeptis dalam memandang dampak yang ditimbulkan revolusi Perancis. Baginya revolusi nii hanya menghasilkan keadaan masyarakat yang anarkis dan individualis. De Bonald memakai pendekatan organis dalam melihat kesatuan masyarakat yang dipimpin oleh sekelompok orang yang diterangi semangat Gereja. Individu harus tunduk pada masyarakat.
Comte adalah tokoh aliran positivisme yang paling terkenal. Kamu positivis percaya bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dimana metode-metode penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan. Aliran ini tentunya mendapat pengaruh dari kaum empiris dan mereka sangat optimis dengan kemajuan dari revolusi Perancis.
Pendiri filsafat positivis yang sesungguhnya adalah Henry de Saint Simon yang menjadi guru sekaligus teman diskusi Comte. Menurut Simon untuk memahami sejarah orang harus mencari hubungan sebab akibat, hukum-hukum yang menguasai proses perubahan. Mengikuti pandangan 3 tahap dari Turgot, Simon juga merumuskan 3 tahap perkembangan masyarakat yaitu tahap Teologis, (periode feodalisme), tahap metafisis (periode absolutisme dan tahap positif yang mendasari masyarakat industri.
Comte menuangkan gagasan positivisnya dalam bukunya the Course of Positivie Philosoph, yang merupakan sebuah ensiklopedi mengenai evolusi filosofis dari semua ilmu dan merupakan suatu pernyataan yang sistematis yang semuanya itu tewujud dalam tahap akhir perkembangan. Perkembangan ini diletakkan dalam hubungan statika dan dinamika, dimana statika yang dimaksud adalah kaitan organis antara gejala-gejala ( diinspirasi dari de Bonald), sedangkan dinamika adalah urutan gejala-gejala (diinspirasi dari filsafat sehjarah Condorcet). Bagi Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu
1.      Metode ini diarahkan pada fakta-fakta.
2.      Metode ini diarahkan pada perbaikan terus meneurs dari syarat-syarat hidup
3.      Metode ini berusaha ke arah kepastian
4.      Metode ini berusaha ke arah kecermatan.

Metode positif juga mempunyai sarana-sarana bantu yaitu pengamatan, perbandingan, eksperimen dan metode historis. Tiga yang pertama itu biasa dilakukan dalam ilmu-ilmu alam, tetapi metode historis khusus berlaku bagi masyarakat yaitu untuk mengungkapkan hukum-hukum yang menguasai perkambangan gagasan-gagasan.
Comte termasuk pemikir yang digolongkan dalam Positivisme yang memegang teguh bahwa strategi pembaharuan termasuk dalam masyarakat itu dipercaya dapat dilakukan berdasarkan hukum alam. Masyarakat positivus percaya bahwa hukum-hukum alam yang mengendalikan manusia dan gejala sosial dapat digunakan sebagai dasar untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan sosial dan politik untuk menyelaraskan institusi-institusi masyarakat dengan hukum-hukum itu.
Comte juga melihat bahwa masyarakat sebagai suatu keseluruhan organisk yang kenyataannya lebih dari sekedar jumlah bagian-bagian yang saling tergantung. Dan untuk mengerti kenyataan ini harus dilakukan suatu metode penelitian empiris, yang dapat meyakinkan kita bahwa masyarakat merupakan suatu bagian dari alam seperti halnya gejala fisik.
Untuk itu Comte mengajukan 3 metode penelitian empiris yang biasa juga digunakan oleh bidang-bidang fisika dan biologi, yaitu pengamatan, dimana dalam metode ini [eneliti mengadakan suatu pengamatan fakta dan mencatatnya dan tentunya tidak semua fakta dicatat, hanya yang dianggap penting saja. Metode kedua yaitu Eksperimen, metode ini bisa dilakukans ecara terlibat atau pun tidak dan metode ini memang sulit untuk dilakukan. Metode ketiga yaitu Perbandingan, tentunya metode ini memperbandingkan satu keadaan dengan keadaan yang lainnya.
Dengan menggunakan metode-metode diatas Comte berusaha merumuskan perkembangan masyarakat yang bersifat evolusioner menjadi 3 kelompok yaitu, pertama, Tahap Teologis, merupakan periode paling lama dalam sejarah manusia, dan dalam periode ini dibagi lagi ke dalam 3 subperiode, yaitu Fetisisme, yaitu bentuk pikiran yang dominan dalam masyarakat primitif, meliputi kepercayaan bahwa semua benda memiliki kelengkapan kekuatan hidupnya sendiri. Politheisme, muncul adanya anggapan bahwa ada kekuatan-kekuatan yang mengatur kehidupannya atau gejala alam. Monotheisme, yaitu kepercayaan dewa mulai digantikan dengan yang tunggal, dan puncaknya ditunjukkan adanya Khatolisisme.
Kedua, Tahap Metafisik merupakan tahap transisi antara tahap teologis ke tahap positif. Tahap ini ditandai oleh satu kepercayaan akan hukum-hukum alam yang asasi yang dapat ditemukan dalam akal budi. Ketiga, Tahap Positif ditandai oleh kepercayaan akan data empiris sebagai sumber pengetahuan terakhir, tetapi sekali lagi pengetahuan itu sifatnya sementara dan tidak mutlak, disini menunjukkan bahwa semangat positivisme yang selalu terbuka secara terus menerus terhadap data baru yang terus mengalami pembaharuan dan menunjukkan dinamika yang tinggi. Analisa rasional mengenai data empiris akhirnya akan memungkinkan manusia untuk memperoleh hukum-hukum yang bersifat uniformitas.
Comte mengatakan bahwa disetiap tahapan tentunya akan selalu terjadi suatu konsensus yang mengarah pada keteraturan sosial, dimana dalam konsensus itu terjadi suatu kesepakatan pandangan dan kepercayaan bersama, dengan kata lain sutau masyarakat dikatakan telah melampaui suatu tahap perkembangan diatas apabila seluruh anggotanya telah melakukan hal yang sama sesuai dengan kesepakatan yang ada, ada suatu kekuatan yang dominan yang menguasai masyarakat yang mengarahkan masyarakat untuk melakukan konsensus demi tercapainya suatu keteraturan sosial.
Pada tahap teologis, keluarga merupakan satuan sosial yang dominan, dalam tahap metafisik kekuatan negara-bangsa (yang memunculkan rasa nasionalisme/ kebangsaan) menjadi suatu organisasi yang dominan. Dalam tahap positif muncul keteraturan sosial ditandai dengan munculnya masyarakat industri dimana yang dipentingkan disini adalah sisi kemanusiaan. (Pada kesempatan lain Comte mengusulkan adanya Agama Humanitas untuk menjamin terwujudnya suatu keteraturan sosial dalam masyarakat positif ini).


2.3.7        TEORI MODERNITAS
2.3.7.1  Jurgen Habernas
Jurgen Habermas lahir pada 18 Juni 1929 di Dusseldorf Jerman. Pengalaman pahitnya sewaktu remaja yang ditandai dengan dua peristiwa besar Perang Dunia II dan hidup di bawah tekanan rezim nasional-sosialis Adolf Hitler, mengantarkannya untuk mengintrodusisasi pentingnya demokrasi dalam pemikiran politiknya (Santoso, 2003: 219).
Awal pendidikannya dimulai dengan mempelajari filsafat di Universitas Gottingen dan Bonn dan mulai bergabung ke dalam Institute Fur Sozialforschung pada tahun 1956, yaitu lima tahun setelah Institut itu didirikan kembali di bawah kepemimpinan Adorno. Waktu itu ia berusia 27 tahun dan mengawali karier akademisnya sebagai asisten Theodor Adorno (seorang filsuf Jerman terkemuka di Institute for Social Research) antara tahun 1958-1959. Gelar Ph.D, didapatkannya setelah berhasil menyelesaikan dan mempertahankan disertasinya yang berjudul Das Absolut und die Geschichte (Yang Absolut dan Sejarah) yang kemudian diterbitkan menjadi buku pada tahun 1954 dan berisi tentang pertentangan antara yang Mutlak dan Sejarah dalam pemikiran Schelling (Santoso, 2003: 219). 
Habermas melibatkan diri dalam kesibukan-kesibukan Institut, ia mempersiapkan sebuah Habilitationsschrift yang berjudul Strukturwandel der Oeffentlichkeit (Perubahan dalam Struktur Pendapat Umum, 1962), dan menjadi salah satu karya yang termasyhur diantara karya-karya awalnya sebagai anggota Institut. Habilitation itu dilaksanakan di Mainz pada tahun 1961, sementara pada tahun itu juga memberikan kuliah di Universitas Heidelberg sampai pada tahun 1964, dan setelah mengakhiri tugas mengajarnya, ia kembali ke Universitas Frankfurt dan menggantikan kedudukan Horkheimer dalam mengajar sosiologi dan filsafat (Santoso, 2003: 220).
Satu hal yang penting dalam memahami posisinya sebagai pemikir Marxis adalah peranannya di kalangan mahasiswa Frankfrut, seperti halnya Adorno dan Hokheimer, Habermas melibatkan diri dalam gerakan-gerakan mahasiswa kiri Jerman (new left), meskipun keterlibatannya hanya sejauh sebagai seorang pemikir Marxis. Ia terutama menjadi popular di kalangan kelompok yang menamakan dirinya Sozialistischer Deutsche Studentenbund (Kelompok Mahasiwa Sosialis Jerman). Habermas mendapat reputasi sebagai pemikir baru yang diharapkan dapat melanjutkan tradisi pemikiran Horkheimer, Adorno dan Marcuse, namun sejak tahun 1970-an, hubungan baiknya dengan gerakan ini mengendur sejak gerakan ini mulai melancarkan aksi-aksi dengan cara kekerasan yang tidak dapat ditolerir, seperti para pendahulunya. Hebermas juga melontarkan kritikannya kepada gerakan-gerakan itu, ia mengecamnya sebagai gerakan “Revolusi Palsu”, “bentuk-bentuk pemerasan yang diulangi kembali”, “Picik” dan kontraproduktif (Santoso, 2003: 221). 
Konfontrasi itu agaknya membuka tahapan baru dalam posisi Habermas sebagai pemikir neo-Marxis. Pada tahun 1970 ia mengajukan pengunduran diri dari Frankfrut dan bergabung pada Institut lain, yaitu Max Planck Institute zur Erfoschung der Lebensbedingungen Wissenshaftlich-technischen Welt (Institut Max Planck untuk Penelitian Kondisi-Kondisi Hidup dari Dunia Teknis-Ilmiah) di Starnberg bersama dengan C.F.Von Weizsacker, bahkan Habermas pada tahun 1972 sempat menjabat sebagai direkturnya dan diangkat sebagai profesor filsafat dan pensiun tahun 1994. Ia juga memiliki keleluasaan untuk mengembangkan dasar-dasar teori kritisnya yang berbeda dengan gaya, isi dan jalan dari pendahu-pendahulunya, seperti Adorno, Hokheimer dan Marcuse dan juga sangat berbeda warna dengan pemikir Marxis pada umumnya (Santoso, 2003: 221).
Jurgen Habermas adalah seorang filsuf dan sosiolog dari Jerman.Ia adalah generasi kedua dari Mazhab Frankfurt. Jurgen Habermas adalah penerus dari Teori Kritis yang ditawarkan oleh para pendahulunya (Max HorkheimerTheodor Adorno, dan Herbert Marcuse). Teori Kritis yang dipaparkan oleh para pendahulunya berakhir dengan kepesimisan atau kebuntuan. Akan tetapi, Teori Kritis tidak berhenti begitu saja, Jurgen Habermas telah membangkitkan kembali teori itu dengan paradigma baru.
Menurut Habermas, Teori Kritis bukanlah suatu teori ‘ilmiah’ sebagaimana dikenal secara luas di kenal di kalangan publik akademis dalam masyarakat kita. Habermas melukiskan Teori Kritis sebagai suatu metodologi yang berdiri di dalam ketegangan dialektis antara filsafat dan ilmu pengetahuan (sosiologi). Dalam ketegangan itulah dimaksudkan bahwa Teori Kritis tidak berhenti pada fakta obyektif seperti dianut teori-teori positivis. Teori Kritis hendak menembus realitas sebagai fakta sosiologis, untuk menemukan kondisi-kondisi yang bersifat transendental yang melampaui data empiris. Dengan kutub ilmu pengetahuan dimaksudkan bahwa Teori Kritis juga bersifat historis dan tidak meninggalkan data yang diberikan oleh pengalaman kontekstual. Degan demikian Teori Kritis tidak hendak jatuh pada metafisika yang melayang-layang. Teori kritis merupakan dialektika antara pengetahuan yang bersifat transedental dan yang bersifat empiris.

2.3.7.2 Anthony Giddens
            Anthony Giddens dilahirkan di Edmonton, London utara, Inggris pada tanggal 18 Januari 1938. Ia adalah sosiolog asal Britania Raya. Giddens belajar di Universitas Hull, di the London School Economics, dan di Universitas London. Tahun 1961 ia diangkat menjadi dosen di Universitas Leicester. Karya awalnya bersifat empiris dan memusatkan perhatian pada masalah bunuh diri. Tahun 1969, ia beralih jabatan menjadi dosen sosiologi di Universitas Cambridge dan sebagai anggota King’s College. Ia terlibat dalam studi tentang pencampuran kultur, menghasilkan bukunya yang pertama yang mencapai penghargaan internasional, berjudul The Class Structure of Advanced Societies (1975).
Selama dekade berikutnya, ia menerbitkan sejumlah karya teoritis penting. Dalam karya-karyanya itu selangkah demi selangkah ia mulai membangun perspektif teoritisnya sendiri, yang terkenal sebagai teori strukturasi. Tahun 1984 karya Giddens mencapai puncaknya dengan terbitnya buku The Constitution of Society : Outline of the Theory of Society, yang merupakan pernyataan tunggal terpenting tentang perspektif teoritis Giddens. Tahun 1985 ia diangkat menjadi Profesor Sosiologi di Universitas Cambridge. Giddens berpengaruh dalam teori sosiologi lebih dari dua dekade. Ia pun berperan penting dalam membentuk sosiologi Inggris masa kini. Salah satunya, ia menjadi konsultan editor dua perusahaan penerbitan. Macmillan dan Hutchinson. Lebih penting lagi, ia adalah salah seorang pendiri Polity Press, sebuah perusahaan penerbitan yang sangat aktif dan berpengaruh terutama dalam teori sosiologi. Giddens pun menerbitkan Sociology (1987), sebuah buku ajar yang ditulisnya menurut gaya Amerika, yang mencapai sukses di seluruh dunia. Di 1980-an, karir Giddens mengalami serangkaian perubahan menarik. Beberapa tahun terapi menggiringnya kepada ketertarikan yang lebih besar terhadap kehidupan personal dan buku-buku seperti Modernity and Self-Identity (1991) dan The Transformation of Intimacy (1992). Terapi juga memberikan kepadanya kepercayaan diri untuk menjalankan peran publik serta menjadi salah seorang penasehat Perdana Menteri Inggris Tony Blair. Pada 1997 beliau menjabat sebagai direktur London School of Economic (LSE), sebuah sekolah yang sangat disegani. Beliau memperkuat reputasi akademis LSE dan pengaruhnya dalam wacana publik baik di Inggris maupun di seluruh dunia. Ada beberapa suara yang menyatakan semua ini yang mengakibatkan kemunduran kemampuan akademis Giddens (karyanya di 1990-an kurang dan membingungkan dibanding karya terdahulunya). Tapi beberapa waktu kemudian, beliau kembali berkonsentrasi untuk menjadi kekuatan yang patut dipertimbangkan di masyarakat.
Dunia zaman sekarang bagi Giddens memang dicengkeram oleh kekerasan. Akan tetapi yang lebih menggelisahkannya—sebagai resiko modernisasi dan globalisasi—adalah kelangsungan hidup manusia selalu terancam, misalnya perang nuklir, resiko lingkungan, resiko meluasnya jumlah peristiwa dan beberapa resiko lainnya.
Ambisi Giddens—kalau boleh dikatakan demikian, bukan hanya memperbaiki teori sosiologi sehubungan dengan gejala perang. Dalam wawancaranya dengan Pierson, ia mengatakan: ”Saya ingin melakukan tiga hal: menafsir ulang pemikiran sosial, membangun logika serta metode ilmu-ilmu sosial, dan mengajukan analisis tentang munculnya institusi-institusi modern”. Rupanya Giddens tidak hanya ingin mengkritik dan mengecam kegagalan teoretisi pendahulunya, tetapi ia juga ingin mengajukan alternatif. Bukan sembarang alternatif, melainkan sebuah alternatif yang bersifat paradigmatic shift.
Harap dicatat bahwa proyek yang ambisius ini sebenarnya bukan cita-cita Giddens sejak muda. Cita-cita Anthony Giddens semula sederhana saja: menjadi pegawai negeri. Sebagai seorang yang dilahirkan dari keluarga pengawal jawatan kereta api, ia hanya dapat melanjutkan studi di Universitas Hull, sebuah universitas kecil yang kalah bergengsi dibandingkan Universitas Oxford atau Cambridge. Giddens sendiri memang tidak melamar ke sana karena tidak membayangkan dapat diterima di sana. Demikian pula ketika ia harus meluruskan studi lanjutannya di London School of Economics (LSE). Ia ke sana semata-mata karena ada dorongan dari dosennya, Peter Worsely. Perjalanan karir intelektualnya tidak pernah dirancang sejak muda, banyak hal-hal kebetulan yang terjadi. Ia mulai mengembangkan minat intelektual justru ketika ia di Leicester University, tempat kerjanya setelah lulus.
Giddens memulai proyeknya dengan cara yang biasa. Ia mulai dengan membaca dan mempelajari pemikiran tokoh-tokoh yang menjadi tonggak besar dalam sosiologi, Karl Marx, Emili Durkheim, dan Max Weber. Semuanya dibaca dalam bahasa aslinya (Jerman atau Perancis). Setelah tokoh-tokoh sosiologi dikuasai, Giddens melanjutkan petualangannya dengan memasuki pemikir-pemikir besar kontemporer.
Anthony Giddens menggunakan istilah seperti “radikal” atau “tinggi”, untuk melukiskan masyarakat dewasa ini dan untuk menandai bahwa meski masyarakat modern kini tak persis sama dengan masyarakat modern seperti yang dilukiskan teoritisi klasik, namun cirri-ciri mendasarnya masih berlanjut, Giddens melihat modernitas sekarang sebagai “juggernaut” yang lepas control.
Modernitas dan Konsekwensinya. Ada 4 institusi yang digunakan Giddens dalam mendefinisikan modernitas. Pertama, Kapitalismeyang nampak dalam produksi komoditi, kepemilikan pribadi atas modal, tenaga kerja tanpa property dan system kelas. Kedua, Industrialisme yang melibatkan yang melibatkan penggunaan sumber daya alam dan mesian untuk memproduksi barang. Ketiga, Kemampuan mengawasi (surveillance capacity) yaitu kemampuan mengawasi pada aktivitas warga individual, khususnya dalam bidang politik. Keempat, kekuatan militer atau pengendalian alat-alat kekerasan. Termasuk disini industri alat-alat perang.
Keterlepasan menyebabkan hubungan social terangkat dari konteks local interaksi ke tingkat yang melintasi ruang dan waktu yang tak terbatas. Ada 2 tipe mekanisme keterlepasan:
1.      Tanda simbolik; UANG. Dengan uang kita dapat bertransaksi dengan orang yang jauh terpisah dengan kita dalam ruang dan waktu.
2.      Sistem keahlian (expert system): yakni sistem kecakapan teknis atau keahlian professional yang mengorganisir bidang materi dan lingkungan social dimana kita hidup, misalnya dokter dan pengacara.
Namun demikian, Giddens melihat ada beberapa bahaya yang berkaitan dengan modernitas yang mengancam dan akan menimbulkan ketidakamanan ontologism. Meskipun mekanisme pemisahan memberi keamanan dalam berbagai bidang namun juga menciptakan “profil resiko” tersendiri yang berskala global sepert perang nuklir, perubahan dalam pembagian tenaga kerja diseluruh dunia. Ada pula resiko lain yang berasal dari pengelolaan lingkungan material dan ciptaan institusional resiko lingkungan seperti pasar modal global. Selain itu orang makin menyadari bahwa agama kurang penting. Resiko-resiko inilah yang membuat modernitas seperti panser raksasa lepas kendali yang membuat tidak aman.
Berhubungan dengan identitas, Giddens mendefinisikan dunia modern sebagai “dunia refleksi yang meluas hingga ke inti diri….kedirian menjadi sebuah proyek refleksif”. Artinya; diri menjadi sesuatu yang direfleksikan, diubah dan dibentuk; tanggung jawab individu bukan hanya pada menciptakan dan memelihara kedirian tetapi mencakup semua hal; diri juga merupakan produk dari eksplorasi dan produk dari hubungan social yang intim. Dalam hidup modern, tubuh ditarik organisasi refleksi kehidupan social. Manusia bukan hanya merencanakan diri tapi
juga tubuh. Akibatnya tubuh pun tunduk pada berbagai jenis rezim seperti buku diet, fitness dll yang tak hanya membantu individu membentuk tubuh mereka tapi juga memberikan kontribusi terhadap refleksivitas modernitas pada umumnya.
Modernitas dan intimasi.  Giddens mengkaji tentang transfomasi keintiman yang bergerak pada konsep hubungan murni yaitu situasi dimana hubungan social berlangsung demi kepentingan hidup social itu sendiri, demi sesuatu yang bakal didapatkan oleh setiap orang dari meneruskan hubungan dengan orang lain; hubungan itu hanya akan dilanjutkan sejauh diperkirakan oleh kedua belah pihak dapat memberikan kepuasan yang cukup bagi setiap orang yang berhubungan tersebut. Dalam hal keintiman, hubungan murni ditandai oleh komunikasi emosional dengan diri sendiri dan orang lain dalam konteks hubungan seksual dan kesamaan emosinal. Giddens tidak bermaksud mengusulkan kebebasan seksual atau pluralism seksual, tetapi mendesak perubahan moral dan etika yang lebih besar. Emansipasi seksual dapat menjadi perantara dalam mereorganisasi emosional kehidupan social.

2.3.7.3   Walt Whitman Rostow
Rostow adalah seorang ekonom Amerika Serikat dan ahli teori politik yang menjabat sebagai Asisten Khusus untuk Urusan Keamanan Nasional untuk Presiden AS Lyndon B. Johnson. Ia lahir pada tanggal 7 Oktober 1916 di New York City, New York. Walt Rostow adalah salah satu  dari tiga anak pasangan Victor Rostow dan Lillian Helman Rostow. Orang tuanya adalah aktivis dan mereka menamakan Walt Whitman Rostow dari Walt Whitman, seorang penyair Amerika. Ibu Rostow adalah putri dari imigran Yahudi Rusia, ayahnya, yang juga seorang Yahudi, beremigrasi dari Yahudi pada tahun 1904. Saudara Walt Rosow, Eugene nantinya menjadi dekan Fakultas Hukum Yale.
Ketika Walt Rostow berusia delapan tahun, keluarganya pindah ke New Haven, Connecticut, yang merupakan rumah dari Universitas Yale, dengan tujuan nantinya dapat memasukkannya ke universitas tersebut. Rostow diterima di universitas Yale pada usia lima belas tahun, dan lulus dengan B.A. pada umur sembilas tahun. Dia mendapatkan  Rhodes Scholar dan menghabiskan dua tahun di Universitas Oxford. Dan lalu kembali ke Yale untuk studi pascasarjana di bidang ekonomi. Pada tahun 1938, ia mendapatkan gelar Ph.D.. Dua tahun kemudian, ia bergabung dengan departemen ekonomi di Universitas Columbia sebagai instruktur.
Teori Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi ini diklasifikan sebagai teori modernisasi. Artikel Walt Whitman Rostow yang dimuat dalam Economics Journal pada Maret 1956 berjudul The Take-Off Into Self-Sustained Growth pada awalnya memuat ide sederhana bahwa transformasi ekonomi setiap negara dapat ditelisik dari aspek sejarah pertumbuhan ekonominya hanya dalam tiga tahap: tahap prekondisi tinggal landas (yang membutuhkan waktu berabad-abad lamanya), tahap tinggal landas (20-30 tahun), dan tahap kemandirian ekonomi yang terjadi secara terus-menerus.
Walt Whitman Rostow kemudian mengembangkan ide tentang perspektif identifikasi dimensi ekonomi tersebut menjadi lima tahap kategori dalam bukunya  The Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto yang diterbitkan pada tahun 1960. Ia meluncurkan teorinya sebagai ‘sebuah manifesto anti-komunis’ sebagaimana tertulis dalam bentuk subjudul. Rostow menjadikan teorinya sebagai alternatif bagi teori Karl Marx mengenai sejarah modern. Fokusnya pada peningkatan pendapatan per kapita, Buku itu kemudian mengalami pengembangan dan variasi pada tahun 1978 dan 1980.
Rostow pulalah yang membuat distingsi antara sektor tradisional dan sektor kapitalis modern. Frasa-frasa ini terkenal dengan terminologi ‘less developed’, untuk menyebut kondisi suatu negara yang masih mengandalkan sektor tradisional, dan terminologi ’more developed’ untuk menyebut kondisi suatu negara yang sudah mencapai tahap industrialisasi dengan mengandalkan sektor kapitalis modern.
W.W. Rostow merupakan seorang ekonom Amerika Serikat yang menjadi Bapak Teori Pembangunan dan Pertumbuhan. Teorinya mempengaruhi model pembangunan di hampir  semua Dunia Ketiga. Pikiran Rostow pada dasarnya dikembangkan dalam konteks perang dingin serta membendung pengaruh sosialisme. Itulah makanya, pikiran Rostow pertama dituangkan dalam makalah yang secara jelas sebagai manifesto non-komunis. Dalam tulisan yang berjudul The Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto, Rostow membentangkan pandangannya tentang modernisasi yang dianggapnya sebagai cara untuk membendung semangat sosialisme.
Menurut Rostow proses pembangunan ekonomi bisa dibedakan kedalam lima tahap:
1.      Masyarakat tradisional
Sistem ekonomi yang mendominasi masyarakat tradisional adalah pertanian, dengan cara-cara bertani yang tradisional. Produktivitas kerja manusia lebih rendah bila dibandingkan dengan tahapan pertumbuhan berikutnya. Masyarakat ini dicirikan oleh struktur hirarkis sehingga mobilitas sosial dan vertikal rendah. Pada masyarakat tradisional ilmu pengetahuan belum begitu banyak dikuasai, karena masyarakat pada saat itu, masih mempercayai kepercayaan-kepercayaan tentang kekuatan diluar kekuasaan menusia atau hal gaib . manusia yang percaya akan hal demikian, tunduk kepada alam dan belum bias menguasai alam akibatnya produksi sangat terbatas masyarakat tradisioanal itu cenderung bersifat statis (kemajuan berjalan sangat lamban) produksi dipakai untuk konsumsi sendiri, tidak ada di investasi. Generasi ke generasi tidak ada perkembangan , dalam hal ini yaitu antara orangtua dan anaknya, memilki pekerjaan yang sama dan keduduakn yang sederajat .
Ciri-ciri tahap masyarakat tradisional adalah sebagai berikut:
·         Fungsi Produksi terbatas, cara produksi masih primitif, dan tingkat produktifitas masyarakat rendah.
·         Struktur sosial bersifat hierarkis, yaitu kedudukan masyarakat tidak berbeda dengan nenek moyang mereka.
·         Kegiatan politik dan pemerintahan di daerah-daerah berada di tangan tuan tanah.

2.       Pra-kondisi tinggal landas
Selama tahapan ini, tingkat investasi menjadi lebih tinggi dan hal itu memulai sebuah pembangunan yang dinamis. Model perkembangan ini merupakan hasil revolusi industri. Konsekuensi perubahan ini, yang mencakup juga pada perkembangan pertanian, yaitu tekanan kerja pada sektor-sektor primer berlebihan. Sebuah prasyarat untuk pra-kondisi tinggal landas adalah revolusi industri yang berlangsung dalam satu abad terakhir.
Pembangunan ekonomi menurut Rostow sadalah suatu proses yang menyebabkan perubahan karekteristik penting suatu masyarakat, misalnya perubahan keadaan sistem politik, struktur social, system nilai dalam masyarakat dan struktur ekonominya. Jika perubahan seperti itu terjadi, maka pertumbuhan ekonomi dapat dikatakan sudah terjadi. Suatu masyarakat yang sudah mencapai proses pertumbuhan yang demikian sifatnya, dimana pertumbuhan ekonomi sudah sering terjadi, boleh dianggap sudah berada pada tahap prasyarat tinggal landas.
Tahap prasyarat tinggal landas ini didefinisikan Rostow sebagai suatu masa transisi dimana masyarakat mempersiapkan dirinya untuk mencapai pertumbuhan atas kekuatan sendiri (self-sustainable growth). Menurut Rostow, pada tahap ini dan sesudhnya pertumbuhan ekonomi akan terjadi secara otomatis.

3.      Tinggal landas (Lepas Landas)
Tahapan ini dicirikan dengan pertumbuhan ekonomi yang dinamis. Karakteristik utama dari pertumbuhan ekonomi ini adalah pertumbuhan dari dalam yang berkelanjutan yang tidak membutuhkan dorongan dari luar. Seperti, industri tekstil di Inggris, beberapa industri dapat mendukung pembangunan. Secara umum “tinggal landas” terjadi dalam dua atau tiga dekade terakhir. Misalnya, di Inggris telah berlangsung sejak pertengahan abad ke-17 atau di Jerman pada akhir abad ke-17.
Pada tahap tinggal landas, pertumbuhan ekonomi selalu terjadi. Pada awal tahap ini terjadi perubahan yang drastis dalam masyarakat seperti seperti revolusi politik, terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi, atau berupa terbukanya pasar baru. Sebagai akibat dari perubahan-perubahan tersebut secara teratur akan tercipta inovasi-inovasi dan peningkatan investasi. Investasi yang semakin tinggi ini akan mempercepat laju pertumbuhan pendapatan nasional dan melebihi tingkat pertumbuhan penduduk. Denga demikian tingkat pendapatan perkapita semakin besar.

4.      Menuju Kedewasaan
Setelah lepas landas akan terjadi proses kemajuan yang terus bergerak ke depan, meskipun kadang-kadang terjadi pasang surut. Pendapatan asional selalu di investasikan kembali sebesar 10% sampai 20%, untuk mengatasi persoalan pertambahan penduduk.
Kedewasaan pembangunan ditandai oleh investasi yang terus-menerus antara 40 hingga 60 persen. Dalam tahap ini mulai bermunculan industri dengan teknologi baru, misalnya industri kimia atau industri listrik. Ini merupakan konsekuensi dari kemakmuran ekonomi dan sosial. Pada umumnya, tahapan ini dimulai sekitar 60 tahun setelah tinggal landas. Di Eropa, tahapan ini berlangsung sejak tahun 1900.
Kedewasaan dimulai ketika perkembangan industry terjadi tidak saja meliputi teknik-tiknik produksi, tetapi juga dalam aneka barang yang diproduksi. Yang diproduksikan bukan saja terbatas pada barang konsumsi, tetapi juga barang modal.

5.      Era konsumsi tinggi
Ini merupakan tahapan terakhir dari lima tahap model pembangunan Rostow. Pada tahap ini, sebagian besar masyarakat hidup makmur. Orang-orang yang hidup di masyarakat itu mendapat kemakmuran dan keseberagaman sekaligus. Menurut Rostow, saat ini masyarakat yang sedang berada dalam tahapan ini adalah masyarakat Barat atau Utara.
Pada tahap ini perhatian masyarakat sudah lebih menekankan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat bukan lagi kepada masalah produksi.
Terdapat 3 macam tujuan masyarakat atau negara yaitu:
1.      Memperbesar kekuasaan dan pengaruh ke luar negeri dan kecenderungan ini bisa berakhir pada penjajahan terhadap bangsa lain.
2.      Menciptakan negara kesejahteraan dengan cara mengusahakan terciptanya pembagian pendapatan yang lebih merata melalui sistem pajak yang progresif
3.      Meningkatkan konsumsi masyarakat melebihi kebutuhan pokok yang meliputi pula barang yang tahan lama dan barang mewah.
















BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dari penjelasan mengani pengertian teori-teori menurut para ahli di atas dapat di simpulkan bahwa pemikiran mereka mengenai teori-teori tersebut sama namun dari tahun ke tahun pengertian yang sudah lama lebih di kembangkan lagi menjadi pengertian yang lebih singkat dan jelas namun memiliki arti yang tidak berbeda jauh dengan pengertian sebelumnya.
Hal itu dikarenakan pemikiran orang modern lebih cepat dan melihat dari permasalahan sosiologi jaman sekarang pun lebih beragam daripada jaman dahulu, sehingga pemahaman yang lama harus di ubah sesuai dengan waktu dimana para ahli tersebut tinggal.
Bukan berarti pemahaman yang sudah lalu ditinggalkan begitu saja, pemahaman yang sudah lalu merupakan pedoman bagi para ahli jaman sekarang untuk dijadikan bahan pemikiran untuk mengembangkan teori-teori tersebut dan sebagai dasar penelitian.